"Maaaaa ...." panggil Aini saat pulang sekolah. Aini sengaja berteriak di depan pintu melampiaskan sedikit kesal hati karena kena hukuman. Dia siap mendengar repetan mamanya karena tidak mengucapkan salam saat pulang.
Aini sengaja cari marah mamanya. Namun seperti hari-hari biasa, Aini hampir tidak bisa membuat mamanya marah. Mamanya hanya berkata lembut dan penuh cinta.
Mama membukakan pintu mendengar anak bungsunya berteriak. "Anak mama kok jadi tarzan hutan?" goda mamanya. Mamanya tahu anaknya lagi kesal bukan berniat tidak ada etika. Mamanya juga sangat paham Aini mencari-cari cara agar mamanya marah.
"Anak mama kenapa? seperti lagi kesal?" tanya mamanya lembut menyambut saliman Aini. Aini duduk di sofa tamu di ikuti mamanya.
"Maaa, aku benar di hukum loh jadinya karena doa Mama," Aini mengadu pada mamanya dan belum berniat untuk mengganti baju seragam yang masih melekat di tubuh.
"Ohh ya? Doa mama yang mana?" tanya mamanya pura-pura tak ingat. Mamanya tak berniat mendoakan anak yang tidak-tidak.
"Mama benaran lupa atau pura lupa?" Aini bertanya dengan muka sewot. Membuat mamanya gemas dengan kelakuan anak bungsunya yang jauh berbeda dengan anak sulungnya yang tenang dan serius.
"Maafi mama, cantik. Habis kamu itu suka memandang sesuatu dengan sepele. Apa salah kamu ikat saja dari rumah. Tidak kamu saja yang kuciran pakai pita merah-putih itu." Mama baru memberikan anaknya pengarahan ketika waktu luang begini. Aini keras kepala dan tidak bisa main masuk saja jika ingin menasehatinya.
Apalagi mamanya sangat paham usia Aini yang baru memasuki SMA. Anak seusia ini hanya menganggap benar perkataan diri sendiri dan teman saja. Mereka harus di beri pengertian bertahap tidak bisa main door di tempat.
"Mmm iya sih," jawab Aini macam tak ikhlas.
"Kena hukumlah anak cantik mama?" tanya mama sambil mengusap-usap rambut anaknya yang pergi tak berpita pulang juga tidak. Tanda dia tidak ada mengikat rambut sedikitpun. Usapan lembut tangan mamanya membuat adem isi kepala yang sempat panas.
"Pastilah Ma, apalagi seniornya Aini balik kerjai. Gondokan pasti dia Ma," jawab Aini dengan kekehan puas.
"Kamu ya Nak, dari kecil casing saja yang kalem padahal nakal kamu ini kelewatan," kata mamanya lembut.
"Bukan nakal Ma, jahil. Gak boleh bilangi anak nakal. Nanti jadi doa loh lagi," ucap Aini serius.
"Iya cantik, mama ngaku salah dengan anak pintar mama," ucap mama Aini sportif.
"Apa hukumanmu?" tanya mamanya.
"Minta tanda tangan kawan seleting dan itu seluruhnya Maaa ...." Aini memanjangkan nada.
"Duhh kenapa sampai hati mereka menghukum anak cantik mama ini?"ucap mama pura-pura sedih. Mamanya sangat mengetahui jelas, jika Aini tidak tertekan. Mamanya hanya menganggap angin lalu jika itu tidak merusak mental anaknya.
Mama Aini ingin hal itu akan jadi kenangan indah anaknya nanti setelah dia melewati masa remaja.
"Yeee gaya mama saja pura sedih, padahal ikut senang ada yang bisa ngerjain anak cantiknya," kata Aini sambil tertawa. Aini lalu asyik menceritakan apa yang terjadi di saat ospek tadi. Dia sudah lupa dengan kesal hatinya.
"Jadi tampan tidak kakak seniormu?" tanya mamanya seperti mengajak berteman pada anaknya. Mama Aini sengaja tidak berlaku otoriter pada anak seusia Aini. Aini butuh teman cerita bukan butuh orang tua yang menceramah panjang pendek.
"Weew tampan Ma," aku Aini yang melihat Raimon dan Rama yang tampan. Walau Rama lebih tampan di matanya.
"Naksirlah anak mama tuh?" goda mamanya sambil menyenggol lembut hidung mancung anaknya. Mamanya gemas melihat hidung kecil mancung anak bungsunya. Padahal dia dan suami tidak mancung. Mamanya sangat suka melihat film india waktu hamil Aini. Mamanya rela merajuk jika suaminya tidak membelikan kaset film india yang di minta.
"Naksir apa Ma? Kesal yang ada iya. Sudah dia ikut-ikutan. Dia pula yang terpancing emosi dan menghukum Ai dengan nyusahi anak cantik mama ini saja," ucap Aini jenaka.
"Hati-hati nanti naksir loh kalau terlalu kesal," ucap mamanya masih terus menggoda putrinya.
