Jam 10:00 pagi.
Setelah siap beres-beres, Asmira merebahkan tubuhnya sebentar di ruang televisi. Ia pejamkan matanya. Rasanya, tubuhnya sangat letih, entah kenapa akhir-akhir ini, ia mudah lelah.
“Pinggang aku sakit banget.”
Asmira lepaskan sanggul rambutnya ia biarkan tergerai. Ia rebahkan kepalanya di sandaran sofa. Tidak lama kemudian ia terlelap karena terlalu lemah dan lelah.
Baru 15 menit Asmira tertidur, suara ponselnya berdering membuat Asmira terbangun dari tidurnya. Sekilas ia lirik layarnya sebelum ia angkat.
“Siapa ya, nomor tidak di kenal.”
Setelah berdering 2 kali akhirnya Asmira menjawab panggilan tersebut.
“Halo, selamat pagi,” sapa Asmira.
“Halo, dengan Nyonya Asmira Lestari?”
“Ya, dengan saya sendiri.”
“Mohon maaf mengganggu waktu Anda. Kami ingin kabarkan Evano berantem dengan teman sekelasnya. Bisa Anda segera kemari?”
Asmira syok mendengarnya. “Ada yang terluka Bu? Saya segera ke sana.”
“Tidak ada Bu, kami tunggu segera.”
Setelah menutup panggilan, Asmira segera ganti baju dan bergegas berangkat ke sekolah Evano. Dalam perjalanan Asmira mencoba menghubungi Darwin tapi tidak tersambung.
Asmira meninggalkan satu pesan suara, barang kali Darwin sedang meeting dengan kliennya.
“Mas, aku lagi menuju sekolah Vano. Dia berantem dengan teman sekelasnya.”
Tidak lama kemudian, Asmira tiba disekolah Evano. Asmira langsung menuju ruang kepala sekolah.
Tiba di sana, Evano dengan santai ia duduk di pojok ruangan dengan menyilang kedua tangan di dadanya.
“Permisi,” sapa Asmira.
“Silakan masuk,” pinta kepala sekolah.
Asmira menatap tajam pada Evano, namun Vano membuang pandangannya ke atas.
Asmira bersalaman dengan orang tua murid yang berantem dengan Evano. Wajah ibu tersebut tampak sinis terhadap Asmira, namun Asmira mengacuhkannya.
“Proses sekarang, Pak. Saya minta ganti rugi, saya enggak terima anak saya di giniin,” ujar ibu tersebut memandang Asmira sekilas.
“Baik, Bu. Sabar dulu ya, kita tanyakan kronologisnya dulu seperti apa.” Kepala sekolah memanggil guru yang mengajar waktu kejadian tadi.
“Baik Bu Nina, tolong cerita apa yang menyebabkan keduanya berantem,” pinta kepala sekolah.
Bu Nina menjelaskan bahwa saat ia sedang melangsungkan proses belajar mengajarnya tadi Evano duduk di deretan depan, sementara murid yang satunya lagi di belakangnya.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba Egi menangis sangat kencang.” Bu Nina tersenyum ramah pada Asmira selesai ia bercerita.
“Bohong. Enggak mungkin Cuma begitu ceritanya anak saya sampai nangis-nangis begini.”
“Maaf, Pak. Cuma begitu adanya yang saya ceritakan.”
Kepala sekolah mengangguk mendengar pembelaan dari Bu Nina. Ia bangun dari duduknya kemudian ia menghampiri Evano yang masih terdiam di pojok ruangan.
“Hai anak muda,” sapa kepala sekolah, ia usap lembut kepala Evano.
“Anak muda harus berani bertanggungjawab, setiap melakukan kesalahan harus berani meminta maaf dan saling berbaikan.” Kepala sekolah tahu cara memancing ucapan Evano.
“Aku enggak salah, aku enggak mau minta maaf.” Evano kembali memonyongkan bibirnya.
“Vano ...” Asmira mengatupkan kedua bibirnya.
Kepala sekolah mengisyaratkan diam pada Asmira. Ia menunggu Vano melanjutkan kembali kata-katanya.
“Dia mulai dulu, dia coret-coret bajuku. Saat aku bangun, aku ingin mengatakan agar jangan mencoret bajuku. Tiba-tiba dia menangis karena ketakutan,” ujar Evano. Ia memperlihatkan bajunya yang dicoret oleh Egi teman sekelasnya.
Mendengar cerita Evano, Egi kembali menangis, ia bersembunyi dibalik ibunya yang wajahnya sangat menakutkan itu.
Kepala sekolah mengusap pelan kepala Evano. “Baiklah Bu, saya rasa permasalahan sepele ini kita selesaikan saja. Namanya juga anak-anak, tidak ada yang terluka juga, baik secara fisik maupun mental, kan?”
Dengan merasa kesal, ibu Egi menggendong Egi lalu segera keluar dari ruangan itu.
Kepala sekolah meminta maaf pada Asmira karena telah merepotkannya dengan masalah kecil itu.
“Enggak apa-apa, Pak. Saya justru senang bisa mengetahui bagaimana perkembangan Evano di sekolah. Kalau begitu saya permisi.”
Asmira mengajak Evano pulang, tanpa banyak bicara Asmira melangkah keluar di ikuti Evano di belakangnya.
Tiba di depan gerbang, mobil Darwin berhenti tepat di depan Vano dan Asmira. Ia segera turun menemui mereka berdua. Darwin tersenyum melihat ibu dan anak saling diam-diaman.
“Maaf sayang, tadi aku lagi meeting,” ujar Darwin pada Asmira.
Namun tanpa menggubris perkataan Darwin, Asmira segera masuk mobil.
“Apa yang sebenarnya terjadi, sayang?” tanya Darwin pada Vano.
Sebelum cerita, Evano sekilas melirik Asmira.
“Teman aku dia coret-coret bajuku Pi, aku kan kesal. Nanti Mami capek cucinya. Apalagi sekarang Mami sering sakit-sakitan.” Perlahan air mata jatuh di pipinya.
Asmira terenyuh mendengar ucapan yang keluar dari mulut anaknya itu. Asmira menyesal karena ia marah-marah sebelum mendengar omongan Evano.
Darwin mengacak-acak rambut Vano. Asmira langsung memeluk anak semata wayangnya itu.
“Maaf in Mami,” ucap Asmira.
jangan lupa like ya ...
favorit dan komentar juga..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Siti Mubarokah
Amira sakit' ap Thor.. tlng kasih tau Thor 🙏🙏🙏🙏
2020-03-16
0
Fadilah Nurul
orng kaya kok nggak ada pembantu ya Thor di rumah asmira
2020-03-13
0