Eternal Promise

Eternal Promise

Part 1

Mentari terbit di ufuk timur, cahayanya bersinar terang menghapuskan titik-titik embun di dedaunan.

Indahnya pagi, sejuknya udara, membuat hati terasa lebih tenang, segar dan sehat. Semua berawal dari pagi yang indah, awali dengan senyuman, semoga sebongkah harapan telah menanti, berharap hari ini lebih baik dari kemarin.

Kehidupan bahtera rumah tangga yang Asmira dan suaminya bangun bersama semakin hari semakin harmonis. Keduanya saling melengkapi, semua masalah di selesaikan dengan kepala dingin, tidak saling menahan ego masing-masing.

Keuangan Darwin semakin hari semakin naik melejit, perusahaannya selalu berhasil memuaskan klien yang bekerja sama dengannya.

Darwin telah membeli rumah yang lebih besar dan mewah di kawasan Melati, namun Asmira tak ingin meninggalkan rumah yang sudah menyimpan banyak kenangan itu, bertahun-tahun sudah mereka diami bersama, sejak Evano masih dalam kandungan hingga kini ia berusia 6 tahun.

Akhir-akhir ini Asmira sering mengeluhkan sakit kepala dan berkurang nafsu makan. Darwin sangat perhatian, bahkan ia rela mengambil beberapa hari cuti hanya untuk menemani sang istri dan anak di rumah.

Pagi ini Asmira sedang asyik menyiapkan sarapan di dapur, sekali-kali ia bersenandung kecil. Asmira sangat bahagia, sebab hari ini Evano akan masuk sekolah. Darwin bersedia menemaninya mengantar Evano masuk di hari pertama. Sungguh itu merupakan berita yang sangat membuatnya bersemangat pagi ini.

Wangi harum masakan Asmira membuat Darwin terbangun, ia menggeliat dan mengerjapkan matanya, rasa kantuknya menghilang. Darwin bangun dengan penuh semangat, ia sibakkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu turun dari ranjang, mencari keberadaan istri yang sedang menyiapkan sarapan pagi.

Darwin berjalan sempoyongan dengan mata yang sedikit terpejam dan baju tidur yang kusut dan rambut acak-acakan.

Darwin merengkuh tubuh Asmira ia peluk sang istri dari belakang. Darwin bergelayut manja di bahu Asmira, ia letakkan dagunya lalu ia hembuskan nafasnya perlahan di tengkuk Asmira.

“Mas ... mandi sana,” ujar Asmira.

“Bentar saja sayang ....”

6 tahun telah berlalu, Evano kini semakin pintar dan menggemaskan. Vano sangat menyayangi Asmira, terkadang Darwin iseng menggoda Asmira hingga membuat Vano marah-marah.

Evano keluar kamar, ia kucek matanya yang masih mengantuk. Wangi masakan sang mami membuat ia terbangun dan merasakan lapar.

“Mami!” panggil Evano.

Darwin melepaskan pelukannya karena terkejut dengan kehadiran Vano di sana. Asmira mendekati Vano ia cubit gemas pipinya. Darwin tersenyum melihat putranya, tumben pagi ini ia tidak posesif, Darwin mengacak-acak rambut Vano gemas.

“Papi ngapain sih, peluk-peluk Mami?” tanya Vano galak. Ternyata tebakan Darwin salah.

“Memangnya enggak boleh?”

“Enggak! Ini Mami aku!”

“Bentar doang.”

“Pokoknya gak boleh, titik!”

“Sudah, sudah, kalian berdua tiap hari berantem! Mas, kamu cepat mandi dan kamu sayang ayo buruan mandi juga nanti terlambat sekolah.”

“Ya Mami.” Evano menjulurkan lidahnya ketika ia hendak masuk kamarnya.

Sesaat kemudian Asmira telah bersiap-siap, ia tampil cantik. Mereka bertiga sarapan pagi, Hari ini Asmira dan Darwin akan mengantar Evano masuk sekolah dasar. Setelah 2 tahun menyesuaikan diri di taman kanak-kanak, Asmira segera memutuskan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar.

Meski usia yang dianjurkan 7 tahun untuk sekolah dasar, namun Asmira merasa Vano sudah siap baik secara intelektual maupun mental untuk memasuki jenjang sekolah dasar, kepintarannya yang membuat Asmira semakin yakin dengan keputusannya.

Mereka bertiga berangkat dengan mobil yang dikendarai oleh Darwin sendiri. Evano tampak gagah dengan seragamnya, ketampanan yang ia warisi dari Darwin cukup membuatnya semakin terlihat memukau dan membuat siapa saja merasa suka terhadapnya.

