Perkelahian

Hari-hari berikutnya dilewati dengan jam belajar yang semakin ketat. Saat jam istirahat, Dzaki, Aleya dan Sam menghabiskan waktu bersama di kantin sekolah sambil mengerjakan contoh-contoh soal olimpiade.

Dzaki semakin berani memperlihatkan perhatiannya kepada Aleya. Dari kelas X IPA 1 hanya perlu melewati sebuah lapangan volly untuk sampai di kantin tapi saat jam istirahat tiba, Dzaki sengaja mengambil rute yang lebih jauh dan menjemput Aleya di kelasnya. Tidak segan-segan dia juga membawakan semua buku Aleya ke kantin. Begitupun saat jam istirahat berakhir, Dzaki akan mengantar Aleya ke kelas XI IPA 1 sambil membawakan buku-bukunya lalu melewati lab biologi, lab fisika dan melintas di lapangan basket untuk kembali ke kelasnya.

Saat di kantin, Dzaki dengan sigap langsung mengambil satu air mineral dari atas showcase, air putih dengan suhu ruangan untuk Aleya. Dalam waktu beberapa hari, Dzaki sudah tahu banyak hal yang disukai dan tidak disukai oleh Aleya, termasuk Aleya yang tidak suka minum air putih yang dingin.

Seminggu setelah kejadiaan didepan warung bakso, akhirnya perban yang beberapa hari ini menutupi sebagian pipi kanan Aleya dilepas. Saat pertama kali melihat Aleya tanpa perban di wajahnya, Dzaki hanya terdiam memandang Aleya dengan ekspresi sedih. Berbeda dengan Dzaki, Sam justru berteriak heboh.

"ALEYA, KAMU HARUS KE DOKTER KULIT. HARUS!!"

Aleya hanya tersenyum kecut.

"Kak Sam kok berisik banget, cuma bekas kecil kok" Aleya malu-malu menutupi bekas lukanya.

"Yaa walaupun kecil, wajah itu aset untuk para gadis. Gak bisa dihilangkan gitu, belum ada alatnya ya?" Sam masih panik menatap wajah Aleya.

"Kata dokter bekasnya akan memudar kalau sudah lama kak, apalagi kulit Aleya kan masih muda" Aleya mulai memanyunkan bibirnya.

"Kalau ternyata bekasnya tidak memudar, kamu harus meminta ganti rugi sebesar-besarnya ke Ade, OK?" Sam melirik Dzaki berniat mengerjainya.

Wajar jika Sam panik, bekas jahitan sepanjang ±1 cm itu menurutnya cukup merusak pemandangan karena letaknya yang sangat mencolok.

Mendengar ucapan Sam, Aleya melirik ke arah Dzaki yang masih saja terdiam memandang wajah Aleya. Dari matanya terlihat jelas kalau Dzaki lagi-lagi menyesali dirinya karena hari itu dia mendorong Aleya terlalu kencang.

Aleya hanya tersenyum dan dibalas dengan senyum tipis oleh Dzaki

***

Akhirnya hari penyaringan pra-ISO telah tiba setelah dua minggu penuh Dzaki, Aleya dan Sam menjalani kelas ekstra. Dzaki mengikuti olimpiade kimia, Aleya di Fisika sedangkan Sam mengikuti olimpiade matematika.

Olimpiade yang diadakan di UNAS Jakarta tersebut diikuti oleh 374 peserta yang merupakan siswa dan siswi terbaik se DKI-Jakarta. Semua peserta sudah berkumpul di ruangan yang disediakan oleh panitia berdasarkan jenis olimpiade yang diikuti.

Setelah dua jam berlalu, satu persatu peserta sudah keluar meninggalkan ruangan pelaksanaan olimpiade. Di beberapa titik tampak peserta olimpiade mendiskusikan jawaban mereka dengan peserta lain. Di wajah mereka terlihat rasa puas telah memberikan yang terbaik sebisa mereka, lelah yang telah terbayar dengan rasa bangga.

***

Di dekat parkiran UNAS.

