Candra membuka kedua matanya, tapi seketika matanya menyipit karena silau oleh sinar matahari yang sangat terik. Ia mengernyit heran karena samar- samar melihat wajah seseorang yang berada di depannya.
“Candra!” panggil orang itu.
Candra masih belum menyahut walau dirinya dengar jelas orang itu memanggilnya. Wanita itu masih mencoba membuka matanya agar bisa melihat dengan jelas siapa sosok itu. Dilihat sekilas jika sosok itu adalah seorang pria.
‘Tunggu! Pria?’ batin Candra.
Matanya langsung terbuka lebar, begitu ingat jika terakhir kali dia berada di apartemennya seorang diri. Lalu bagaimana bisa tiba- tiba ada seorang pria masuk?
“Candra, bangun!” panggil sosok itu.
“Siapa?”
“Aku Juno. Mantan kamu,” jawab sosok itu tersenyum manis.
...👠👠👠...
Keringat dingin membasahi dahi hingga sekujur tubuh Candra. Wanita itu langsung terduduk dengan mata terbeliak, napasnya tidak beraturan. Candra baru saja mendapat mimpi buruk. Ya, dia baru saja memimpikan sang mantan laknat itu. Arjuno. Cowok laknat yang hobi taruhan.
“Bakal ketiban sial kayaknya gue,” gumam Candra memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.
Dengan langkah lunglai, Candra berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Tenggorokannya terasa sakit akibat terlalu banyak minum semalam.
“Ahh, lega,” gumam Candra setelah meneguk segelas air.
Lalu Candra melangkahkan kakinya menuju kamar kembali untuk merapikan tempat tidurnya dan sekalian membersihkan diri.
“Ah ya, gue belum pesen tiket,” gumam Candra. “Berangkat besok aja kali, ya?”
Selesai berberes, Candra kembali sibuk di dapur untuk memasak sarapannya seorang diri. Dia memang lebih senang memasak sendiri daripada membeli di luar. Selain bisa mengisi waktu luangnya, juga bisa menghemat pengeluarannya.
“Ngapain nih Vina telepon?” gumam Candra yang sedang berkutat dengan penggorengannya.
Candra sengaja membiarkan telepon dari Vina, tidak berniat menjawabnya untuk saat ini. Dia kembali fokus pada kegiatan memasaknya. Setelah selesai, Candra membawa hasil masakannya ke ruang tengah.
“Aih, enak nih,” gumam Candra.
Dering telepon kembali menginterupsinya, lagi- lagi Vina yang menelponnya. Candra mendengus sebal.
“Nggak kerja dia?"
“Halo, Vin?”
“Lo sibuk, ya?”
“Hmm, nggak sih. Kenapa?”
“Kenapa telpon gue nggak lo jawab, Bege?” pekik Vina dari seberang sana.
“Astaga, gue belom bangun tadi. Kenapa lo telpon?”
“Lo ikut reuni, ya? Please! Lo nggak kangen sama Lia dan kawan- kawan apa?”
“Kapan sih reuninya?” tanya Candra memutar bola matanya malas.
“Minggu depan,” jawab Vina cengengesan.
Candra memang sengaja belum memberitahu siapa pun perihal kepulangannya besok, rencananya dia ingin memberi kejutan pada orang- orang di sana. Namun dia kembali berpikir, jika tidak memberitahu, siapa nanti yang akan menjemputnya?
“Besok gue balik, Vin,” ucap Candra akhirnya.
“Lho? Cepet amat? Lo udah nggak betah di Paris?”
“Kagak, gue ada kerjaan di Indonesia. Jemput gue besok, ya?”
“Jam berapa?”
“Besok penerbangan gue pagi, malem paling sampe Indo. Besok gue kabarin lagi deh.”
“Oke, hati- hati di jalan. See you.”
Telepon di akhiri, Candra kembali menikmati sarapannya. Tangan kirinya sibuk dengan remote televisi. Wanita itu tertawa ngakak ketika melihat wajahnya terpampang di sebuah siaran berita lokal.
“Cantik juga gue,” gumam Candra.
Selesai sarapan, Candra mulai membereskan apartemennya. Mengemas pakaian yang hendak dibawa besok. Selama beberapa jam Candra benar- benar berkutat di dalam apartemennya.
“Huh, capek juga,” ucap Candra merebahkan diri di atas karpet kamarnya.
“Anjier, kok udah jam segini?”
Wanita itu bergegas mandi dan berpakaian. Rencananya Candra hendak jalan- jalan disekitaran kota untuk mencari inspirasi guna gaun yang akan dipakai Nayla nanti, juga beberapa gaun yang sedang dikerjakannya. Candra memutuskan untuk berjalan- jalan di Sungai Seine, menikmati pemandangan malam dari tepi sungai ini. Candra sudah sering datang kemari, entah sendiri atau beberapa kali bersama dengan Eric.
