Mayang yang tanpa alas kaki mulai berlari-lari kecil di atas pasir. Sesekali tawanya menggema begitu bahagia. Mengabaikan baju yang basah dan teriknya mentari siang hari, ia menyambut deburan ombak yang datang menghampiri.
Lama tak mengunjungi pantai membuatnya begitu dahaga ingin bermain air di sana. Air laut yang biru, pasir pantai yang putih, serta rindangnya suasana di bawah pohon kelapa, sungguh, nikmat Tuhan mana yang kau dustakan.
Lelah berlari-lari sambil bermain air, gadis bersurai panjang itu duduk selonjoran di sebuah ayunan yang terikat di antara dua pohon di pesisir pantai. Ia menatap ke sekeliling dan baru menyadari jika saat ini ia hanya seorang diri.
Lama-lama Mayang merasa ngeri sendiri. Seketika ia bangkit dan memutuskan untuk kembali ke penginapan yang berada tak jauh dari sana. Baru juga melangkah, tiba-tiba suara gonggongan anjing terdengar mendekat.
Mayang terkejut dan sontak menghentikan langkah. Pandangannya berkeliaran mencari-cari ke arah sumber suara, dan benar saja, bukan hanya satu tetapi ada beberapa ekor anjing tengah berlari mendekatinya.
Tubuh Mayang seketika bergetar hebat. Jantungnya berdebar-debar. Rasa takut menyergap tanpa dipinta.
Ia menatap ke sekeliling, tetapi tak ada seorang pun yang bisa dimintai pertolongan sementara para anjing kian mendekat. Gegas ia berlari mencari tempat berlindung, tetapi sayangnya para anjing liar itu telah lebih dulu menyadari keberadaannya.
Para anjing itu kompak mengejar Mayang dengan kecepatan lari yang mereka miliki. Mayang berlari tunggang langgang melewati apapun yang menghalangi. Akan tetapi, dengan keterbatasan laju yang ia miliki membuat jaraknya kian dekat dengan anjing-anjing itu. Bahkan tanpa sengaja kakinya tersandung batu besar hingga membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.
Rasa nyeri tak terperi membuatnya tak bisa bangkit lagi. Mayang putus asa. Ia menangis sejadi-jadinya. Berteriak meminta tolong pun percuma sebab tak ada seseorang pun di sekitar sana.
Tubuh Mayang berguncang hebat. Ia membenamkan wajah di antara dada dan lutut yang ia dekap. Sementara anjing itu kian dekat.
Hanya bisa pasrah selagi melafalkan segala doa yang ia bisa. Namun, pertolongan Tuhan pada hambanya yang teraniaya itu benar adanya.
Mayang sempat mendengar suara kuda meringkik sebelum ia merasakan tarikan kuat pada tubuhnya. Saat membuka mata, ia langsung terbelalak mendapati dirinya sudah duduk di atas kuda putih yang dikendalikan oleh pemuda yang memakai topeng.
Senyum semanis gula terkembang sempurna di bibir kemerahannya. Aroma tubuh yang harum semerbak, serta tangan kokoh yang mendekap kuat. Tanpa peringatan, pemuda itu memacu kudanya dengan sekali sentakan, melaju kencang menjauhi gerombolan anjing yang siap menerkam.
Mayang memasrahkan diri, membenamkan wajahnya pada dada bidang sang pria setelah merasakan kenyamanan. Seolah-olah dengan ikhlas merelakan dirinya pemuda itu bawa kemana saja.
Sampai di sebuah tempat yang jauh dari jangkauan anjing tadi, pemuda itu menghentikan lari kudanya dengan sigap. Suara ringkikan kuda menyadarkan Mayang dari buaian, hingga gadis itu menarik kepala dari dada si pemuda, lantas mengamati daerah sekitar dengan seksama.
Ia masih berada di daerah pantai dengan segala keindahannya. Mengembalikan pandangan kepada si pemuda, senyuman sehangat senja langsung menyambutnya dengan ramah.
Tanpa banyak kata, pemuda itu turun dari kuda dan kemudian membantu Mayang turun dari sana dengan sangat hati-hati. Keduanya hanya saling pandang. Namun, pandangan mereka yang saling bertaut seolah-olah mengatakan jika keduanya memiliki ketertarikan satu sama lainnya.
Tersenyum simpul, Mayang hanya pasrah saat si pemuda yang mengenakan pakaian serba putih itu menggandengnya hingga ke bibir pantai.
Mayang meringis ketika ombak-ombak kecil yang berkejaran menyapa kakinya yang terluka dan berdarah. Rasa nyeri langsung terasa. Namun, di saat itulah si pemuda dengan sigap mengangkat tubuhnya ke dalam gendongan.
