Persiapan demi persiapan telah dilaksanakan. Hila dan Elang akan melangsungkan pernikahan sekitar dua minggu lagi. Hari ini, Elang dan Hila akan bertemu. Kedua orang tua mereka, meminta mereka bertemu agar semakin dekat. Tentu saja, Hila begitu malas dan tak semangat. Ponsel Hila pun berdering, sepertinya Elang memanggilnya.
"Halo, siapa ini?" sapa Hila lewat teleponnya.
"Aku Elang," jawabnya.
Sudah kuduga, itu dirimu. Batin Hila.
"Oh iya, ada apa?" tanya Hila malas.
"Aku disuruh orang tuaku untuk bertemu denganmu. Aku akan memberikan kartu undangan yang telah selesai," ucap Elang.
Aku sudah tahu, aku pun disuruh Papaku untuk bertemu denganmu! Hila berbicara dalam hatinya lagi.
"Iya, aku sudah tahu,“ ujar Hila.
"Bisakah kita bertemu?" tanya Elang.
"Bisa," Hila jutek.
"Mau bertemu dimana? Apa aku jemput kamu saja?" Elang menawarkan diri.
"Tak perlu, aku sendiri saja! Kita bertemu di cafe mawar saja," ucap Hila.
"Baiklah, aku ke sana sekarang," ucap Elang.
Tak perlu kau manis padaku, karena aku pasti mengecewakanmu. Aku bingung dengan semua ini. Di satu sisi, aku menyesal kabur ke Swiss dan aku pun akhirnya kehilangan kesucian ku. Di satu sisi, ternyata lelaki yang dijodohkan denganku, tak seperti yang aku bayangkan. Ternyata dia tampan, dan sepertinya laki-laki baik. Sudah kuduga, aku pasti membuatnya kecewa. Aku begitu malas melanjutkan perjodohan ini, apalagi ... hatiku selalu teringat lelaki itu. Bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja sekarang? Aarrggghhh ya Tuhan, kenapa aku harus memikirkannya? Batin Hila.
...🌸🌸🌸...
Elang telah duduk di meja cafe mawar. Hila bisa melihat Elang dari kejauhan. Hila pun berjalan mendekati Elang. Entah mengapa, Hila begitu malas bersama Elang. Hila merasa, Elang bukan lelaki yang tepat untuknya. Namun, semua ini telah terlanjur, dan mereka tak bisa lagi menolak akan perjodohan ini.
"Udah nunggu lama?" ucap Hila mengagetkan Elang.
"Baru aja, kok. Silahkan duduk," ucap Elang.
"Terima kasih,"
Jangan terlalu baik padaku, aku akan mengecewakanmu. Aku tahu, kau pun memaksakan diri untuk bersikap baik. Jangan begini, kalau kau begini, membuat aku semakin merasa bersalah. Batin Hila.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Elang.
"Tak perlu, langsung saja berikan kartu undangannya padaku, karena aku tak bisa lama-lama." Jawab Hila datar.
"Baiklah, ini 500 undangan untuk keluarga dan rekan-mu," Elang menyerahkan handbag yang berisi kartu undangan.
"Terima kasih," Hila begitu cuek.
"Kita makan siang dulu saja ... Hil," Elang begitu ragu menyebut nama Hila.
"Tak perlu, aku tak lapar." ucap Hila.
"Kalau begitu, aku antar kamu pulang." ucap Elang.
"Aku bisa sendiri, tak usah diantar!" jawab Hila ketus.
"Maaf, aku tak bisa menuruti perkataan mu. Mamaku mengetahui kamu berangkat sendiri ke cafe ini. Jadi, aku tak boleh membiarkanmu pulang sendiri juga. Menurut lah, karena aku adalah calon suamimu!" suara Elang sedikit meninggi.
DEG. Hila merasa muak mendengar Elang berkata bahwa ia calon suaminya. Hila sudah bisa memprediksi, jika nanti Elang tahu bahwa dirinya sudah tak suci lagi, mungkin saja Elang akan membenci dirinya.
