Rama tanpa dia sadari, mulai ingin tahu banyak tentang Aini. Apalagi melihat Aini yang pembawaan lembut bisa main kekerasan. Rama tak ingin larut dalam rasa penasarannya.
"Tapi kenapa main kekerasan Ai?" tanya Rama hati-hati. Dia tidak paham bagaimana sifat asli gadis cantik di depannya.
"Emosi aku Kak," jawab Aini jujur. Rama memberikan senyum simpul atas jawaban lugas Aini.
"Apa kalau emosi, kamu main fisik Ai?" tanya Rama lagi semakin ingin tahu tentang Aini.
"Iya Kak, kalau kata-kata saja payah mau ngeluari saat emosi. Tapi kalau tenaga bisa lancar," kata Aini dengan polosnya mengakui sifatnya. Rama jadi semakin penasaran dengan Aini.
"Terus pernah ada kejadian, kamu main fisik? Maksud kakak apa ini yang pertama?" Rama mengubah pertanyaan.
"Ada Kak, waktu SD," jawab Aini.
"Apa yang terjadi setelah Ai main fisik?" tanya Rama fokus pada akibatnya bukan pada sebabnya.
"Pemanggilan orang tua Kak, apalagi yang bisa terjadi kalau sudah begitu," ucap Aini ringan.
"Kakak yakin, besok akan ada masalah. Pasti ada pemanggilan orang tua lagi."
"Sudah biasa Kak. Aku yakin juga Kak, dia akan datang sama orang tuanya." Aini begitu ringan dan santai saja menjawab omongan Rama.
"Kamu tidak takut?" tanya Rama.
"Apa yang harus aku takutkan Kak, aku gak salah. Mau dia bawa kemanapun aku gak takut. Aku sudah bilang sama Kakak aku takutnya sama hantu!" ucap Aini membuat Rama terkekeh.
"Ganteng Kakak kalau lagi tertawa," puji Aini tanpa malu.
"Tak perlu kamu pujipun, besok kalau orang tuanya datang, kakak yang bantu kamu, ok." Janji Rama.
"Harus itu. Aku bisa saja nyusahi papa-mama tapi masalah enteng gini paling kata papa, 'Urus saja pakai caramu Cantik! Kalau sudah tak bisa nanti papa turun tangan," ucap Aini menirukan cara papanya bicara. Membuat Rama kembali terrtawa.
"Tumben ramah seperti nama Kakak?" sindir Aini karena melihat Rama terus tersenyum dan tertawa.
"Iya, sepertinya keluarga Aini unik. Papa Aini tahu ya, anaknya sudah sering buat masalah?" sindir Rama pelan.
"Bukan aku, orang yang buat masalah dengan aku. Aku ini kalau tidak diganggu, gak pernah ganggu orang." Rama kembali tersenyum mendengar penjelasan Aini yang terbuka.
"Masa, kok kakak gak percaya?" olok Rama mencairkan suasana yang sempat membuat hatinya tidak enak pada Aini.
"Ya kalau Kakak percaya, tambahlah rukun iman Kakak."
"Kamu ini ... jadi kamu benar gak pernah ganggu orang duluan?" tanya Rama menyelidiki. Rama hanya ingin tahu.
"Dulu sih waktu TK aku suka bulliy anak orang, heheheh." Aini kembali terkekeh, seolah tak ada beban setelah kejadian tadi. Dia menjawab pertanyaan Rama.
"Lalu sekarang?" tanya Rama lagi.
"Gak begitu Kak, soalnya aku di hukum papa waktu TK itu. Kebayang gak, anak TK sudah di hukum?" tanya Aini serius. Dia ingin tiba-tiba cerita rasa hatinya waktu TK.
"Gak kebayang. Kakak gak nakal seperti kamu," ucap Rama jujur. Rama kecil memang tidak pernah buat keributan.
"Kakak ini, aku serius mau curhat rasa hati waktu TK itu," ucap Aini dengan manja membuat jantung Rama berdesir melihat raut manja Aini.
"Iya kakak bercanda. Ceritalah, kakak ingin tahu."
"Aku kesal sama papa dan mama yang merasa tidak membela aku Kak. Aku berpikir papa tidak sayang dengan menghukum aku. Aku merajuk tiga hari tidak menyapa papa," ucap Aini berapi-api mengingat kisah TKnya.
