"Apa lagi belum puas lo liatin gue" ujar Jihan percaya diri.
"Ternyata tingkat narsis lo tinggi juga, sini lo" ucap Dwi menggelengkan kepalanya.
"Ngapain lagi males gue" ucap Jihan namun bukannya menjauh justru mendekat.
Dwi tersenyum dengan tingkah Jihan yang sangat menggemaskan menurutnya. Pasalnya kata dan kelakuan bertolak belakang.
"Mah pah kenalin dia Jihan istri Dwi menantu kalian, Jihan mereka Mamah dan Papah aku" ucap Dwi.
"Salam kenal Mah pah" ucap Jihan sembari mencium tangan ke dua mertuanya.
"Udah, keburu hujan" ucap Jihan pergi.
"Ya udah, mau gue bantu gak" tanya Dwi.
"Gak" ucap Jihan singkat lalu pergi.
Jihan berjalan cepat ke luar karena dia sudah tidak bisa menahan air matanya yang terus saja mengalir, di depan semua orang Jihan bisa bertingkah santai dan berbicara asal tapi hatinya tidak bisa di bohongi Jihan menangis sembari mengangkat jemuran tak berselang lama hujan turun dengan derasnya membuat Jihan berhenti dan duduk di bangku dekat jemuran.
"Hujan terima kasih kau datang di waktu yang tepat" ucap Jihan sembari menadahkan wajahnya ke atas.
Jihan menangis sejadi jadinya mengeluarkan semua unek unek ny yang ada di dalam hatinya Jihan sangat menikmati hujan karena saat hujan lah dia bisa menangis tanpa siapapun tau.
"Wi kamu lihat Jihan gak" tanya Mama Jihan.
"Gak Mah, tadi dia bilang mau Angkat jemuran si Mah" ucap Dwi.
"Masa si, ini udah hujan tapi dia tidak ada di rumah di kamar juga gak ada" ucap Mama Jihan panik.
"Mah pasti Jihan ada di suatu tempat, dia gak akan melakukan hal yang membahayakan dirinya" ucap Dwi menenangkan.
"Apa dia main hujan lagi bener bener tuh anak" ucap Mama Jihan.
"Dia suka main hujan Mah" tanya Dwi.
Dwi kemudian berlari dengan sebuah payung di tangannya. Dwi terus mencari Jihan dan benar saja kalau Jihan sedang di bawah hujan deras Jihan terlihat sangat menikmati hujan dengan baju baju yang masih di pelukannya. Dwi sangat khawatir pasalnya hujan turun dengan sangat lebat.
"Hey lo ngapain di sini gak liat apa kalau hujannya deras banget" ucap Dwi saat berada di samping Jihan dengan payung yang menghindarinya dari hujan.
"Apa peduli lo" ucap Jihan masih tidak membuka matanya.
"Gue peduli karena gue sayang" ucao Dwi serius.
"Makasih tapi itu gak penting sekarang" ucap Jihan santai dengan air mata yang terus saja mengalir.
"Iya yang penting sekarang lo masuk ke rumah" ucap Dwi tegas.
"Percumah lo tegas gitu sama gue, gak mempan mending lo pergi biarin gue bertemankan hujan" ucap Jihan.
Dwi tidak menghiraukan omongan Jihan, karena wajah zjihan tertutup payung yang Dwi bawa membuat Dwi bisa melihat dengan jelas air mata yang mengalir di wajah Jihan. Dwi tau kalau Jihan tidak ingin membuka matanya karena Jihan tidak ingin melihatnya.
"Gue gak mau masuk kalau lo gak ikut masuk sama gue" ucap Dwi lembut berharap Jihan mau mendengarkannya.
"Dwi Putra Suseno kenapa lo pilih gue hah" ujar Jihan membuka matanya menatap tajam Dwi.
"Haruskah gue jawab" ucap Dwi.
"Sudah ku duga itulah yang akan keluar dari mulutmu, sudahlah pergi lo dari sini dan jauhkan payung ini dariku" ucao Jihan kembali menutup matanya.