"Ade kamu duluan aja, kasian Pak Mendi kelamaan menunggu, biar aku yang nemenin Aleya menunggu jemputan"

"Gak papa kok kak, sekalian aku mau liat-liat suasana kampus seperti apa" ucap Dzaki.

Tidak jauh dari tempat mereka menunggu, ada empat mahasiswa yang sedang mengobrol santai. Dua dari mereka hanya menggunakan baju kaos dipadukan dengan celana jeans, salah satunya memakai sandal jepit dan satunya lagi memakai sneakers yang bagian tumitnya dibiarkan terinjak, mungkin mereka ke kampus hanya untuk melewatkan waktu bersama teman-temannya. Sedangkan dua orang lainnya tampak lebih rapi dengan atasan kemeja dan sepatu yang diikat rapi.

"Dari SMA mana lo? tanya mahasiswa yang memakai sandal jepit sambil menatap Sam.

"Rajawali kak" Sam menjawab sambil tersenyum, walaupun dalam hatinya dia dongkol dengan tingkah mahasiswa itu "karena udah mahasiswa, makanya belagu begitu" gumamnya dalam hati.

"Waah muridnya nyokap lo dong han" lanjut mahasiswa yang memakai sneakers.

"Nyokap gue udah pensiun kale" jawab mahasiswa yang memaki kemeja kotak-kotak.

"Boleh juga nih" mahasiswa yang memakai sneakers berjalan mendekat sambil menatap Aleya.

"boleh kenalan gak? gue Anton, mereka Rico, Burhan dan Ari" lanjutnya sambil menunjuk kearah temannya secara bergantian. Rico yang memakai sandal jepit, Burhan yang memakai kemeja kotak-kotak dan Ari yang sejak tadi hanya terdiam memakai kemeja biru polos. Lalu Anton menyalami Sam, Dzaki dan Aleya satu per satu. Saat bersalaman dengan Aleya, Anton menatap wajah Aleya sambil menahan tawa.

Dzaki yang melihat ekpresi Anton mulai merasa aneh.

"Cantik sih, tapi produk cacat bro" Anton tertawa sambil berjalan menuju temannya dan diikuti dengan suara tawa ketiga temannya yang lain.

Mendengar itu Aleya seketika menunduk karena terlalu malu, wajahnya terasa panas, sambil memegang bekas jahitan di wajahnya, Aleya berusaha menahan air matanya dengan mengedip-ngedipkan matanya.

Dzaki yang langsung terbakar emosi sudah mengepalkan tinjunya tapi dengan sigap Sam menahannya dan menggelengkan kepalanya ke arah Dzaki.

"Jangan diladeni De" bisik Sam

"Kalau banting harga mungkin masih ada harapan bro, hahahaha" sambung Ari.

"Gak lah bro, cacatnya di daerah fatal. Malu gue kalau mau diajak nongkrong bareng" balas Anton.

Mendengar itu Dzaki langsung menghentakkan tangannya yang dipegang oleh Sam, emosinya sudah tersulut dan tanpa pikir panjang dia berlari ke arah Anton yang masih berjalan membelakanginya sambil mengepalkan tangannya.

"ADEE, JANGAN!!" Aleya berteriak tapi tinju Ade lebih dulu mendarat di kepala Anton.

Anton terdorong ke depan, belum sempat memperbaiki posisi berdirinya, Dzaki sudah menendang pangkal pahanya sehingga tubuh Anton tersungkur ke tanah. Melihat Anton yang diserang, Rico, Burhan dan Ari berlari menuju tempat Dzaki dan Anton. Burhan langsung menghampiri Anton sementara Rico dan Ari menyerang Dzaki secara membabi buta.

Makian dan umpatan mengikuti setiap kepalan tinju dan tendangan yang mendarat di tubuh Dzaki, sementara Sam yang berusaha melerai mereka malah ikut-ikutan terkena pukulan. Melihat Dzaki dan Sam yang dihajar habis-habisan

"Toloong, tolong,. Pak Mendi, tolong pak" Aleya menangis sejadi-jadinya

Pak Mendi yang melihat kejadian itu dari dalam mobil segera menghampiri majikannya.