"Haaa sekecil itu kamu sudah bisa merajuk sampai diam 3 hari Ai?" tanya Rama antusias.
"Iya Kak," jawab Aini cengir-cengir manis.
"Mengerihkan kamu Ai," Rama serius dengan ucapannya.
"Kok gitu?"
"Iya, kecil saja kamu merajuk bisa selama itu apalagi sekarang."
"Tapi aku hampir tak pernah merajuk Kak sekarang."
"Karena belum jumpa pasal yang buat kamu merajuk saja."
"Mungkin juga sih."
"Lalu Ai, apa papamu tidak membujukmu?"
"Setelah diberi tahu apa kesalahan dan sebab aku dihukum itu, papa membujuk Kak. Namun aku gak mau tergoda walau aku akhirnya menyesal dalam hati ... hahahaha," tawa lebar Aini lolos dari bibir seksinya.
"Keras hati kamu Ai," kata Rama setelah sempat terbius tawa Aini.
"Biarinlah Kak, bawaan orok."
"Emang kamu apain teman TK kamu dan apa hukuman kamu?" tanya Rama penasaran.
"Dia minta temani ke toliet terus aku kunci dari luar. Aku pergi main ke bawah batang jambu sambil cari jambu keling yang sangat aku suka saat kecil. Karena kami lama tak kembali, kami disusul dan temanku sudah nangis-nangis di dalam toilet. Aku yang di cari, sedang enak duduk manis di bawah batang jambu." Aini terkekeh mengingatnya.
"Sadis kamu Ai kecil-kecil," sela Rama di tengah kekehan Aini.
"Aku lalu dipanggil, tapi aku suka, tidak ada kemarahan di wajah guru TK aku Kak, cocok ibu itu jadi guru Tk. Aku dinasehati tidak boleh begitu, tapi ibu itu bilang tetap akan bilang ke papa dan mama. Jadilah aku dihukum di toliet yang gelap, pada malam harinya selama 15 menit. Aku kesal Kak. Sejak itu Aku juga takut gelap dan takut hantu."
"Papa dan mama tahu?"
"Tahu, papa menyesal, beliau salah dalam cara memberi hukuman padaku. Memang sejak itu aku takut jahati orang Kak, tapi aku selalu lampiasi jika orang jahati aku," ucap Aini serius.
Rama jadi paham kenapa Aini selalu bilang takut hantu. Hukuman dalam kamar mandi gelap telah mendoktrinnya berimajinasi dan sulit dia lupakan.
"Ohhh, jadi sekarang kamu sudah besar, jangan takut hantu lagi. Kamu tahu itu tidak adakan?"
"Iya sih Kak, aku tahu. Aku gak kembali ke barisan Kak? Bisa tambah kalap nanti fansmu Kak," sindir Aini dan mengalihkan pembicaraan.
"Tak usahlah, anggap kakak lagi mengerjai kamu, tuh lihat kawan kamu juga sudah dapat tugas masing-masing dari seniornya. Ospek inikan hak senior."
"Iyalah kalau gitu, aku juga kekurangan energi gara-gara fans Kakak. Harusnya ada kompensasi dari Kakak nih." Aini memancing Rama.
"Kompensasi yang bagaimana?" tanya Rama.
"Traktir makan di kantin misalnya sama minum jus. Biar ada energi lagi kalau ada yang ngajak duel." Aini tertawa-tawa.
"Ayolah kakak traktir," ajak Rama dan langsung berdiri. Sementara Aini masih duduk.
"Yakin gak apa nih? Gak ada kakak senior perempuan yang jadi monster nanti?" Aini berkata sambil menengadah melihat Rama yang tegak menjulang tinggi di hadapannya.
"Hahaha, tenang saja. Tak ada." Tawa Rama terdengar.
"Kalau adapun aku gak takut. Bukannya belum janur kuning!" katanya asal membuat Rama gemas juga jadinya. Sudah dia yang tanya, dia pula yang jawab tidak takut.
"Ayo kakak traktir makan," ulangnya. Aini berdiri dan mulai berjalan beriringan menuju kantin. Tatapan heran beberapa pasang mata tidak bisa tidak penasaran termasuk Raimon.
"Kemana kalian?" Raimon mengirim chat.
💕💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Whiteyellow
Aini ...Ai....oke banget usilnya🤗😍
2021-06-27
0