Dwi mengikuti ucapan Jihan dengan membuang payung tersebut namun tidak dengan perintah Jihan untuk menjauh, Dwi justru duduk di samping Jihan sembari melakukam hal yang sama seperti Jihan.
"Kenapa masih di sini, hujan ini tidak cocok untukmu" ucap Jihan.
"Kenapa lo peduli" tanya Dwi.
"Gue gak peduli gue cuma mau sendiri" ucap Jihan.
Semua orang yang melihat kelakuan ke duanya menjadi geram, bukannya menghindar mereka justru menikmati hujan. Hanya Mama Jihan yang terlihat panik karena takut menantunya jatuh sakit pasalnya Jihan sudah terbiasa dengan hujan berbeda dengan Dwi anak pengusaha yang selalu dalam lindungan.
"Bang tarik Jihan ke rumah" perintah Mama Jihan.
"Males Mah, lagian mereka lagi menikmati hujan bersama kan sosweet" ucap Jovan malas.
"Tapi Bang" ujar ucap Mama memohon.
"Iya iya" ucap Jovan lesu.
Jovan menghampiri Jihan dan menggendongnya ala bridal style membuat Jihan tersentak sedangkan Dwi yang melihat hanya tersenyum karena memang tidak ada cara lain selain menggendongnya.
Jovan berjalan dengan cepat ke rumah karena Jihan terus saja memberontak, sampai di teras Jihan meloncat dengan cepat membuat semua orang menggelengkan kepalanya dengan tingkah Jihan. Jihan menatap Abangnya tajm lalu berlalu ke kamarnya.
"Nak Dwi gantilah bajumu, nanti kamu sakit" ucap Mama Jihan.
"Iya Ma permisi" ucap Dwi sopan.
Dwi pergienyusul Jihan yang sudah lebih dulu pergi, Dwi masuk ke dalam kamar ragu ragu takut Jihan marah. Dwi membuka pintu kamar dengan sangat perlahan Dwi hanya memasukkan kepalanya mencari keberadaan Jihan.
"Masuklah atau lo harus ngepel" ucap Jihan dingin.
"Bolehkan" tanya Dwi ragu.
Jihan tidak menjawab, Dwi yang merasa diamnya Jihan adalah sebuah izin untuk masuk. Dwi dengan cepat berjalan masuk ke dalam kamar dan menghampiri Jihan yang sedang duduk di dekat jendela kamar.
"Kenapa belum ganti, nanti kamu kedinginan" ujar Dwi lembut.
"Jangan pikirin gue pikir aja diri lo sendiri" ucap Jihan cuek.
"Huh.... lo jadi orang susah banget di omongin si sekarang semua terserah lo" ucap Dwi dingin kemudian berjalan ke kamar mandi dan menutup pintu dengan keras.
"Hai hujan kau tau hari ini semua mimpi gue hancur, menurut mu bisakah gue menjalani ini semua dengan semestinya, hujan kau tau hari ini adalah pertama kalinya gue hancur yang sehancur hancurnya gue berusaha acuh gue berusaha santai badan gue bisa tapi hati gue gak. Hujan kau tau semua tentang gue kau tau sifat gue salahkah jika gue acuh kepadanya gue dingin padanya padahal gue lakukan supaya gue gak tumbang di depannya. Mampukah gue menyadarkan hati ini untuk menerima semua ini mampukah gue menjalani semua ini gue akan berusaha keras untuk ini mungkin ini permainan takdir yang harus gue lalui terima kasih sudah mau menemaniku hujan" ucap Jihan dengan derai air mata.
Dwi yang sudah selesai dari tadi dan hendak keluar dari kamar mandi mengurungkan niatnya karena mendengar semua keluh kesah ya g sedang Jihan katakan kepada hujan.
"Ji maafin gue gue gak bermaksud buat lo sehancur ini, maafin gue karena gue gak bisa menahan diri gue saat lo deket sama laki laki lain. Gue gak minta cinta dari lo tapi gue cuma minta lo bisa menerima gue di sisih lo, gue yakin lo pasti bis menjalankan semua ini dengan hati lo" ujar Dwi menangis di balik pintu kamar mandi.
