STORY OF ADITYA

STORY OF ADITYA

MORNING SPIRIT

Cit.. Cit.. 

Suara sepeda yang di ayuh oleh seorang pemuda penjual kopi keliling. Dia terlihat segar dan bersemangat. 

Di usianya yang belum lama menginjak 25 tahun, ia harus bekerja keras membantu ekonomi kehidupan keluarganya. 

Menjadi tulang punggung kedua setelah Ayahnya. 

Tak ada gengsi atau rasa malu di benaknya. Selama itu masih halal dan benar ia pun mau mengerjakanya. 

"Kopi.. Kopi.., yang haus yang haus. Ayo ngopi dulu." Aditya menjajakan dagangannya. 

Tak berselang lama, datanglah beberapa pembeli padanya. 

"Dit, semangat benar pagi ini." sapa kang Jumri seorang polisi pasar. 

"Harus atuh kang, harus semangat." Adit tersenyum.

"Dit, akang pesen kopi itemnya." pinta Jumri pada Adit.

"I ya, kang, boleh." Adit langsung menuangkan air panas ke dalam cangkir plastik yang telah berisi kopi hitam.

Dan tak begitu lama, setelah selesai mengaduknya, Adit pun memberikan kopinya pada Jumri.

"Bagaimana Dit, sudah dapat panggilan kerjanya?" tanya Jumri sambil meminum kopinya secara perlahan. 

"Alhamdulillah, sampai saat ini belum kang." Adit menggeleng kepalanya.

"Kamu yang sabar saja Dit, Akang yakin suatu saat kamu akan sukses." Jumri menepuk pundak Adit. 

"Amin, kang. Terima kasih doanya." Adit tersenyum  senang. 

"Baiklah, akang harus kembali ke pos, Dit." Jumri pamit dan berlalu meninggalkan Adit. 

Adit terlihat sedikit keteteran melayani pembelinya, Dan Alhamdulillah, gorengan buatan ibunya telah habis terjual. 

Matahari sudah mulai terik, dan suasana pasar pun kini mulai sepi. 

"Mang, saya mau keliling lagi." Aditya pamit pada beberapa orang yang berada di sekitarnya. 

Kini target selanjutnya adalah terminal, karena di terminal, biasanya selalu ramai dengan kendaraan, dan lalu lalang orang yang keluar masuk. 

Di terminal, Adit nongkrong di pinggir jalan. Dekat dengan pintu terminal, yang memang sedikit strategis untuknya berdagang.

Sesekali ia tersenyum dan tertawa bersama beberapa supir dan kernet yang kebetulan membeli kopi padanya. 

"Tunggu sebentar Teh, " Adit bangun dari tempat duduk untuk melayani beberapa pembeli yang baru saja datang padanya. 

"Kang saya minta susu 2, dan kopi hitamnya 1saja." pinta pembeli itu pada Adit. 

"I ya, teh. Siap." Adit tersenyum tampan pada konsumenya. 

Hingga membuat beberapa konsumen atau pembeli merasa GR di buatnya. 

"Ini teh, susu 2 sama kopi hitamnya." ucap Adit. 

"Berapa semuanya kang?" tanya si pembeli. 

"Murah Teh, 9000 saja." Adit kembali tersenyum pada si pembeli. 

"Ini kang uangnya," si pembeli menyodorkan selembar uang 10ribuan.

Adit membuka laci, dan tak menemukan uang kembali seribuan. 

"Aduh, kembalianya gak ada teh." Adit yang tak menemukan uang seribuanya. 

"Ya sudah sih kang, kalau tidak ada mah. Tidak apa apa." jawab si pembeli. 

"Terima kasih atuh neng, kalau begitu mah." Adien kembali memberi senyuman mematikanya pada si pembeli. 

Terdengar suara adzan ashar di telinga Aditya, ia segera berpamitan pada petugas terminal, yang kebetulan berada di situ dengannya. 

Adit mengambil sepedanya, dan berlalu pergi meninggalkan terminal. Ia memutuskan untuk kembali pulang menuju rumahnya. 

Di perjalanan pulang, Aditya menyempatkan dirinya untuk mampir di warung Ibu Enoy. Ia harus membeli beberapa bahan gorengan, dan beberapa ranting kopi dan susu. Untuk dia jual kembali 

Setelah selesai, Adit mengayuh kembali sepedanya. Melanjutkan perjalanan pulang yang sempat terhenti beberapa saat. 

Tak berselang lama, sampailah ia di depan rumahnya. Rumah yang tidak begitu besar, akan tetapi cukup untuk dirinya berlindung dari dinginnya malam. 

"Asalamu alaikum mak," Adit mencium tangan ibunya. 

"Wa'alaikum salam Dit." jawab ibunya.