“Laper,” gumam Candra memperhatikan sekitarnya untuk mencari penjual makanan.
Pilihan Candra jatuh pada sebuah resto terapung dengan dekorasi romantis. Dalam hati Candra merasa menyesal memilih datang ke Sungai Seine.
“Ckck, harusnya gue ajak si Eric.”
Candra memesan beberapa makanan dan secangkir kopi sebagai penutup. Selesai dengan makanannya, Candra mulai sibuk dengan kertas dan pensilnya. Sesekali matanya memandang kerlip lampu di Sungai Seine. Candra menopang dagunya, tersenyum samar menikmati suasana malam di tempat ini.
Memejamkan mata sejenak menikmati semilir angin yang berhembus membuat Candra terbuai. Suara ramai disekitarnya perlahan memudar, terganti dengan alunan musik lembut. Candra masih bertahan di resto ini, tempat ini ternyata mampu membuatnya betah.
“Kenapa gue baru ke sini sih? Kemarin- kemarin kemana aja gue?” gumam Candra, kembali mencoret- coret kertasnya.
Lama- kelamaan mulai terlihat sebuah sket dan desain abstrak sebuah gaun. Candra tersenyum puas dengan hasil gambarnya.
“Lumayan juga,” gumam Candra.
Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar kertas- kertas itu, lalu dia kirimkan kepada Vina untuk pamer. Sudah sejak lama sahabatnya itu ingin terbang ke Paris, tapi belum ada waktu dan akhirnya sampai sekarang belum bisa terwujud.
“Yakin si Vina komuknya jelek banget,” ucap Candra tertawa puas.
“Eh, tapi tuh orang paling juga udah tidur.”
...🥊🥊🥊...
Malam makin larut, udara malam pun semakin terasa menusuk. Candra memutuskan untuk mengakhiri perburuan idenya. Lagipula besok pagi dirinya akan ada penerbangan. Candra tidak mau terlambat untuk besok. Selama jalan pulang, Candra masih menyempatkan diri mengambil beberapa foto tempat- tempat yang dilewatinya.
“Au Revoir,” gumam Candra.
Dia akan sangat merindukan suasana kota ini juga orang- orang di sini. Tiba- tiba perasaan sedih menghinggapi pikirannya. Candra sudah terlanjut jatuh cinta dengan kota ini. Sebenarnya berat baginya meninggalkan kota yang menjadi saksi bisu bagaimana perjuangan Candra dari titik terendah hingga kini mulai mencapai suksesnya.
“Kenapa gue jadi mellow gini sih? Tenang, Can!” gumam Candra mendongakkan kepala, menahan agar air matanya tidak jatuh membasahi pipi.
“Lo sesedih ini kayak nggak bakal balik ke sini lagi. Inget, Can! Hidup lo di sini, lo pasti balik lagi. Lo cuma pergi sebentar, tempat lo pulang di sini. Iya, kan?”
Air mata yang sudah meleleh segera di hapus dan Candra kembali melanjutkan langkahnya menuju apartemen. Jarak apartemennya sudah dekat. Namun langkahnya terhenti ketika melihat seseorang berdiri di dekat pintu masuk apartemen. Candra mengernyit melihat Eric berdiri di sana.
“What are you doing here?” tanya Candra mengernyitkan dahi.
“I am waiting for you.”
“What’s wrong?”
“Can you not go?” tanya Eric, membuat kernyitan di dahi Candra bertambah.
“Je t’aime,” tembak Eric untuk kesekian kalinya.
“Mais je ne t’aime pas,” jawab Candra tegas. “How many times have I said that?”
“Can’t you give me a chance?” tanya Eric dengan wajah memelas dan berharap.
“Nggak bisa,” jawab Candra dengan gelengan kepala.
Eric mengangguk paham. “Alright, but don’t forget this.”
CUP!
Mata Candra membulat sempurna, merasakan benda kenyal di bibirnya. Tiba- tiba saja dia terdiam membeku.
...👠👠👠...
Tertanda: Otor Cangtip ☺☺☺
Sungai Seine
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🦋⃟ℛ⚜️ʜᴇʟʟᴇɴ⭐️🌸💜ᴬ∙ᴴ࿐
Vina sama banget kita. Lebih suka makanan masakan sendiri daripada makan di luar. Sudah muak dan bosan ya kan?
2022-06-22
4
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞ѕ¢🦐 ⧗⃟ᷢʷ
etdah ternyata cuma mimpi ketemu mantan lucknutnya 😏
2022-06-22
1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kirain beneran ketemu mantan ternyata cuma mimpi🙄🙄
2022-06-22
2