Fyuh, untung saja pekerjaan di rumah Tuan Ganendra tidak terlalu banyak hari ini. Setelah selesai mencuci piring dan menyetrika, mereka hanya mengelap jendela dan menyapu rumah (lebih tepatnya memvakum, sih). Mereka jadi bisa pulang lebih cepat.
Untuk sejenak, Rania harus melupakan masalahnya. Ia harus menemukan bukti-bukti yang lebih lengkap, agar bisa mengaku sebagai anak Pengusaha Geffie Austeen dan model terkenal Chloe Eilaria Austeen.
Bus kota di sore hari ternyata jauh lebih padat dari pada siang tadi. Seluruh penumpang berdesak-desakan. Berbagai macam bau yang bercampur dengan asap rokok dan kendaraan, membuat perut Rania kembali bergejolak. Belum lagi para penumpang berdiri, yang mengangkat ketiak tinggi-tinggi untuk berpegangan. Uh….
Ah, ibu dan Livy pasti sudah terbiasa dengan keadaan ini. Mereka terlihat santai dan tidak terganggu sama sekali. Rania kagum sekaligus iba melihatnya. Haruskah mereka merasakan seperti ini setiap hari?
“Kita turun di simpang saja, ya. Singgah di gerobak jualan ayah dulu. Nanti berjalan kaki saja kita pulang ke rumah,” ajak ibu. Livy dan Rania hanya mengangguk.
“Syukurlah. Sepertinya lebih baik berjalan kaki dari pada tetap berada si bus neraka ini,” batin Rania.
Tak berapa lama kemudian, mereka pun turun tepat di deretan para pedagang makanan. Di balik sebuah gerobak berwarna hijau dan cukup sepi, Rania melihat sosok yang dipanggilnya ayah sejak tadi pagi.
Rupanya ayah menjajakan penganan khas Maluku, kampung halamannya. Di gerobaknya yang tidak terlalu besar, terdapat sanole, roti kering kenari dan pisang asar. Semuanya menggoda indra penciuman Rania.
Meski ia belum pernah mencicipi satu pun dari jajanan itu, tapi instingnya mengatakan bahwa semuanya enak.
“Rania mau?” tanya ayah. Ia perhatikan Rania menatap dagangannya dengan mata berbinar-berbinar.
“Boleh?” tanya Rania.
“Tentu saja. Apa sih yang tidak untuk anak Ayah,” jawabnya. Lelaki setengah baya itu kemudian membungkus beberapa kue dagangannya untuk di bawa pulang.
“Ini bekal makan malam untuk ayah.” Ibu memberikan sebuah kotak bekal lengkap dengan botol air minum.
“Ah, rupanya nasi dan lauk yang dibawa dari rumah Tuan Ganendra tadi untuk ayah,” pikir Rania.
Selain gaji, Tuan ganendra mengizinkan mereka memasak untuk makan siang dengan bahan yang tersedia. Lauknya pun tidak dibeda-bedakan. Hanya saja, ibu terkadang segan, dan hanya masak seadanya dari sisa bahan yang ada.
Pukul lima teng, mereka sampai di rumah. Ternyata mereka tidak langsung istrirahat seperti perkiraan Rania. Livy merendam cucian, sementara ibu bersih-bersih rumah.
“Adakah yang bisa kubantu, Bu?” tanya Rania. Ia tidak enak hanya duduk manis, sementara yang lain tetap bekerja.
“Kalau kamu masak makan malam bagaimana?” usul ibu.
Memasak? Meski ia suka berada di dapur, tetapi ia tak cukup pede melakukannya. Rania teringat, ia mengubah dapur seperti wilayah bekas perang beberapa waktu lalu, padahal ia hanya ingin coba membuat nasi goreng. Akan tetapi pada akhirnya, ia memutuskan untuk mencoba untuk memasak makan malam.
Rania membuka kulkas kecil di sudut dapur. Sepertinya kulkas itu sudah sangat tua. Beberapa bagian kulit pintunya tampak mengelupas dan sedikit berkarat. Ukurannya pun sangat kecil dibandingkan kulkas di rumahnya.
Tidak banyak isi di dalam kulkas. Hanya ada seikat jagung muda, seikat bayam, dua potong dada ayam, lima buah telur dan beragam bumbu.
“Duh, masak apa, ya?” Rania bingung. “Kita masak apa malam ini, Bu?” tanya Rania pada ibu.
“Terserah kamu saja,” sahut ibu.
Jika di rumahnya, ia tak akan pusing mau memasak apa. Semuanya lengkap. Ia tinggal mencari resep masakan yang di gugel. Dan yang terpenting, bukan dia sih yang memasak. Keluarga mereka memiliki koki pribadi, Andra, untuk menyiapkan menu makan setiap hari.
“Sebaiknya malam ini masak ayam saja. Telur untuk sarapan besok pagi,” pikirnya.
Ia pun menyiapkan bahan-bahan untuk membuat ayam lada hitam dengan jagung muda. Mudah-mudahan ia masih ingat cara yang diajarkan koki Andra padanya.
“Ah, bagaimana ini?” keluh Rania.
Ia baru menyadari bahwa mereka menggunakan kompor tungku kayu. Dan sudah bisa ditebak, Rania tidak pandai menggunakannya. Tapi mengapa ada tabung gas di sudut ruangan?
