SMK DWI KARYA
Ran berjalan dari gerbang sekolah menuju kelasnya, sembari memegangi leher kanannya yang sakit.
Gara-gara semalam lupa pindah ke kamarnya dan ketiduran dipangkuan Ale. Alhasil begitu bangun tidur tadi pagi sekeliling lehernya sakit semua.
“Ran” Sapa Devanya, dan langsung merangkul bahu Ran dari belakang.
“AWWW!!” Spontan Ran langsung berteriak kesakitan.
Devanya pun segera menjauhkan tangannya dari bahu Ran, tentunya dengan raut wajah kaget.
“Kenapa lo?”
“Sakiiiit leher gue.” Jawabnya, sambil meringih kesakitan.
“Ya ampun! sorry..sorry, gue ngga tau.”
“Iya, ngga apa-apa.”
“Emangnya leher lo sakit kenapa?”
“Salah bantal.”
“Hah? Bantal kok disalahin sih Ran?”
“Terus gue mesti salahin siapa?”
“Ya salahin posisi tidur lo lah.”
“Iya. Yang salah posisi tidur gue, bukan bantal.” Kata Ran, tak mau membahas panjang.
“Oh iya, hari ini jangan sampe batal lagi ya. Pokoknya pulang sekolah nanti, lo harus melukis gue sama bebep gue di taman 400 meter.” Kata Devanya, mengingatkan.
“Iya.”
Sejenak langkah kaki Ran tiba-tiba saja berhenti.
“Ngeliat siapa Ran?” Tanya Devanya.
“Saka.” Jawab Ran, jujur.
Devanya pun langsung melihat ke arah yang sama dengan Ran, yaitu ke arah Saka.
“Saka tuh emang supel banget ya.” Kata Devanya, memuji.
“Ngga heran kalo dia bisa cepat dapet banyak teman, meskipun baru beberapa hari jadi siswa di sekolah ini.” Lanjutnya.
Tiba-tiba saja Ran ingin melihat Saka. Tiba-tiba saja Saka menjadi perhatian Ran saat ini.
Selama beberapa detik Ran melamuni Saka. Ia masih belum percaya kalau Saka mengajaknya pacaran, dan Ran pun menyadari kalau cowok seperti Saka tidak mungkin bisa menyukainya hanya dalam waktu hitungan hari saja. Sangat mustahil.
***
06:50 11Multimedia1
“Lagi-lagi hadiah dari fansnya.” Ucap Devanya, begitu melihat Saka kembali mendapatkan banyak hadiah di laci mejanya.
“Baru kali ini gue lihat ada cowok yang dapet banyak hadiah selama lima hari berturut-turut.” Tambah Devanya, sambil menggeleng tak abis pikir dengan daya tarik Saka di mata para cewek di sekolahnya.
Tapi Ran tetap berusaha untuk tak terlalu peduli, meskipun sebenarnya ia ingin tahu. Dan Ran pun lebih memilih untuk melakukan hobinya.
“Lo tau ngga, kalo hari Jumat kemarin ada lima cewek sekaligus yang nyatain cinta ke Saka.” Infonya, antusias.
Info itu langsung membuat Ran terdiam dan penasaran. Dengan seksama ia mendengarkan lanjutan informasi yang diberikan teman dekatnya itu.
“Tapi dari kelima cewek cantik yang nyatain cinta ke Saka, ngga ada satu pun yang diterima. Parah sih. “
“Emangnya kenapa mereka ditolak?” Tanyanya, ingin tahu.
“Dia bilang dia udah punya pacar.”
DEG.
“HAH???”
“Kenapa lo kaget gitu?” Tanya Devanya, heran.
“Ngga, ngga kaget. Cuma…aneh.” Jawab Ran, beralasan.
“Aneh gimana?”
“Aneh aja. Kok cowok kayak Saka bisa punya pacar. Pasti yang jadi pacarnya Saka cewek yang aneh.”
“Hah?!” Devanya justru merasa Ran lah yang terlihat aneh.
“Lo yakin ngga tertarik sama sekali sama cowok kayak Saka?”
“Tertariklah. Gue kan cewek normal.”
“Terus?”
“Cuma tertarik sedikit ya. Tapi kalo penasaran, sama sekali ngga.”
“Fiuuuh. Syukurlah kalo teman gue masih normal. Gue kirain lo death inside.”
“Eh? Maksud?”
