Allura berteriak mengetuk satu demi satu pintu berharap sang pemilik rumah membukakan pintu untuknya.
"Om William, buka pintunya!" teriak Allura.
Tidak mungkin aku tidur dengan pakaian seperti ini, mana bisa tidur lelap jika mengenakan baju kotor bau keringat. Mencium bau ketiakku sendiri rasanya mau muntah batin Lura.
"Om," ucap Lura yang semakin lemah dengan menyandarkan tubuhnya di ambang pintu.
William yang mendengar suara gedoran pintunya berkali-kali merasa risih, ia yang baru saja selesai membersihkan diri berjalan menuju pintu dengan bertelanjang dada mengunakan boxer. Ia membuka pintu dengan salah satu tangannya dan tangan kanan membawa handuk untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Lura terjatuh tersungkur di lantai saat pintu dibuka begitu saja oleh pemiliknya.
"Kami bisa ngak sich ngak usah teriak-teriak! Lihat ini sudah malam," tegur William dengan menggosokkan handuk ke rambutnya yang basah.
Allura mencoba berdiri sambil mengusap kedua telapak tangannya. Saat ia berdiri melihat William bertelanjang dada ia berteriak histeris dengan menutup kedua matanya dengan tangannya.
"Om, kamu mesum sekali sich! Mana baju kamu?! Om ini menodai mata perawanku," desis Lura.
Apa dia bilang mata perawan? Dasar pembual itu tidak masuk akal di zaman moderen seperti ini tidak pernah melihat laki-laki yang tidak mengenakan kaos.
William menarik kedua tangan Lura agar melihat tubuh kakernya yang memiliki bentuk seperti roti sobek.
"Buka mata kamu! Aku tidak telanjang tahu," ketus William.
Astaga ini tampan sekali, sempurna tubuhnya ah rasanya aku ingin menyentuh dada perfect batin Lura menatap William tanpa berkedip.
William melihat Lura tidak berkedip segera menyentil keningnya.
"Dasar bocah mesum," ucap William lalu masuk ke dalam kamarnya duduk ditepi ranjang. "Ngapain kamu kesini bukanya tidur?" tanya William.
"Om, aku boleh pinjam baju ngak? Aku ngak bisa tidur kalau pakaianku seperti ini," ucap Lura dengan wajah memelas.
Ini anak orang merepotkan sekali, ini belum genap satu hari bagaimana jika dia tinggal beberapa hari disini pasti kepalaku pusing dapat ganguan dari dia umpat William.
"Lura adik kecil, aku tidak punya baju wanita emang aku ini apaan menyimpan baju wanita. Ngak ada pakaian sudah sana pergi! Aku mau istirahat besok aku mau kerja, badanku lelah," usir William.
Lura belum dapat yang ia minta justru berbaring di ranjang size milik William hingga sang empunya mengerang kesal melihat tingkah gadis kecil yang ia kenal beberapa jam yang lalu.
"Lura tolong pergi dari kamarku! Aku ini normal, jangan sampai aku berbuat macam-macam padamu!" ancam William.
"Aku ngak akan pergi sebelum om William meminjamkan aku baju," ketus Lura malah berpura-pura memejamkan matanya.
William menarik nafas dalam-dalam untuk menetralkan emosinya agat tidak memuncak.
"Cari sendiri di lemari! Ingat jangan buat berantakan!" tegas William.
Allura segera bangun beranjak berdiri menuju deretan lemari milik William ia mengambil beberapa kaos serta kemeja untuk ia pakai sebelum ia membeli baju gantinya.
"Makasih om tampan, aku pinjam sebentar besok aku kembalikan," puji Lura lalu berlari terbirit-birit setelah memuji William.
Sedangkan William hanya senyum-senyum sendiri mendapatkan pujian dari gadis yang baru ia kenal.
"Astaga William ingat kamu sudah punya tunangan," lirih William masuk ke dalam selimutnya.
Allura merasa silau dengan sinar matahari yang tembus melalui cela-cela gorden jendela kamarnya. Ia segera menguap sambik mengucek kedua matanya mencoba menetralkan kesadarannya dengan melonggarkan otot-otot tubuhnya.