Adit duduk di sebelah ibunya, dan mengeluarkan uang hasil daganganya hari ini. 

"Ini Bu, uangnya ke potong beli terigu sama kopi." Adit menyerahkan uang daganganya. 

"Ya sudah, kamu mandi dulu sana. Habis itu kamu makan Dit." titah Rukmana ibunya Adit. 

Di dalam kamarnya, Aditya terlihat sedang melamun. Dengan kedua tangan yang terlipat menjadi bantalan kepala dan mata yang melihat langit langit kamarnya. 

Kapan... ya, aku bisa jadi orang sukses.

"Darrrr." Galuh membuyarkan lamunan Kakaknya. 

"Ah, kamu Dek. Bikin kaget Kakak saja, ada apa?" tanya Adit. 

"Ha..Ha..Ha, lagian sore begini malah ngelamun." Galuh tertawa puas. 

"Cepat mandi!, Ibu sudah menyiapkan makan untuk Kakak." Galuh bangun dari duduknya dan berlalu meninggalkan Aditya. 

Dengan malas, Adit mengambil handuk dan menuju kamar mandi. 

Setelah selesai dengan ritual mandinya, Adit segera mengganti baju, dan menyusul Ibu dan Adeknya yang telah menunggunya di ruang makan. 

"Maaf, Mak. Gara gara Adit, semua jadi menunggu." Adit yang baru saja duduk di kursi meja makan. 

Galuh mengambilkan nasi beserta lauk pauknya untuk di berikan kepada Kakaknya. 

"Ini, Kak." Galuh memberikan piring yang sudah berisi nasi dan lauk pauknya. 

"Terima kasih, Dek." Adit menerimanya sambil tersenyum. 

Ketiga orang tersebut terlihat menikmati acara makanya. Dan setelah selesai Adit membantu Galuh menumpuk piring bekas dan membawa ke dapur untuk di cuci. 

"Sudah Kak, biar Galuh saja." ucap Galuh. 

"Tidak apa apa Dek, santai saja." jawabnya. 

Setelah memberikan tumpukan piring bekasnya, Adit kembali menemui ibunya di ruang tamu. 

"Mak, tumben Bapak belum menelepon. Biasanya, seminggu sekali Bapak kasih kabar?" tanya Adit yang baru saja duduk di sebelah ibunya. 

"Emak juga tidak tahu Dit, tapi perasaan emak kok, tidak enak ya?" ucap Mak siti sambil memegang dadanya. 

"Mak, mak tidak berpikiran yang buruk tentang Bapak. Insya alloh, Bapak baik-baik saja disana." Aditya mencoba menenangkan ibunya. 

"I ya, Dit. Emak cuma cemas saja." Mak siti mengangguk. 

TOK.. TOK.. TOK..

Terdengar suara pintu di ketuk seseorang, menjeda obrolan antara Ibu dan anaknya. 

"Asalamu alaikum." seru seseorang di luar. 

Adit dan ibunya bangun dari duduk dan menghampirinya. 

"Wa'alaikum salam, I ya. Sebentar." Adit membuka pintunya. 

Terlihat dua orang lelaki bertubuh tegap dan tinggi, keduanya menggunakan costume hitam layaknya Bodyguard. 

"Maaf, Bapak Bapak ini, kalau boleh saya tahu. Mencari siapa ya?" tanya Adit dengan sopan. 

"Betul ini rumah Bapak Herman koesdiansyah?" tanya kedua orang itu pada Adit. 

"Betul Betul, Betul sekali Pak." Jawab Adit. 

"Ada sesuatu yang harus kami sampaikan." ucap kedua orang tersebut. 

"Mari silahkan masuk dulu Pak, kita bicara di dalam." ajak aditya pada kedua orang tersebut. 

"Terima kasih," kedua orang itu mengikuti Adit masuk ke dalam rumahnya. 

"Mari silahkan duduk Pak." Adit mempersilahkan kedua orang tersebut. 

"Sebelumnya, kami berdua ingin minta maaf. Karena kedatangan kami kemari, ingin memberitahukan. Bahwa Bapak herman sekarang sekarang di rumah sakit." kedua orang tersebut memberitahukan pada Adit dan ibunya.

Mak siti terlihat lemas, dan hampir saja pingsan di buatnya. 

Terpopuler

Comments

Aguskasnawi Awilea

Aguskasnawi Awilea

mampir dulu thor

2022-04-19

0

ʰⁱᵃᵗᵘˢ 𝔰𝔦𝔟𝔲𝔨 𝔯𝔩

ʰⁱᵃᵗᵘˢ 𝔰𝔦𝔟𝔲𝔨 𝔯𝔩

baru mulai baca .. lanjut

2021-06-27

1

CebReT SeMeDi

CebReT SeMeDi

done

2021-06-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!