"Kalau boleh tahu, memang Bapak saya kenapa ya Pak?" tanya Adit lagi.
"Bapak Herman, sedang menjalani operasi jantung. Akan tetapi keadaanya malah semakin kritis." tandasnya.
"Di rumah sakit mana ya Pak, Bapak saya di rawat?" Adit mencoba tenang walaupun hatinya sudah cemas.
"Di rumah sakit Eka pradipta, kami di tugaskan Pak baron, untuk menjemput Ibu sekeluarga agar segera berangkat ke sana." kedua orang itu menjelaskan.
"Ayo Dit, kita segera kesana. Beritahu juga Galuh adekmu." pinta mak Siti.
"Kalau begitu, tunggu sebentar ya Pak. Kami akan segera bersiap." Adit berlalu memberi tahu Galuh agar segera bersiap membawa segala sesuatu yang di perlukan di sana.
Tak berselang lama, mereka telah siap dengan segala sesuatunya.
"Mari Bu," ajak kedua orang tersebut pada Mak siti sekeluarga.
Mereka semua masuk ke dalam mobil, dan perlahan, mobil yang mereka tumpangi berlalu pergi meninggalkan kediaman Herman.
Sepanjang perjalanan yang memakan waktu hampir 6 jam itu, benar benar hening, dan tak ada obrolan sama sekali.
Semuanya terlihat tegang, dan tak sabar ingin segera sampai di tempat tujuan.
6 jam kemudian.
Sesampainya mereka di rumah sakit, mereka langsung keluar dari mobilnya.
"Maaf Pak, bisakah kita segera menemui suami saya?" pinta Mak siti pada kedua orang suruhan Pak baron.
"I ya, Bu. Kita semua akan segera menemui Pak Herman." jawab pesuruh Baron.
Kedua pesurh Baron, berjalan menuju rumah yang di ikuti keluarga Adit.
Di tempat receptionis, kedua pesuruh itu langsung menanyakan di mana ruangan Herman di rawat.
"Mari, Bu." ajak kedua orang itu setelah tahu dimana Pak Herman di rawat.
Tak berselang lama, sampailah mereka di tempat Herman di rawat.
Kedua orang itu berhenti di depan pintu kamar tempat Herman di rawat, dan salah satu dari orang suruhan Baron, terlihat menghubungi seseorang.
"Maaf, Bos. Kami sudah membawa pihak keluarga Pak Herman." mereka menginformasikan.
"Bagus, langsung saja kalian suruh masuk mereka." titah Baron.
"Siap, Bos." mereka menutup panggilan teleponnya.
"Mari kita masuk Bu," Pesuruh Baron membuka pintu dan masuk, di ikuti Adit dan ibu dan adeknya.
Di dalam ruangan, Mak siti melihat suaminya terkapar tak berdaya, dengan tubuh yang telah di penuhi alat kedokteran.
Mak siti akan memeluknya, tapi Adit langsung menahan dan menggelengkan kepala sambil memandang Ibunya.
"Mak, mak jangan mengganggu Bapak. Adit tahu Mak sedih, tapi ini semua demi kebaikan Bapak." Adit memeluk ibunya mencoba menenangkan. Di ikuti Galuh yang menangis memeluk ibunya dari belakang.
Keluarga pasien." panggil seorang suster.
"I ya, saya Sus." jawab adit mewakili Ibunya.
"Maaf Pak, Dokter Raihan ingin bertemu dengan anda sekarang, mari ikut saya Pak." ajak Suster tersebut pada Adit.
"I ya, Sus." Adit mengikuti Suster tersebut dari belakang.
Sementara Galuh dan ibunya lebih memilih menunggu di ruang Herman di rawat untuk menjaganya.
Tak berselang lama, kini Suster yang membawa Adit telah sampai di depan pintu ruangan Dokter Raihan.
Tok.. Tok.. Tok..
"Permisi Dok," seru suster dari luar pintu ruangan.
"I ya, silahkan masuk." jawab Dokter Raihan.
Mereka berdua masuk ke dalam ruangan Dokter Raihan.
"Maaf Dok, ini keluarga pasien dari Bapak Herman." Suster memberitahu.
Dokter Raihan bangun dari duduk dan menjabat tangan Adit.
"Silahkan duduk Pak Adit." titah Raihan.
"Terima kasih Sus, anda sudah bisa kembali." titahnya.
"Baik, Dok." Suster yang mengantar Adit berlalu pergi keluar dari ruangan.
"Jadi begini, Pak Adit." Dokter mulai menjelaskan pada Adit.
"Disini saya sebagi Dokter yang menangani Pak Herman, saya hanya ingin memberitahukan kepada anda, bahwa kemarin Pak Herman belum sempat kami Operasi. Semua itu karena keadaan Pak Herman tiba tiba kritis, dan kami tidak berani mengambil resiko tanpa sepengetahuan pihak keluarga pasien.
Adit mengangguk, mendengar semua yang di tuturkan Dokter Raihan padanya.
"Dok, apakah ada harapan sembuh untuk Bapak saya?" tanya Adit.
"Kami sebagai tim Dokter, hanya bisa berusaha Pak. Tetap tuhan lah yang menentukan." jawabnya.
Dokter Raihan, mengeluarkan berkas atau formulir yang harus di tanda tangani keluarga pasien.
"Ini bisa Pak Adit cek terlebih dahulu, setelah selesai silahkan Pak Adit membubuhkan tanda tanganya di sini." seraya memberikan formulir berkas tersebut pada Adit.
Aditya membacanya dengan seksama, dengan tanpa pikir panjang lagi, semua demi kebaikan keluarganya. Ia pun menanda tanganinya.
"Ini, Dok." Adit menyerahkan kembali berkas tersebut pada Dokter Raihan.
"Terima kasih, Pak Adit. Anda sudah bisa kembali sekarang." Dokter Raihan kembali menjabat tangan Adit.
"Terima kasih, Dok." Adit berlalu keluar dari ruangan Dokter Raihan.
Raihan melangkah kembali menuju ruangan dimana ayahnya di rawat. Di situ Adit melihat ibunya yang telah tertidur dengan posisi duduk di sebelah Herman.
Sedang Galuh tak hentinya ia menangisi keadaan Bapaknya yang menyedihkan.
"Sudah Dek, jangan menangis terus!, doakan bapak agar cepat sembuh ya." Adit yang baru datang dan duduk di sebelah Galuh.
"I ya, Kak." Galuh memeluk Adit menumpahkan kesedihanya.
Ya alloh ya tuhanku, tiada tuhan melainkan engkau. Tolonglah hamba yang sedang sulit ini.
"Sekarang, kamu tidur saja ya!,biar Kakak gantian yang jaga Bapak." titah Adit yang di balas anggukan Galuh.
2 minggu kemudian.
Kini keadaan Herman berangsur pulih paska oprasinya. Disini Dokter hanya menyarankan, di usia Herman yang telah senja, lebih baik agar Herman memperbanyak waktu istirahatnya. Dan Dokter pun telah mengizinkan Herman untuk pulang ke rumah.
Adit dan Galuh terlihat sedang mempacking baju yang akan segera di bawanya pulang.
"Mas adit," Panggil seseorang berbadan tegap seperti bodyguard.
"I ya, Pak." Adit menghentikan packingnya.
"Bisa ikut kami sebentar?" ucap Bodyguard.
"Bisa, Pak." Adit melangkah mengikuti bodyguard itu dari belakang.
"Kita mau kemana Pak?" Adit yang belum tahu ia akan di bawa kemana.
"Pak baron alfonso, ingin menemui anda di sana." Bodyguard tersebut menunjuk satu restoran dengan tanganya.
Di dalam restoran Adit langsung di bawa menghadap seseorang yang terlihat seperti mafia Itali.
"Duduklah!" titah Baron pada Adit.
Adit mengangguk dan tersenyum.
"Terima kasih Pak." jawabnya.
"Kau tahu, kenapa aku memanggilmu kesini?" baron mengangkat sebelah kaki dan menumpangkanya pada lutut.
"Tidak tahu, Pak." Adit menggeleng.
"Cody berikan bukti pengeluaran Herman, dari mulai masuk rumah sakit sampai sekarang!" titahnya sambil menyalakan serutu kubanya.
Cody memberikan Jumlah nota pengeluaran Herman selama ia di rumah sakit pada Adit.
"Apaaa!, 300juta." Adit berdiri, dengan mata terbelalak setelah mengetahuinya.
"Santai anak muda, duduk!" titah Baron.
"Cody, berikan dia Dokumen perjanjianya!" titahnya.
"Baik, Bos." cody mengangguk dan mengeluarkan dokumen perjanjian di materai kepada Adit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Alfie alkha
lanjuuttkannn
2021-05-02
2
kai
lanjut
2021-04-02
0
zal
awal yang bagus thor😊
2021-04-01
3