Aku sudah tak peduli dengan kehidupanku selanjutnya. Jika Elang bisa menerima kekuranganku ini, mungkin hubungan rumah tanggaku dengannya akan tetap baik. Tapi, jika Elang marah dan menyesal, sudah dipastikan hubungan ini pasti akan berakhir. Aku muak dengan hidupku yang terlalu diatur. Aku ingin bebas, aku ingin hidup sendiri. Keluh Hila dalam hati.
"Terserahlah. Kalau begitu, antar aku pulang sekarang!" ucap Hila.
"Baiklah, ayo kita pulang." Elang mengalah.
Wanita yang tak sopan, dan tak beradab. Bisa-bisanya Ayah menjodohkan aku dengan wanita seperti ini. Aku muak, tapi aku tak bisa apa-apa. Apakah aku harus benar-benar mencoba jatuh cinta padanya? Batin Elang.
Elang dan Hila pun pulang bersama. Tak ada satupun suara yang keluar dari mulut merek berdua. Sepanjang jalan, yang tercipta hanyalah keheningan saja. Baik Hila ataupun Elang, mereka sama-sama cuek. Setelah Elang selesai mengantar Hila, Elang segera menuju rumah Calandra, sang Bos, karena Elang pun harus memberi kartu undangan kepada Bos nya.
...🌸🌸🌸...
Rumah Calandra ...
Elang kini semakin pintar, kinerjanya benar-benar bagus. Ia mengikuti jejak sang Ayah, menjadi sekretaris yang handal dan cekatan. Pantas saja, Keluarga Raharsya, kini begitu mempercayainya. Setengah jam perjalanan, waktu yang ditempuh Elang untuk sampai di kediaman Bos nya. Ia pun segera masuk dan memberi tahu Sang Bos.
"Siang, Bosque!" Sapa Elang pada Andra yang sedang duduk bersantai di taman rumahnya.
"Eh, Elang!" Sapa Andra.
"Bos, sibuk gak?"
"Enggak, kenapa? Ada apa?" tanya Andra.
"Gue mau ngasih lu kartu undangan, Bos. Ini buat semua keluarga Raharsya." ucap Elang.
Andra melihat kartu undangan tersebut, "Cielah, elu jadi kawin juga, Lang. Bener deh, perjodohan yang amat menyakitkan!"
"Bosque, udah deh. Diem mulut lu! Jangan ngomporin melulu." Elang terlihat kesal.
"Galak bener calon penganten. Mana? Undangannya buat siapa aja?" Andra melihat-lihat.
"Ini untuk Tuan Davian sama Nyonya, ini untuk Bosque sama Nona Nisha, dan ini ada untuk keluarga Tuan Rangga. Apa mereka bisa hadir nanti?" tanya Elang.
"Apih Rangga sama Amih Tira gak tahu deh. Mereka kan di Swiss. Eh iya, lagian juga si Gara abis kena luka tembak beberapa minggu yang lalu. Kayaknya kecil kemungkinan mereka bisa datang kesini." ucap Andra.
"Wah, kok bisa kena luka tembak? Gara itu anaknya Tuan Rangga kan?" tanya Elang.
"Iya, si Gara gak ngasih tahu apa penyebab dia tertembak. Dia masih terus saja bungkam. Entahlah, sepertinya dia terjerat jaringan mafia-mafia gitu, makanya sekarang Apih Rangga sama Amih itu jaga dia begitu ketat. Si Gara gak boleh keluar rumah selain kuliah. Waktu gue nelepon, dia belum bisa jalan, gak tahu deh kalau sekarang. Gue jadi penasaran, gimana kabarnya dia, apa gue telepon aja ya? Sekalian ngabarin bahwa sekretaris gue mau kawin." Andra terkekeh.
"Ide bagus, Bos. Setidaknya, walaupun mereka gak bisa hadir, tapi kita sudah mengundangnya." ucap Elang.
"Oke bentar, gue sambungin dulu video call sama Si Gara!" Ucap Andra.