Setelah menenangkan hatinya Dwi keluar seolah olah tidak mendengar apapun Dwi membawa handuk dan membalutkannya di tubuh Jihan kemudian duduk tepat di depan Jihan namun Jihan tak bergeming.
"Ji maafin gue" ucap Dwi menatap Jihan namun Jihan masih setia dengan diam.
"Gue tau lo sulit buat terima ini sekali lagi gue minta maaf ini emang salah gue gue udah lama suka sama lo tapi gak pernah dapt kesempatan buat ngomong sama lo maaf kalau gue ambil jalan ini" ucap Dwi penuh penyesalan.
"Sulit, jauh dari kata itu gue hancur" ucap Jihan lalu pergi untuk mengganti pakaiannya.
Dwi yang melihat Jihan pergi hanya menarik nafasnya panjang kemudian Dwi keluar dari kamar dengan wajah bahagia. Karena baik Jihan maupin Dwi sangat pandai menyembunyikan raut wajahnya. Dwi duduk di samping Jovan yang sedang asik main geam.
"Wi mana menantu Mama" tanya Mama Dwi.
"Ih Mama mantunya aja yang di tanyain anak sendiri di lupain" cibir Dwi.
"Biarin" ucap Mama Dwi acuh.
"Jeng berlakulah adil kasihan Dwi" ucap Mama Jihan yang duduk di samping Mama Dwi.
"Udah jangan pikirin dia yang harus kita pikirin adalah Jihan aku takut Jihan nekad" ucap Mama Dwi.
"Jihan bukan anak yang seperti itu, Jihan adalah anak yang akan terus berjuang sampai titik akhir walau hasilnya mengecewakan" ucap Mama Jihan.
Saat semua orang sedang membicarakannya Jihan keluar dengan tenangnya dia melewati semua orang kemudian duduk di samping Jovan dengan keras membuat Jovan menatapnya tajam.
"Main geam sendirian aja lo Bang, sini gue ikut tapi ganti dulu tuh geam" ucap Jihan membuat Jovan tersenyum.
Jihan mengambil stik geam lalu serius dengan geamnya, Jihan bahkan tidak menghiraukan Dwi yang duduk di samping Jovan dengan cemilan di pangkuannya. Jihan bahkan terlihat sangat santai saat ke dua mertuanya duduk bersama.
"Bang kalau gue menang lo kasih gue uang deal" ucap Jihan membuat Jovan malas.
"Gak ada uang" ucap Jovan tersenyum licik.
"Abang kan udah janji pas terakhir main kalau Jihan menang kasih uang" ucap Jihan mengingatkan.
"Itukan dulu sekarang beda lah, lo minta aja sama suami lo buat apa suami tajir gak lo mintain duit" ledek Jovan membuat semua orang tersenyum kecuali Jihan.
"Tau ah, males" ucap Jihan berhenti bermain lalu mengambil toples yang ada di pangkuan Dwi.
"Bilang aja mau makan, bilangnya males Wi lanjut" ucap Jovan.
"Oke" ucap Dwi semangat.
Jihan hanya melihat Abang dan suaminya bermain sembari terus ngemil. Beberapa kemudian ponsel Jovan berbunyi yang ternyata Mona yang menghubunginya dengan cepat Jihan menjawab telfon tersebut.
"Hallo, Mon ini gue Jihan Abng lagi main geam mau ngomong sama Abang" tanya Jihan.
"Gak Ji, gue mau ngomong sama lo tapi ponsel lo gak aktif" ucap Mona.
"Oh iya gue lupa ponsel gue mati emang ada apa" ucap Jihan.
"Gue cuma mau kasih tau kalau besok kita gak jadi ulangan bu fatma sakit jadi di ganti dengan pelajaran olahraga katanya si buat refres otak kita sebelum ujian" ucap Mona.
"Oh oke" ucap Jihan dingin.
"Iya lo baik baik aja kan" tanya Mona khawatir.
"Gue baik ada yang mau di omongin lagi" tanya Jihan.
"Gak ya udah bye " ucap Mona.
"Bye" jawab Jihan mematikan ponselnya.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote like dan Komennya ya ...
Happy readers.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments