“Kenapa kamu di sini? Bukannya sekolah kamu jauh?” tanya Rania pada Livy, yang kini jadi adiknya.
“Kita kan harus ke rumah Om Ganendra untuk membantu ibu bekerja. Kakak pasti tadi pagi lupa bawa baju ganti, kan? Nih, sudah aku bawakan,” ucap Livy.
“kerja? Oh, iya kakak lupa. Heheheh,” ucap Rania pura-pura. Ia harus bersikap senormal mungkin hingga misteri ini terungkap.
Hei, tetapi ini bukan human trafficking kan? Mereka pura-pura baik, lalu ketika lengah, mereka menjual anak di bawah umur untuk bekerja, kan? Rania bergidik ngeri.
Dengan jutaan pertanyaan, Rania mengikuti Livy menaiki sebuah bus kota yang penuh sesak. Setelah empat kali melewati lampu merah, akhirnya mereka pun turun. Rania menghirup udara dalam-dalam. Bau keringat, parfum menyengat hingga bau rokok yang bercampur aduk membuat Rania mual.
Ternyata perjalanan mereka tidak berhenti sampai di situ. Mereka harus berjalan kaki melewati gerbang yang bertuliskan The Sanctuary Village, salah satu kompleks perumahan mewah di kota mereka.
“Siang Dek Livy. Mau bekerja, ya?” sapa salah eorang petugas keamanan di gerbang.
“Siang Pak Sarmin. Iya nih, Pak. Seperti biasa, bantu ibu,” jawab Livy ramah. Rania pun tersenyum ramah pada para petugas kemanan di situ.
Rania memandang sekeliling. Semua rumah terlihat besar dari sini. Pagar-pagar mewah bernuansa klasik gaya Eropa melingkupi rumah-rumah yang tak kalah megahnya. Mereka seperti berada di istana Yunani Kuno.
Rania tidak terlalu takjub memandangnya. Karena rumah miliknya jauh lebih megah dari pada yang ia lihat sekarang. Yah, semoga saja tidak tinggal kenangan. Yang saat ini Rania khawatirkan adalah pekerjaan yang dimaksud Livy. Bukan pekerjaan terlarang, kan?
“Panas ya, Vy,” ucap Rania ketika mereka melewati sebuah taman bermain anak.
Ini pertama kalinya ia berjalan sejauh ini. Saat matahari sedang bersinar cerah pula. Pasti sang mentari sedang mentertawakannya saat ini.
“Sebentar lagi sampai, kok. Mudah-mudahan tabungan kita bulan ini cukup ya untuk beli sepeda. Jadi kita gak perlu naik angkutan umum dan jalan kaki lagi,” ucap Livy.
“Aamiin,” jawab Rania singkat.
“Seperti inikah kehidupan mereka setiap hari? Bangun lebih pagi dari keluarga lain dengan aktivitas yang sangat padat. Berdesak-desakan di dalam angkot dan bus kota. Setelah sekolah masih harus bekerja lagi,” ucap Rania dalam hati.
Ia jadi sedikit merasa bersalah sempat berfikir yang bukan-bukan, hanya karena perubahan hidupnya dalam semalam.
Rasanya selama ini ia masih kurang bersyukur. Padahal bisa dibilang hidupnya sangat sempurna. Bangun tidur ia langsung mandi dan sarapan, tanpa perlu memikirkan pakaian dan urusan dapur. Pergi ke sekolah di antar supir. Tidur di tempat yang super nyaman, dan sebagainya.
“Kak, kok melamun. Ayo, sini,” panggil Rania.
Kini mereka telah berada di depan sebuah rumah mewah berlantai dua dengan design modern dan taman terbuka di lantai atas.
“Ini kan?” jerit Rania dalam hati.
Tidak salah lagi. Rumah itu adalah rumah Mikko Arthur Walandou, cowok paling populer, sekaligus cowok incaran Rania. Tetapi mereka kerja apa di sini? Jangan-jangan…?
Dengan santai, Livy memasuki rumah megah itu melalui pintu samping. Berbeda dengan Rania yang bergerak seperti robot kehabisan baterai.
“Makan dulu, yuk. Ibu sudah memasak kesukaan kalian,” sambut ibu dengan senyum ramah.
“Oke, Bu. Kami ganti baju dulu,” sahut Livy. Rania mengikuti Livy ke sebuah kamar sederhana di bawah tangga. Sepertinya itu ruang istarahat mereka ketika sedang bekerja.
“Wah, harum sekali. Ibu masak apa?”
“Hah, suara ini? Tidak salah lagi. Itu pasti suara Mikko, tuan muda rumah ini,” gumam Rania dalam hati.
“Yuk, Kak,” ajak Livy.
Rania melihat ke area ruang makan sekilas. Meski terhalang sebuah kaca besar, ia yakin seratus persen, pasti itu adalah Mikko.
“Bagaimana aku menghadapinya? Ia kan selalu bersikap dingin padaku di sekolah?” gumam Rania cemas.
“Kakak bilang apa?” tanya Livy bingung.
“Ah, nggak apa-apa. Perut kakak sudah berbunyi nyaring. Hehehe,” ucap Rania.
“Seperti biasa, masakan Ibu enak sekali,” puji Mikko sambil mengunyah ayam rica-rica dan tempe goreng krispi. Di depannya terdapat segelas jus mangga yang segar.
“Hahaha. Terima kasih, Nak. Maaf, ibu selalu menyajikanmu masakan sederhana seperti ini.” Ucap Ibu.
"Tidak apa-apa, Bu. Ini saja Mikko sudah sangat bersyukur," jawab Mikko ramah
Ibu mengajak kedua putrinya ke dapur, mereka makan di sana, namun dengan menu yang berbeda.
Kening Rania berkerut. Ternyata Mikko di rumah cukup ramah. Tidak seperti pangeran es. Senyumnya juga jauh lebih manis.
...🌺🌺🌺🌺🌺...
“Livy bantu ibu setrika baju, dan Rania mencuci piring ya,” ucap ibu ketika mereka telah selesai makan.
“Baik, Bu,” jawab Livy dan Rania.
“Tuh kan benar tebakanku tadi. Kami di sini sebagai asisten rumah tangga,” gumam Rania dalam hati.
“Sebenarnya gak masalah, sih. Tapi bagaimana caranya mencuci piring? Sejak lahir aku sama sekali belum pernah melakukan pekerjaan ini,” tangis Rania dalam hati. Ia ingin bertanya pada ibu dan Livy, tetapi malu.
Ia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan. Bagaimana cara menyabuninya? Lalu yang di lap oleh busa itu apanya?
Rania memang pernah memasak di dapur sesekali, tetapi untuk urusan bersih-bersih dan cuci-cuci, semua di lakukan oleh Kak Musliha, asisten rumah tangganya yang khusus bertugas di dapur.
“Hiks, nyesal banget aku gak pernah belajar mencuci piring. Di gugel ada nggak ya tutorial mencuci piring? Ah, tetapi smartphoneku kan sedang rusak,” keluh Rania panik.
“Hei, kenapa menuangkan sabun cucui piring banyak sekali?” tegur Mikko. Ia meletakkan gelas jus mangga yang telah kosong.
“Ah, ini…nggak sengaja tumpah,” sahut Rania bohong.
“Aku nggak tahu ada apa denganmu hari ini. Tetapi sejak datang tadi kamu terlihat sangat bingung. Apa kamu juga lupa caranya mencuci piring? Di sekolah tadi kamu juga menangis. Ada masalah apa?” kata Mikko.
“Hehehe… itu…” Rania memutar otak mencari alasan yang tepat. Duh, kenapa di saat begini kenapa otaknya malah buntu, sih? Mana cowok di depannya jutek banget lagi.
“Sini, aku ajarin mencuci piring. Aku yang menyabuni, kamu yang membilas,” ajak Mikko.
“Kamu bisa cuci piring?” tanya Rania.
“Itu hanya pekerjaan kecil, sejak umur delapan tahun aku sudah terbiasa mencuci piring sendiri. Kamu aja yang gak pernah lihat,” jawab Mikko.
Tangannya dengan cekatan mengambil sabun yang tadi dituang banyak oleh Rania. Lalu mencampurnya dengan sedikit air, dan mencelupkan busa ke dalam air sabun tersebut. Dalam sekejab, piring dan gelas yang kotor menjadi bersih, setelah di usap menggunakan busa.
Rania kagum pada pria yang dijuluki pangeran es itu. Sifatnya juga tidak seburuk ketika di sekolah.
“Oh, begitu caranya?” batin Rania.
“Kenapa bengong saja. Aku tahu aku memang ganteng. tetapi jangan melupakan pekerjaanmu dong,” ucap Mikko.
“A-apa? Ih, siapa yang menatapmu?” sungut Rania kesal.
Ia mengalihkan pandangan dengan malu. Mikko menangkap basah aksinya yang curi-curi pandang. Ia lalu membasuh piring-piring tersebut dengan air.
“Benar gak ya seperti ini?” pikir Rania. Tetapi tidak ada protes dari Mikko, maka Rania menganggapnya benar.
“Rania, kenapa Mikko yang mencuci piring?” tegur ibu.
“Eh, bukan begitu, Bu,” sahut Rania tak enak hati.
“Rania katanya ingin mencoba bagaimana rasanya jadi bos, Bu. Ia lalu menjadikanku korban,” ujar Mikko sambil tersenyum jahil.
“Apa? Ada-ada saja, kamu,” marah ibu.
“Tidak, Bu. Hei, siapa yang menyuruhmu mencuci piring?” ucap Rania kesal. Ia menyesal karena sempat kagum pada lelaki itu.
“Jangan marah, dong. Aku hanya bercanda,” ucap Mikko. “Maaf, Bu. Aku hanya bosan karena sedang tidak ada kegiatan,” kata Mikko pada ibu.
“Ya sudah kalau begitu. Tetapi lain kali biar kami yang mengerjakannya. Ibu tidak enak pada Tuan Ganendra. Ia sudah membayar kami dengan cukup, tetapi malah anaknya yang bekerja,” jelas ibu.
“Siap, Bos. Maafkan Mikko ya,” sahut Mikko santai.
Rania tertegun melihat keakraban tuan muda rumah ini dengan para asisten rumah tangganya. Rania dengan para asistennya di rumah juga cukup dekat. Tetapi mereka masih sangat sungkan untuk bersenda gurau seperti itu.
“Apa karena Mikko sudah ditinggal ibunya sejak masih kecil, ya?” bisik Rania dalam hati.
Rania kembali teringat mama dan papanya. Kenapa sampai saat ini mereka belum mencarinya juga? Apa hidupnya benar-benar tertukar dengan Qiandra?
“Hei, apa kamu mengenalku di sekolah?” tanya Rania pada Mikko tiba-tiba.
(Bersambung)
Bonus Biodata Tokoh
Terima kasih sudah mampir. Sampai jumpa lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Herni Wati
kayaknya seru,lanjutin baca sulu ya thor
2021-11-08
5