Selang beberapa detik, video call pun tersambung. Sagara mengangkat telepon Andra. Gara sedang duduk menyandar di ranjangnya. Gara terlihat tak semangat, ia begitu lesu. Bisa terlihat dari wajahnya yang memenuhi layar ponsel Andra.
"Halo Gar! Apa kabar? Gimana? Udah baikan belum? Kok masih di ranjang terus sih!" Ucap Andra.
"Aku tak boleh kemana-mana, Ndra. Aku benar-benar dikurung. Ayah benar-benar menyebalkan. Padahal, kakiku mulai normal dan aku mulai bisa berjalan." ucap Gara pada Andra.
"Sabar lah dulu, mungkin memang belum saatnya kamu keluar rumah. Oh iya, ada kabar baik nih, dari Elang, sekretarisku. Dia akan menikah, dan dia mengundangmu juga Apih dan Amih!" Ucap Andra semangat.
"Oh ya? Siapa sekretarismu itu namanya? Aku lupa!"
"Nih, ngobrol sama dia, Gar." Andra memberikan ponselnya pada Elang.
"Halo, Tuan Gara, saya Elang, sekretarisnya Bosque Andra. Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa Tuan Gara. Tapi, saya akan tetap memberi tahu, bahwa saya sebentar lagi akan menikah, dan saya mengundang Tuan di acara pernikahan saya. Kalau pun Tuan tak bisa hadir, tak apa, karena saya mengerti. Saya hanya menyampaikan pesan dari kedua orang tua saya saja." Elang tersenyum.
"Ah, selamat berbahagia ya, kurasa, aku tak bisa hadir di pesta pernikahanmu, Elang. Maafkan aku. Mungkin, jika diizinkan oleh Ayahku, aku pasti akan hadir." ucap Gara.
"Nih, Gar, kamu lihat kartu undangannya. Cakep banget, kan?" Andra menunjukkan kartu undangan Elang dan Hila.
"Wah, memang keren sekali. Selamat menikah sekali lagi, semoga kamu bahagia." ucap Gara sambil memperhatikan nama pengantin wanita yang tertera di kartu undangan yang diperlihatkan oleh Andra.
Elang, dan ...
Siapa itu? Elang Mahesa dan .... Hi, Hila? ... apa? Hila? Ah, sepertinya bukan!
Hi, Hi ... Ra .... Ah, iya! Hira ....
Hira? ... tulisannya kurang jelas. Tapi, kurasa kalimatnya itu memang Hira. Nama calon istri Elang, mengingatkan aku pada sosok gadis yang selama ini selalu terbayang-bayang dalam hidupku. Gadis yang menyimpan kenangan indah sekaligus kenangan buruk di hidupku. Hila ... Sahila, aku sangat merindukannya! Kalau saja aku tahu dimana Hila berada? Mungkin aku akan segera menemuinya. Kalau saja aku dibebaskan oleh Ayah, aku akan segera ke Indonesia menyusul Hila dsn mencarinya ... Batin Gara.
Gara yang sedang melamun, terlihat dilayar ponsel Andra. Andra pun memanggil Gara dengan keras, dan membuyarkan lamunannya.
"Gar, Gara! Kamu kenapa? Kok malah ngelamun, sih?" tanya Andra mengagetkan Gara.
"Ah, so-sorry, aku gak fokus barusan. Maaf, Ndra! Kenapa, kenapa?" lamunan Gara pun buyar karena satu nama yang melekat dihatinya.
*Bersambung*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Poeronetea Yenni
siyi pinisirin....linjitkin thirrrr....simingittt💪💪💪😂😂😂😂😍😍😍
2021-07-18
0
Ita Sinta
kaya nya nikah nya g akan jd
2021-05-26
3
Kamaleea Sae Riche
oh ini cerita tentang anaknya om rangga dan tira yg asisten istrinya davian ya thor?
kayaknya dl pny anak angkat cewek. siapa ya lupa
2021-05-11
0