“Dari awal gue kenal sama lo, di hari pertama gue nginjekin kaki di sekolah ini. Ngga pernah sekali pun gue denger lo naksir sama cowok, tertarik aja ngga.” Cerita Devanya, merasa sangat heran.
“Itu karena semua cowok yang gue temuin ngga ada satu pun yang manis.”
“Ooooh ya?”
“Udah ya ngomongin topik ngga penting ini, soalnya bikin perut gue jadi sakit.” Kata Ran, beralasan.
Ia pun segera menghindari Devanya, dan bergegas keluar dari ruang kelas.
“Raaann. Selalu aja begitu.” Gerutu Devanya, kesal.
“Buat kamu.” Tiba-tiba Kenan memberikan sebatang cokelat untuk Devanya.
Hati Devanya yang sedang kesal pun dalam sekejap langsung berubah jadi bahagia kembali.
“Terimakasih sayang.” Ucapnya, penuh senyuman manja.
Kenan pun duduk disamping Devanya.
“Kamu kenapa?”
“Kesal sama Ran.”
“Kesal kenapa?”
“Setiap kali lagi ngomongin cowok, pasti dia selalu ngalihin atau buat alasan. Menurut kamu…kira-kira kenapa ya Ran selalu kayak begitu?”
“Mungkin dia lagi ngga mau kenal sama cowok dulu, atau dia merasa kalo pacaran cuma bakalan ganggu privacy dia aja. Kamu harus maklum.”
“Tapi kan aku teman dia yang paling deket di sekolah, sengganya dia cerita kek ke aku, biar aku tau.”
“Ngga bisa gitu juga, Dev. Kamu ngga boleh maksa gitu. Nanti kalo Ran mau cerita ke kamu, dia juga pasti cerita.”
Devanya langsung terharu dengan semua ucapan pacar yang sudah setengah tahun bersamanya itu.
“Kamu dewasa banget sih sayang dan selalu bisa nenangin aku. Makasih ya.”
“Iya, sama-sama.”
***
Sementara Ran yang masih kesal dengan pembahasan Devanya yang sering menjurus tentang cowok, malah buat Ran jadi uring-uringan.
“Tuh anak kalo ngga ngeledek gue soal Bang Ale, dia pasti ngeledek gue soal cowok lain. Dia tau banget kelemahan gue.” Gerutunya, kesal.
Langkah kakinya semakin ia percepat. Rasa gerah pun jadi datang menghampiri suhu tubuhnya, dan Perpustakaan menjadi tempat tujuannya saat ini.
“Kenapa jadi gerah gini sih?”
Ran terus mengoceh tidak jelas. Rasanya ia ingin cepat sampai di Perpustakaan. Tempat ternyaman dan paling tenang untuk melepas perasaan kusutnya. Maka bad mood-nya akan cepat pulih.
Tapi saat Ran berjalan di belokan koridor, tiba-tiba saja seseorang sengaja mencegatnya. Sampai-sampai kepala Ran hampir menabrak dada orang itu.
“Aw!!”
Ran segera mengangkat kepalanya, dan ternyata orang itu tak lain adalah
“SAKA?”
“Mau kemana?” Tanya Saka.
“Bukan urusan lo. Jangan ikutin gue.” Kata Ran, ketus.
“Hah?”
“Minggir!”
“Mau kemana?”
“Gara-gara lo yang sok deketin gue, sok perhatian sama gue, sok akrab sama gue. Sekarang kegalauan gue semakin meningkat parah.” Kata Ran, sangat kesal.
“Hah?” Saka tidak mengerti dengan ucapan Ran yang mendadak jadi terdengar ngaco.
“Mulai detik ini…berhenti deketin gue selama ada di sekolah.” Kata Ran, menegaskan.
Ran pun langsung pergi meninggalkan Saka.
Sementara Saka, memikirkan kesalahannya.
***
Sepulang sekolah, Saka dan Ran mendapat panggilan dari Bu Angel. Mereka pun segera datang ke ruang guru, setelah merapihkan buku-buku pelajaran.
15:10 Ruang Guru
Saka dan Ran hanya bisa diam saat Bu Angel menunjukkan hasil ulangan harian kimia mereka yang sama.
“Ibu tau kamu ingin membantu Ran. Tapi bukan seperti ini caranya.” Kata Bu Angel, sangat kecewa.
Ingin sekali Ran mengucapkan kata maaf pada Bu Angel. Tapi mulutnya terasa sangat kaku dan tertahan, dan ia sangat menyesalinya.