“Bu, bagaimana menggunakan kompornya?” tanya Rania kemudian.
“Hmm?” ibu mengerutkan keningnya. Meski merasa aneh, ia tetap mengajarkan Rania menggunakan tungku kayu. "Padahal ia sudah sering menggunakannya," gumam ibu.
“Besok jika ibu sudah gajian, kita isi ulang gas untuk memasak,” kata ibu kemudian.
“Uwah…!” Rania menjerit ketika api tiba-tiba membesar. Bawang bombai yang sudah di tumisnya menjadi gosong.
“Aduh… gawat,” gumamnya. Ia mengipas-ngpas api tungku, namun bertambah besar.
“Ah,” tiba-tiba Rania terpikir sebuah ide. Ia mengurangi jumlah kayu untuk mengecilkan api, seperti pada api unggun kegiatan camping pramuka.
“Berhasil,” gumam Rania senang.
Ia mengiris bawang bombai yanng tersisa, dan memulai masaknya dari awal.
“Hmm… Aroma apa ini? Wangi sekali?” tanya Livy.
“Kakak coba memasak ayam lada hitam, nih,” ujar Rania. Namun ia tak begitu yakin bagaimana rasanya.
“Wah, menu restoran. Aku sudah lama sekali ingin mencicipinya,” saut Livy dengan mata berbinar-binar.
“Benarkah?” gumam Rania.
“Setiap ibu memasak ini di rumah Tuan Ganendra, aku ingin sekali mencobanya. Ternyata bisa ya di masak dengan bahan-bahan sederhana ini,” kata Livy lugu.
Deg! Untuk kesekian kalinya hati Rania teriris melihat keluarga ini.
“Nah, cobalah,” kata Rania. “Semoga saja masakanku tidak menghancurkan ekspektasinya,” do’a Rania dalam hati.
“Wah, enak sekali. Bu, cobalah masakan kakak,” kata Livy riang.
“Ah, syukurlah.”
Sudut mata Rania basah melihat remaja itu melonjak riang hanya karena hal yang sangat sederhana. Ah, Rania jadi teringat pada ayah yang harus berdagang dan tidak ikut makan malam bersama mereka.
“Ayah pasti suka juga,” ucap Rania.
Entah mengapa ia mulai menyayangi keluarga barunya ini. Meski mereka memilki banyak kekurangan, tetapi kasih sayang mereka melimpah ruah untuk anak-anaknya.
“Hei Livy, bagaimana kalau kita antarkan juga untuk ayah,” ajak Rania.
“Ide bagus. Ayah pasti suka. Kasihan kalau hanya makan sambal telur siang tadi,” jawab Livy.
“Pergilah, tapi segera pulang sebelum magrib,” kata ibu.
“Siap, Bu.” Dua gadis itu lalu bersiap mengantar lauk untuk sang ayah.
...🌺🌺🌺🌺🌺...
“Hei, mau ke mana kalian?” tanya Arka ketika berpapasan di pintu. Ia baru saja pulang kuliah.
“Mau mengantar lauk spesial untuk ayah,” jawab Livy.
“Nih, HPmu sudah Abang ambil dari counter. Jangan di cemplungin ke air lagi, ya. Biaya perbaikannya menghabiskan uang jajan kakak selama sebulan,” kata Arka pada Rania.
“Aaaawww… terima kasih…”
Rania menerima handphone android dari tangan Arka. Meski tidak secanggih smartphone miliknya dahulu, tetapi ia senang sekali. Semoga dari ponsel itu ia bisa menggali informasi.
“Memang semahal itu biaya perbaikannya?” tanya ibu khawatir.
“Tenang, Bu. Aku bisa menutupinya. Nanti aku tinggal kerja sambilan seperti biasanya untuk mengganti uang jajanku. Kemarin aku dengar, Pak Surya memerlukan tenaga tambahan di toko berasnya,” sahut Arka.
Rania yang mendengar semuanya jadi merasa bersalah, “Hei, memangnya berapa uang jajan Ar, maksudku Bang Arka sebulan?” bisik Rania pada Livy.
“Wah, kakak pura-pura nggak tahu atau memang lupa? Uang jajan Bang Arka kan hanya dua ratus ribu sebulan, ia sengaja mengalah agar kita bisa memiliki uang lebih untuk ongkos dan makan di sekolah,” jelas Livy.
“Apa? Dua ratus ribu? Sedangkan aku saja yang masih kelas dua SMA, uang jajanku seminggu bisa lebih dari lima ratus ribu,” pekik Rania dalam hati.
“Hei, kalian mau berdiri di sana sampai kapan? Nggak jadi mengantar lauk untuk ayah?” tegur ibu.
Kedua gadis remaja itu lalu berhamburan keluar rumah.
(Bersambung)
Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa lagi...
Bonus Biodata Tokoh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Yessi Kenzie
Padahal bagus lho ceritanya & tulisannya juga rapi.. Tapi sayang yg baca dikit.. Tetap semangat ya thor..
2021-11-27
6
syafridawati
aku mampir dengan like dan fav semangat saling dukung ya makasih
2021-08-04
7
RN
lima like hadir favorit feedback totok pembangkit saling dukung kk
2021-07-14
3