"Rasanya tubuhku pegal-pegal semua. Kenapa kamarku berubah warna, kapan aku merubah desainnya," Lura mencoba mengingatnya hingga akhirnya ia teringat jika dirinya tidak berada di dalam kamarnya.
Ia segera berlari menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya menghilangkan rasa kantuk. Ia keluar kamarnya dengan mengikat rambutnya secara asal naik ke atas seperti kuda.
Pagi-pagi cacing di perutku sudah demo minta jatah ini gara-gara kemarin pakai acara mogok makan batin Lura. Ia segera berjalan menuju lemari pendingin mencari bahan makanan yang bisa ia masak. Walaupun ia anak orang kaya, mamanya selalu mengajarinya masak di hari sabtu dan minggu di saat pembantu di rumahnya di liburkan oleh sang mama hingga ia terbiasa membuat olahan makanan yang sehat.
"Tidak ada stock makanan sama sekali. Hanya ada ikan teri sama lele," ucap Lura.
Lura akhirnya membuat menu sarapan apa adanya. Ingin membuat roti bakar yang mudah dan praktis tapi tak ada roti. Hanya butuh waktu lima belas menit sarapan yang ia buat telah tersaji di atas meja dengan secangkir kopi.
William yang baru saja melakukan gym merasa haus menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Mendapati aroma bau yang sang nikmat ia melirik meja makan yang telah tersedia sarapan dan secangkir kopi.
Apakah begini rasanya jika aku memiliki istri setiap pagi mendapati suguhan yang memanjakan lidah batin William.
Lura yang melihat William meneguk air dingin di dekat lemari pendingin segera menyapanya.
"Pagi om, sarapan sudah siap."
Lura segera duduk di meja makan sambil menunggu sang pemilik rumah. Sebenarnya ia ingin segera melahap habis masakan yang ia buat tapi rasanya tidak sopan jika sang pemilik rumah belum ikut serta.
William duduk menarik kursinya lalu duduk disamping Lura. Ya meja makan di tempatnya hanya anda empat kursi. William memandangi kopi hitam yang asap baunya begitu menggoda ingin segera menyeruputnya menikmati bagaimana rasanya.
"Kamu tidak menambahkan sesuatu kan?" tanya William menyelidik dengan mengangkat cangkir kopinya.
Lura menaikkan kedua alisnya.
"Maksudnya? Aku memasukkan sianida ke kopi kamu?" tanya Lura balik.
William menganggukkan kepalanya lalu meletakkan kembali kopinya.
"Apa untungnya aku meracuni kamu? Terus aku punya sianida dari mana? Kalau aku ingin membunuhmu sudah aku lakukan sejak tadi malam saat kamu terlelap tidur," ketus Lura. "Kalau kamu ngak mau minum sini biar aku minum saja," kata Lura merebut secangkir kopi yang ada di depan William.
William segera memukul tangan Lura, ia memindahkan kopinya sedikit jauh dari Allura.
"Tadi katanya ngak mau minum, takut ada racunnya."
William menyeruputnya sedikit demi sedikit untuk merasakan rasanya dengan seksama. Manis pahit yang pas seperti buatan mama batin William.
"Apa om mati?"
"Menurutmu? Aku mati atau hidup bocah," kesal William yang tidak suka jika dirinya dipanggil dengan sebutan om.
"Om, aku ini gadis bukan bocah. Aku sudah berusia dua puluh tahun sebentar lagi usiaku bertambah, jadi jangan panggil aku bocah!
"Bocah, bocah, bocah," ledek William.
Lura hanya bisa memasang wajah merengut sambil mendetingkan suara sendok dan garbu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Eni Trisnawati Mmhe Winvan
thor semangaat 💪💪💪
2021-11-02
0
Hot Red Ginger
kok rumah mewah ga ada pelayan sih. yg nyiapin breakfast. jg persedian kulkas tdk spt rumah horang kaya biasanya 🤣
2021-07-26
1
Wati Simangunsong
ohh gtuny..mlai mengagumi
2021-06-01
1