Saat netra bertemu pandang, saat itulah jantungnya berdebar-debar. Mayang tak bisa menyimpulkan rasa yang saat ini menderanya itu dinamakan apa. Namun, yang jelas ada yang menghangat di relung hatinya.
Karena takut jatuh, Mayang sengaja mengalungkan tangannya pada leher si pemuda. Akan tetapi, pertautan mata yang kian intens serta sentuhan halus pada jemari Mayang yang lembut pada akhirnya berakibat senyar berbeda pada sisi kelelakian si pemuda.
Tak bisa menahan diri, si pemuda mendekatkan wajahnya pada wajah Mayang karena tak tahan oleh bibir ranum si gadis yang menggoda.
Refleks Mayang menutup mata sebab tak tahu harus berbuat apa. Namun, tepat di saat itu sebuah ombak besar menghantam keduanya hingga pakaian mereka basah kuyup. Di saat itulah tubuh Mayang terasa berguncang, dan terdengar suara seorang gadis memanggil-manggil namanya.
“Kak! Kakak bangun! Ini udah siang, tau! Rasain ya, aku guyur pakai air comberan!” teriak Weni usai mengguyur kakaknya dengan air yang sebenarnya ia ambil dari kran.
Seketika Mayang membuka mata dan terkejut mendapati dirinya yang masih berbaring di atas kasur basah kuyup oleh guyuran air dari gayung yang dipegang adiknya. Saat itulah ia sadar jika kejadian yang ia alami barusan hanyalah mimpi belaka.
Mayang yang gelagapan sontak mengusap wajahnya yang basah, lantas menatap adiknya dengan sangat marah.
“Weni! Apa-apaan sih kamu! Salah kakak apa sampai kamu guyur Kakak?”
“Noh, lihat jam!” Tangan Weni menunjuk ke arah jam dinding yang menunjukkan angka delapan. Mayang mengikuti arah telunjuk adiknya, lantas membulatkan bola matanya dengan begitu sempurna.
“Astaga, aku kesiangan!” pekik Mayang. Ia bergegas menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lantas menurunkan kaki sambil membenahi rambut yang berantakan.
“Aku udah bangunin Kak dari tadi, tau nggak! Tapi bukannya bangun, Kakak malah ngelindur nggak jelas panggil-panggil nama pangeran. Aku takut Kakak stress, makanya aku guyur biar sadar!” Weni menggerutu sambil berkacak pinggang. Matanya juga menatap sang kakak dengan mimik sebal. Ia lantas mengekori dengan pandangannya langkah sang kakak menuju kamar mandi dengan tergesa-gesa.
Setengah jam sudah berlalu. Mayang yang sudah siap dengan penampilannya seperti biasa, tampak keluar dari kamar dan bergabung dengan keluarganya di meja makan.
Asmia menyambut kedatangan sang putri dengan sepiring nasi hangat yang lengkap dengan lauk pauknya. Seperti biasa, keluarga kecil Anwar selalu menjalankan aktivitas rutin sarapan bersama sebelum beraktivitas setiap harinya.
Suasana sarapan berlangsung nikmat dan hangat, sebelum kemudian Anwar pamit kepada istri dan anaknya untuk menghindari meeting penting di kantor pusat perusahaan yang membeli hasil panen perkebunan mereka.
Anwar memang memiliki kebun luas yang ditanami buah-buahan lokal. Bulan ini ia mendapatkan kesempatan untuk menghadiri pertemuan dengan pelanggan besar yang selama ini setia membeli hasil panennya. Bukan hanya Anwar, pertemuan ini adalah pertemuan besar yang melibatkan pemasok buah dari berbagai daerah dengan kualitas terbaik. Karena berhasil mempertahankan kualitas itulah kerja sama mereka bisa bertahan sampai sekarang.
Seperti biasa, Anwar akan menanyakan kepada anak-anaknya perihal oleh-oleh dari kota yang putrinya minta.
Weni langsung mengatakan menginginkan barang kekinian yang bisa dibelinya di online shop terdekat. Anwar terseyum hangat selagi mengiyakan permintaan putri bungsunya, kemudian beralih menanyakan kepada putri sulungnya.
Tak langsung menjawab, Mayang tampak terdiam sejenak sembari memikirkan hadiah apa yang ia inginkan. Sesaat ia merasa bingung sebab tak ada sesuatu yang diinginkannya lagi. Namun, mengingat dirinya yang suka sekali membaca, ia pun meminta sebuah buku sebagai oleh-olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
Čhä
jadi kangen almarhum bapak ku Thor 😢😢😢😢
2020-11-16
0
ARSY ALFAZZA
🐾🐾🐾🐾🐾
2020-10-13
1
Lissa Nara
aq jdi ingat sma alm bapaku thor😭
2020-08-16
3