"Tak apalah kalau iya, tampanpun, bisa Ai pajang di kotak kaca," kata Aini membuat mamanya tergelak.
"Makan sana, mama sudah buat lauk kesukaanmu, lengkap dengan sayurnya." Mama mengusir lembut anaknya.
Cup ... satu ciuman Aini daratkan di pipi mamanya. "Makasih Ma, suatu saat kelak aku akan jadi istri dan ibu yang baik seperti Mama," puji Aini. Mama tersenyum lembut.
"Tapi ganti bajumu dulu ya Nak, dan cuci dulu mukamu yang terkena debu." Mamanya masih meminta dengan lembut.
"Ok Mam, biar gak jerawatan dan biar fresh," ucap Aini sudah paham dengan permintaan mamanya untuk mencuci muka jika sudah berjam-jam dari luar rumah.
Malamnya mereka makan bersama dan setelah itu bercanda di ruang keluarga sudah menjadi rutinitas keluarga Aini. Papa dan mamanya selalu menyempatkan untuk bersenda-gurau pada anak-anaknya walau dua putri mereka telah mulai beranjak remaja.
"Paa, tadi Aini kena hukum loh ...."Aini mulai mengadu pada papanya.
"Kenapa adek kak Meisy yang cantik ini kena hukum?" tanya papanya melibatkan anak sulungnya yang sedikit pendiam.
"Gak tahu Pa, Aini tadi belum cerita sama kakak," jawab putri sulungnya.
"Kenapa kamu kena hukum sayang?" tanya papa akhirnya langsung pada Aini.
"Tuh Pa gara doa mama," ucap Aini bercanda menyalahkan mamanya.
"Loh kok mama sih sayang," ucap mamanya pura-pura memelas. Semua hanya tersenyum.
"Itu semua karena telat ngejar angkot dan akhirnya lupa ikat rambut Pa," Aini kembali mengadu pada papanya.
"Lalu itu salah siapa?" tanya papanya.
"Salah kakak Pa," kata Aini lagi mengenakan kakaknya.
"Kok kakak sih Dek, kamu ini suka nyalahi orang deh Dek," kakaknya pura-pura sewot. Dia sangat tahu adiknya bercanda.
"Kakak gak antar aku sih tadi, weew," dia menjulurkan lidah pada kakaknya.
"Adek yang gak mau Pa," tak urung juga kakaknya memberikan penjelasan.
"Kenapa gak mau tadi pagi diantar kakakmu?"
"Kak, tolong bilang jam berapa Kakak siap mandi tadi pagi?" Sang kakak hanya nyengir ikut mengaku bersalah.
"Besok boleh minta antar gak Pa?" rengeknya manja.
"Tumben anak manja papa minta antar?"
"Biar cepat sampai Pa, jadi sempat minta tanda tangan, waktunya hanya tinggal sehari besok Pa, banyak Pa, 200 orang murid yang harus Ai minta Pa."
"Ohhh hukumannya minta tanda-tangan."
"Iya Pa."
"Tanda-tangan Papa gak?"
"Gak Pa, besok saja kalau ada sumbangan-sumbangan atau terima raport juga boleh."
"Iya Sudah, besok papa antar. Sekarang tidurlah kalian lagi. Hari sudah jam 9 malam."
"Siap Pa Boss sayang," ucap Aini. Kakak dan mamanya hanya senyum-senyum.
Sepeninggalan anak-anaknya ke kamar. "Walau mereka sudah besar rasa masih punya anak kecil saja ya sayang lihat perangai anak-anak kita," ucap papanya Aini.
"Iya Bang, adek kadang gemas lihat kelakuan anak bungsumu Bang. Jahilnya itu kok gak hilang-hilang.
"Loh kalau soal itu jangan heranlah kamu Dek, abang rasa Aini foto kopi kamu. Sekarang saja kamu sering jahili abang sama anak-anak," ucap papanya Aini bercanda dengan istrinya.
"Iya ya Bang, satu foto kopimu Bang. Pendiam dan serius."
"Adil ya Dek pembagian kita. Bagaimana kalau kita buat adik laki-laki buat mereka," bisik papa Aini menggoda istrinya.
"Sudahlah sayang, sama saja itu, laki-laki ataupun perempuan asal kita amanah dengan titipan Tuhan itu," ucap mama Aini.
"Ya sudah kalau tidak ingin anak kecil lagi, tapi bolehkan abang melepas capek bersamamu?" kode suaminya.
"Sudah tua masih saja seperti anak muda," ucap mama Aini manja. Merekapun menuju peraduan mereka.
💕💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Fitriani
1 keluarga paket komplit 😊😊
2021-05-14
0
Whiteyellow
asik..Aini yang usil kyk mama.kakak yg diam kyk papa.paket komplit
2021-04-27
0
R.F
3 like, rate 5 + mawarku hadir. cemungut
2021-03-29
0