Setelah merasa puas mendaratkan pukulannya, Rico menarik kerah seragam Dzaki dengan sebelah tangannya dan mendorongnya ke arah Anton yang sudah bergabung bersama mereka. Anton lalu menangkap tubuh Dzaki lalu mencengkram pipi Dzaki. Sementara Sam yang masih meringkuk setelah dipukuli, berusaha untuk berdiri dibantu oleh Burhan.

Kini mereka jadi tontonan semua siswa peserta olimpiade yang masih ada di UNAS.

"Udah bro, dia udah jera" ucap Burhan

"Den, udah den..majikan saya jangan dipukulin lagi, kasian den" Pak Mendi memelas sambil berusaha mengatur nafasnya setelah berlari.

"Lo bocah ingusan tapi mau berlagak pahlawan" Anton mendaratkan tinjunya di perut Dzaki.

"Ampun kak, sudah kak" Aleya makin histeris melihat Dzaki terpental ke belakang. Pak Mendi langsung membantu Dzaki dan menahan tubuhnya.

Saat Anton ingin menyerang Dzaki lagi, Burhan dengan sigap menahan temannya itu.

"Udah bro, mending kita bubar sebelum pihak kampus turun tangan"

"Ya elaaah Burhan, lo pengecut" ejek Rico

"Ini udah cukup bro, gue gak mau dapat masalah di kampus gara-gara kalian" Burhan mulai emosi.

Burhan sangat paham kalau masalah ini sampai ditangani oleh pihak kampus, dia dan Ari yang akan merasakan imbasnya. Anton dan Rico bukan mahasiswa UNAS sehingga kampus tidak mungkin bisa menyentuh mereka berdua.

"Cih" Rico memalingkan wajahnya dan meludah mengejek nyali Burhan yang tidak ada apa-apanya. Anton menunjuk Dzaki "Kapanpun gue ketemu lo diluar, habis lo" Anton meninggalkan mereka diikuti oleh Rico dan. Ari yang melihat mereka sudah bubar, akhirnya mengambil arah lain dan berniat untuk kembali ke kostnya.

"Bubar bubar, bubar semuanya" ucap Ari dengan gerakan tangan mengusir siswa yang menonton kejadian tadi.

Kini tersisa Dzaki, Sam, Aleya, Pak Mendi dan Burhan yang ada di parkiran UNAS.

"Saya mewakili mereka meminta maaf pak, saya harap masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan" Burhan berbicara pada Pak Mendi.

Pak Mendi hanya tersenyum kecut, menatap wajah Dzaki yang kini babak belur sambil memikirkan apa yang akan disampaikan ke majikannya nanti. "Bisa-bisa saya dipecat" gumam Pak Mendi.

Aleya yang dari tadi menangis, kini sesegukan melihat darah mengalir dari ujung kening Dzaki. Pipinya kirinya dan seragamnya penuh dengan tanah dan bercak darah. Keadaan Sam sedikit lebih baik, wajah orientalnya selamat dari pukulan, tapi di seragam putihnya ada beberapa bercak tanah yang membentuk alas sepatu bekas tendangan. Mereka berdua terlihat kacau setelah terlibat adu tinju di tempat pelaksanaan olimpiade.

"Kita ke RS dulu Den" ajak Pak Mendi.

"Aku gak usah pak, aku baik-baik aja kok" jawab Sam

"Kalian ke RS aja, biar aku yang nemenin Aleya menunggu jemputan" Sam menatap Dzaki dan dibalas anggukan

Saat berjalan melewati Aleya yang masih terisak, Dzaki berbisik

"Kak, aku janji bakal jagain kak Aleya" Dzaki tersenyum dengan muka yang babak belur.

Wajah Aleya kini memerah dan Sam yang berdiri tidak jauh dari mereka memilih untuk pura-pura tidak dengar.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!