Mereka tiba di depan gerbang sekolah Evano. Vano memutar bola matanya tajam ke seluruh pekarangan sekolah yang dipenuhi wali murid yang mengantarkan anak di hari pertama sekolah.

Sebelum turun, Asmira merapikan rambut dan makeupnya. Namun suara Evano menghentikan aktivitas Asmira.

“Mami sama Papi pergi saja, Vano bisa masuk sendirian. Semua berkas-berkas Vano udah beres, kan?”

Asmira menatap Darwin, keduanya beradu pandang dan saling lempar pandang kepada Evano. Evano baru masuk kelas 1 sekolah dasar, tapi seolah-olah ia sekarang sudah besar.

“Kamu jangan ngomong macam-macam, Mami gak suka, ayo kita turun Pi.”

Darwin ingin tertawa dengan tingkah Evano yang bersikap demikian, namun ia takut membuat Asmira marah. Evano kecil persis Sepertinya dulu yang pemberani.

“Mi, Pi, aku gak mau mereka tahu aku anak orang kaya.” Vano menatap Darwin memohon bantuan bujukan pada Maminya.

Darwin teringat ketika ia sekolah dulu, mulai dari kecil ia tidak pernah mengakui kekayaan orang tuanya. Lagi-lagi si kecil berperangai yang sama.

“Sayang ... enggak apa-apa. Ayo kita masuk?” ajak Darwin.

Akhirnya Evano masuk, tapi ia tidak menggubris orang yang bertemu dan ingin menyapanya. Sikapnya yang dingin membuat Asmira merasa tidak enak dengan orang-orang.

Setelah semuanya selesai, sebelum mereka berdua pergi Asmira berpesan pada Vano agar ia tidak menjahili temannya.

“Vano jangan nakal ya, Nak?”

Evano mengangguk sambil tersenyum manis, ia melambaikan tangan ketika orang tuanya pergi meninggalkannya.

*Malam harinya.

Darwin pulang kantor setelah magrib, ia baru saja selesai rapat kerja dengan karyawannya. Asmira menyambut kepulangan suaminya yang tampak kelelahan.

Setelah mandi dan berpakaian, Darwin turun ke bawah karena Evano dan Asmira sudah menunggunya makan malam.

“Tadi gimana hari pertama masuk, sayang?” tanya Darwin.

“Biasa saja.”

Darwin tidak bisa berkata-kata mendengar jawaban anaknya. Usianya masih 6 tahun ia baru bersekolah pertama hari ini. Tapi Pikirannya sangat pandai layaknya anak yang sudah beranjak remaja. Asmira menahan senyumnya melihat Darwin yang kehabisan akal setiap kali ia bicara serius dengan Vano.

Selesai makan, Asmira mengajak Vano masuk kamarnya lalu menyiapkan peralatan sekolah untuk besok. Setelah selesai, Vano membaca doa dan ia segera tidur. Asmira mencium lembut kening Vano lalu menyelimutinya, tidak lupa juga menyalakan lampu tidur kemudian Asmira keluar meninggalkan kamar putranya.

“Vano udah bobok, sayang?”

“Udah, Mas.”

Asmira duduk di samping Darwin yang menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Asmira rebahkan kepalanya di bahu kekar Darwin. Darwin membelai lembut kepala sang istri lalu mencium puncak kepalanya sebentar.

“Enggak terasa Vano udah masuk sekolah, ya?” Darwin menghela nafasnya perlahan.

“Ya, Mas. Vano sangat pintar, kadang-kadang aku kewalahan menghadapinya.”

“Loh, kenapa?” tanya Darwin.

“Mas bayangkan saja, masak Vano tanyai kapan Tuhan mewarnai bunga Bougenville di depan rumah tetangga kita, apa tengah malam?”

Darwin tertawa pecah, ia mengacak-acak rambut istrinya yang masih polos seperti Asmira yang ia kenali dulu.

“Ini menyangkut sang pencipta loh, Mas. Aku gak berani jawab yang bukan-bukan.”

Asmira kesal karena Darwin menertawakan dirinya, ia mencubit lengan Darwin dengan keras hingga membuat Darwin berteriak lumayan keras. Untung saja Vano sudah terlelap dalam mimpi indahnya.

Jangan lupa like, tinggalkan kritik dan saran kalian di kolom komentar, ya?

Favoritkan juga. Thank u ...

Terpopuler

Comments

asrarul huda(أيديل مداسير)

asrarul huda(أيديل مداسير)

makasih kak udah baca karya aku..🙏🙏 karena kakak udah dukung karya aku, sekarang aku baca juga karya kk

2022-11-22

0

Ayunina Sharlyn

Ayunina Sharlyn

next 😄

2020-06-24

0

Hana Me

Hana Me

nice

2020-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!