***
Untuk kedua kalinya, Ran dan Saka di hukum bersama.
Baru kali ini Ran merasakan hukuman dari guru selama ia sekolah, dan itu ia alami sejak ia mengenal Saka.
Rasa kesalnya semakin hadir pada pria yang sedang menulis rumus kimia di sampingnya.
Ya, Saka dan Ran mendapat hukuman untuk menulis rumus kimia materi kelas 11 di papan tulis. Tak hanya menulis, mereka juga harus merekamnya lalu mengirim videonya ke Bu Angel. Alhasil, Saka dan Ran tak bisa saling bicara selama menulis rumus, karena kamera hp terus merekam kegiatan mereka.
***
Setelah selesai menyelesaikan hukumannya, Ran bergegas pergi. Ia tak ingin membatalkan janjinya lagi dengan Devanya dan Kenan. Tapi Saka langsung mencegahnya di depan pintu begitu Ran mau keluar dari kelas.
“Mau bikin susah gue apa lagi?” Tanya Ran, ketus.
“Hah? Bikin lo susah?” Saka tak terima dengan ucapan Ran.
Ran tidak peduli dengan perasaan Saka tentang ucapan kasarnya. Ia malah membuang mukanya ke samping dan enggan melihat Saka.
“Gue benar-benar ngga ngerti sama lo. Bersikap baik sama lo salah, bersikap ngga baik sama lo juga salah. Padahal gue merasa ngga buat salah apa-apa sama lo. Tapi kenapa lo selalu bersikap dingin dan acuh ke gue?”
Sekalipun Saka terlihat memelas saat mengatakannya, Ran tetap tak mau menanggapinya. Ia malah menatap sekilas wajah Saka, lalu pergi meninggalkannya.
Melihat sikap acuh yang kembali Ran tunjukkan padanya, Saka hanya bisa menghela kesal.
16:05 Taman 400 meter
“Yang bagus ya Ran.” Kata Devanya.
“Ini udah hampir yang ke sepuluh kalinya lo ngomong kayak gitu ke gue. Kalo sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue bakalan cabut.” Ancam Ran, kesal.
“Bercanda. Nanti gue traktir air putih deh kalo udah selesai.” Sahutnya, malah meledek.
“Kamu tega banget sih traktir Ran cuma air putih aja.” Kata Kenan, mengomentari.
“Sayang, Ran emang cuma suka minuman air putih aja.”
“Iya. Tapi sengganya kita traktir cemilan juga.”
“Bisa berhenti ngobrol ngga kalian?” Ran hampir hilang sabar pada sepasang kekasih yang ada di depannya.
Dengan kompak Devanya dan Kenan menjawab “Bisa."
Lalu keduanya langsung menutup rapat mulut mereka. Tapi
“Himawari”
Gangguan konsentrasi Ran kembali datang. Tiba-tiba saja seseorang memanggil Ran.
Ran, Devanya dan Kenan langsung menoleh cepat ke arah orang yang memanggil nama depan Ran itu.
“SAKA???”
Semuanya langsung terkejut melihat kedatangan Saka.
Saka berjalan menghampiri Ran. Tanpa kata, ia langsung menggulung tangan Ran dengan jaketnya, lalu meraih
tangan Ran yang sudah tergulung oleh jaketnya dan membawanya pergi.
Tapi baru tiga langkah Saka membawanya pergi, Ran langsung menarik kembali tangannya dengan kasar dari tangan Saka.
Saka terkejut dengan sikap Ran.
“Apa-apaan sih lo? Aneh.” Kata Ran, ketus.
“Iya. Gue emang aneh.” Sahut Saka, kesal.
“Mau lo apa?”
“Minta penjelasan.”
“Tentang?”
“Hubungan…”
Dengan cepat Ran langsung menutup mulut Saka dengan kertas ditangannya.
Saka pun tersontak kaget.
“Iya. Kita bicara nanti. Tapi gue harus selesain gambar gue ini. Gimana?” Kata Ran, kikuk. Sikapnya langsung berubah jadi manis, agar Saka tetap menutup rahasia mereka.
“Oke” Kata Saka, setuju.
Akhirnya Saka pun menunggu Ran sambil duduk di sebelah Ran. Sementara Ran meneruskan gambar lukisan Kenan dan Devanya.
“Sebenarnya kalian tuh ada apa sih?” Tanya Devanya, curiga.
“Ngga ada apa-apa, Dev.” Jawab Ran, cepat.
