MUSIBAH

Adit membacanya dengan seksama, dan terlihat wajah kecewa setelah ia membacanya. 

"Kau keberatan?, gampang!, berikan kembali uangku yang telah kalian pakai!" Baron tersenyum penuh kemenangan. 

Adit mengangguk pasrah, tak ada perlawanan yang bisa ia lakukan. Dan ia pun langsung menanda tanganinya. 

"Bagus," Baron tertawa puas melihat semua berjalan dengan lancar. 

"Cody, kau ambil berkasnya dan antarkan dia kembali." titahnya yang tak bisa di bantah. 

"Siap Bos," Cody pergi bersama Adit meninggalkan restoran. 

Sepanjang perjalanan kembali menuju ruangan Herman, Adit terlihat terus melamun. 

Ia terus teringat akan isi perjanjian yang di buat Alfonso yang benar benar berat baginya. 

Di depan pintu ruangan Herman di rawat, Adit menarik nafas dan membuang secara perlahan. Ia tak mau kedua orang tua dan Adeknya mengetahui apa yang telah terjadi padanya. 

Ceklek... ... 

Adit membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Herman. 

"Darimana kamu nak?" tanya mak siti yang terlihat cemas. 

"Adit tadi menemui bagian Adiministrasi Mak." Adit menjawab tanpa memandang kedua orang tuanya. 

Adit membawa tas yang berisi baju yang telah selesai di packing galuh adeknya. 

"Ayo Pak, Bu." Adit mengajak kedua orangtuanya. 

Keluarga Herman kini keluar meninggalkan ruang rawat, dan melangkah meninggalkan Rumah sakit. 

Di area parkir rumah sakit, Baron Alfonso telah menyuruh orang agar mempersiapkan mobil untuk mengantar keluarga Herman kembali ke rumahnya. 

Adit membuka pintu belakang mobil, dan memasukkan beberapa tas yang ia bawa. Dan ia menyusul masuk duduk di Jok depan sebelah bangku kemudi. 

Pesuruh Baron kini menghidupkan mesin mobil dan menancap pedal gas secara perlahan, meninggalkan rumah sakit. 

Sepanjang perjalanan yang melelahkan, Herman terus memperhatikan Adit yang terlihat gusar dan cemas dalam duduknya. 

Kenapa anakku terlihat tidak nyaman seperti itu. Apa Pak Baron mengajukan sesuatu hingga membuatnya seperti ini. 

Perjalanan panjang kini telah berakhir, keluarga Herman kini telah selamat dan sampai tujuan. Sedang orang pesuruh Baron langsung pamit meninggalkan kediaman Herman. 

Adit masuk ke dalam rumah sambil membawa beberapa tas bawaanya. Tak banyak kata darinya, karena ia lebih memilih untuk beristirahat melepas rasa lelahnya. 

Ke esokan harinya, Adit telah menyiapkan seluruh amunisinya untuk di bawanya berdagang keliling. 

"Dit, apa kamu tidak lelah nak?" Herman menggeleng melihat Adit yang sudah siap mengais rezekinya. 

"Adit sudah tidak lelah kok Pak." Adit mencium punggung tangan Herman yang duduk di kursi. 

"Mak, Adit berangkat dulu ya. Doakan Adit ya, mudah mudahan rezeki Adit hari lebih banyak dan berkah." Adit mencium punggung tangan Ibunya dan berlalu kekuar dari rumah. 

"Bismillah...," dengan mengucap basmalah Adit mulai mengayuh sepeda meninggalkan rumahnya. 

Seperti biasa target pertama Adit di pagi hari adalah pasar, karena di pagi hari banyak sekali orang berbelanja di pasar. 

"Sampeee." Adit berhenti dan menstandarkan sepedanya. 

"Kopi.. Kopi.. Kopi..,yang haus yang haus." Adit kembali menjajakan daganganya. 

"Wihhh, kemana saja Dit?, kok baru kelihatan. Biasa, kang Jumri pesan kopi hitamnya satu." Kang Jumri yang baru datang. 

"Kemarin Bapak masuk rumah sakit kang," Adit mengaduk ngaduk kopinya. 

"Memangnya sakit apa Dit, Bapak kamu?" tanya lagi Jumri. 

"Kemarin Jantung Bapak kumat, sampai Dokter bilang harus mengoprasinya." Adit memberikan kopi pesananya pada Jumri. 

"Yang sabar ya Dit," Jumri menyodorkan uang 5 ribuan pada Adit.

"Kembalianya belum ada kang?, nanti saja ya." ucapnya. 

"Gampang itu mah Dit, sudah saya kembali ke pos dulu." Jumri meninggalkan Adit. 

Adit terlihat menjajakan kembali kopi dan susunya. Dan perlahan satu persatu orang datang, menghampiri Adit untuk membeli kopi dan gorenganya. 

Matahari kini kembali terasa panas membakar kulit, seperti biasa Adit pamit untuk berpindah lokasi ke terminal yang lebih strategis untuk mangkal dirinya sampai sore. 

Alhamdulillah, hari itu rezeki adit memang benar benar sedang hoki, gorengan dan kopi susu yang ia jual kini telah habis sebelum sore. 

Adit memutuskan untuk pulang lebih awal dan pamit kepada teman teman terminalnya. 

Senyum manis merekah dari wajah tampanya. Hari ini ia benar benar bersyukur sekali. Di prempatan menunjukkan lampu hijau, dan Adit terus melajukan mengayuh dengan cepat sepedanya. 

Hingga ketika Adit melewati persimpangan, sebuah mobil berwarna merah melaju dengan kencangnya menghantam sepeda yang Adit gunakan. Adit terpental jatuh menghantam mobil yang sudah berhenti di sampingnya.

Beberapa orang yang melihat kejadian itu, segera membantu Adit yang tergeletak sambil memegang pingganya yang kesakitan akibat benturan keras.  

"Gak apa apa Dek?" tanya seseorang yang membantu membangunkan Adit. 

"Saya tidak apa apa Pak, terima kasih."  Adit masih menahan pinggangnya yang terasa sakit. 

"Tidak apa apa, apanya?, lihat jidat kamu berdarah Dek, cepat obatin!" ucap seseorang di sebelah Adit. 

"Sudah Pak, saya mau pulang saja. Saya akan obati di rumah saja." Adit berlalu menuju sepeda yang terlihat hancur akibat hantaman keras mobil. 

"Sudah jangan ngeyel." ucap seseorang yang mengajak Adit duduk di pinggir jalan dan mengobati luka di jidatnya. 

Sementara beberapa orang, membantu mengangkat sepeda Adit yang telah hancur. 

Setelah selesai Adit meminta pamit kepada orang-orang yang telah menolongnya dan membawa kembali sepeda yang sedikit telah di benarkan. 

Sepanjang jalan Adit mengerang sakit menahan pinggang bekas terhantamnya. 

Di depan rumah Adit, dirinya menyenderkan sepeda di pinggir pohon mangga. Ia lebih memilih memutar lewat samping untuk menuju kamar mandinya. Dia tak mau orangtuanya melihat dan tahu keadaan dirinya yang menyedihkan. 

Di dalam kamar mandi yang letaknya di belakang dan terpisah dari rumah, Adit melepas jaket dan kaos oblongnya secara perlahan. 

"Auwwww." Adit merintih kesakitan. 

Adit melirik bagian pinggang, dan ternyata ada memar berwarna biru. 

"Pantas saja," Adit baru mengerti ternyata lukanya tak bisa di anggap enteng. 

Sementara, terlihat Galuh yang baru saja pulang dari sekolahnya. Dia berjalan dan masuk ke halaman rumahnya. 

"Tumben, Bang adit udah pulang." Galuh yang mendapati sepeda kakanya bersender di pohon. 

"Tapi kok, kenapa Box daganganya bisa hancur?" Galuh semakin cemas. 

Galuh berlari masuk ke dalam rumah tanpa mengucap salam lagi. 

"Bu, Pak. Kak Adit mana? tanya Galuh yang terlihat cemas. 

"Adit?" tanya lagi Mak siti yang memandang Herman. 

"Galuh, Kakak mu belum pulang sedari tadi juga, mungkin sebentar lagi." jawab Herman dengan santai. 

"Kamu ini kenapa sih Neng?, Kok kaya orang habis melihat hantu saja." Mak siti yang heran melihat Galuh cemas. 

"Ayo, Mak." Galuh mengajak ibunya untuk segera keluar dari rumah."

Galuh mengajak ibunya menuju pohon mangga di halaman depan rumahnya.

"Tuh, lihat mak!, Bagaimana Galuh gak khawatir coba." Galuh memperlihatkan box dagangan Adit yang telah hancur. 

"Masya alloh Pak," mak siti kaget bukan kepalang. 

Galuh dan ibunya kembali masuk ke rumah. 

"Ada apa sih, Bu?" tanya Herman akan tetapi mak siti malah mengabaikanya. 

Dia mencari cari adit, di kamar dan di belakang rumah, tapi tetap tak menemukanya.

"Tunggu sebentar Bu," Galuh yang mendengar seseorang di dalam kamar mandi. 

"Kak, kak Adit. Kakak gak apa apa kan?" Galuh menggedor pintu kamar mandi. 

Di dalam kamar mandi, Adit semakin bingung. Dia mengambil handuk dan menutupi badanya. 

CEKLEK...

Adit membuka pintu kamar mandi dan menghampiri Adik dan Ibunya.

"Ada apa sih, bikin orang kaget saja?" tanya Adit yang baru keluar dari kamar mandi. 

Galuh memperhatikan Adit dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. 

"Kakak gak apa apa kan?" tanya lagi Galuh. 

Adit memandang galuh dan beralih memandang ibunya. 

"Adit gak apa apa kok."  Adit berputar di depan adik dan ibunya. 

Tapi tak bisa di pungkiri, pinggang Adit tiba tiba saja sakit, dan membuatnya memekik. 

"Auwwww." Adit meringis kesakitan. 

"Kamu jangan pernah bohongin emak Dit!" ucap mak siti sambil mengajak Adit masuk ke dalam rumah. 

Di dalam rumah adit di periksa oleh ibunya. Ia melepas handuk yang melilit di pingganya, dan Adit hanya menggunakan boxer saja. 

Mak siti kaget dan tercengang, ia mendapati luka memar yang serius di pinggang Adit. 

"Kamu kenapa nak?, kenapa tidak Jujur kepada ibu." Mak siti menangis. 

"Galuh cepat kau panggil tukang urut kesini!" titahnya pada Galuh yang langsung ia kerjakan. 

Herman hanya menggeleng kepala, hatinya begitu sakit melihat keadaan anak sulungnya. 

Ya alloh ya tuhanku, kenapa ini bisa terjadi pada anaku, ia mencari uang demi keluarga sampai seperti ini. 

Terpopuler

Comments

Alfie alkha

Alfie alkha

semangat

2021-05-02

2

Nur Nurhayatu

Nur Nurhayatu

Semoga lekas sembuh dit

2021-04-30

1

kai

kai

sabar kak adit.

2021-04-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!