“Ngga mungkin ngga ada apa-apa kalo tiba-tiba aja Saka nyamperin lo.”
“Gue ada urusan yang sama kayak kalian.” Kata Saka, menegaskan.
Ran tak menyangka, kalau ternyata Saka cukup bisa diajak kerjasama untuk menutupi hubungan palsu mereka.
Senyuman di wajah Ran pun langsung memekar.
“Lo juga mau dilukis sama Ran?”
“Iya.”
“Ohh”
Selama Ran melukis, Saka terus memperhatikan cara tangan Ran saat melukis. Ia cukup kagum melihat pacar sebulannya itu yang ternyata sangat pandai memainkan pensil lukis di atas kanvas.
***
17:00
“Lo yakin masih mau disini sama Saka?”
Meskipun sedikit ragu, tapi Ran harus mengatakan “Iya,” sambil nyengir.
“Ya udah. Gue cabut duluan ya sama Kenan.”
“Iya.”
“Thanks a lot ya Ran untuk gambar lukisannya.” Kata Kenan, berterima kasih.
Ran mengacungkan jempolnya.
“Saka, jagain Ran.” Tambah Kenan, berpesan.
Ran langsung merengutkan dahinya seraya melirik sinis ke arah Saka.
Tapi Saka, malah gantian mengacungkan jempol ke arah Kenan.
Kenan dan Devanya pun pergi meninggalkan Ran dan Saka berdua di taman, dan kecanggungan kembali hadir dalam diri mereka.
Entah harus memulainya dari mana, harus mengatakan apa, Saka jadi mendadak bingung. Hanya berdua dengan Ran, membuatnya jadi lupa dengan rasa kesalnya.
“Udah ngga ada orang lain selain kita. Jadi, apa penjelasan yang lo minta dari hubungan kita?”
Saka langsung tak bisa menjawabnya. Ia diam seperti orang bingung, dan Ran menatap ke arahnya sambil menunggu respon dari Saka.
“Jadi, lo ngga mau gue deketin? Padahal gue pacar lo.”
“Iya.”
“Hah?”
“Hanya selama di sekolah. Tapi kalo udah ada di luar sekolah, ngga apa-apa.”
Ohh jadi itu maksudnya. Batin Saka, baru paham.
“Cukup jelas?”
“Cukup.”
“Kalo gitu, gue cabut sekarang.”
“Ngga mau pulang bareng?”
“Ngga.”
Raut wajah Saka kembali kesal begitu Ran menolaknya kembali.
“Kenapa?”
“Pengen pulang sendiri aja.” Jawabnya, datar.
“Hah?”
Saka kesal dengan jawaban Ran yang sangat menyebalkan didengar olehnya. Ia pun memilih untuk tak mengatakan apapun lagi pada Ran, dan pergi meninggalkannya.
Dan respon Ran melihat sikap Saka seperti itu, ia berusaha untuk tidak peduli.
***
19:30 Rumah Susun
Ran masih memandangi tugas matematikanya, tugas yang sudah dari satu minggu yang lalu berusaha ia kerjakan sendiri. Tapi berapa lama pun ia memandangi tugas matematikanya, ia tetap tidak bisa mengerjakannya.
Flashback
“Kwintal, ton, kilogram, hektogram, dekagram, gram, desigram, sentigram, milligram.” Ran menyebutkan satu persatu tangga satuan berat.
Ale yang duduk didekatnya, dengan sabar membantunya menghafalkan pelajaran matematikanya itu.
“Abang bantuin. Pelan-pelan aja. Ayo dibaca lagi.”
Ran pun kembali menyebutkan satu persatu tangga satuan berat.
***
Harus Ran akui, kalau Ale adalah orang yang paling sabar mengajarinya matematika sejak ia masih di kelas 3 SD dan sampai detik ini.
Cklek.
Ale membuka pintu kamarnya.
“Ran” Panggilnya, mendayu lembut.
Itulah cara Ale memanggil Ran.
Ran langsung melihat ke arah Ale yang sedang berdiri di dekat pintu kamarnya.
“Mau Abang bantuin ngerjain tugas matematikanya?” Tanya Ale.
Ran pun langsung menganggukkan kepalanya.
Ale senang, karena akhirnya Ran mau ia ajarkan kembali pelajaran sekolah yang sulit untuknya.
Ale pun segera masuk ke dalam kamar Ran dan duduk di sebelahnya. Ia mulai mengajari kembali matematika untuk Ran.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments