10:45 Rumah Mama
Akhir pekan ini Ale dan Ran datang mengunjungi rumah orangtua mereka. Jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah susun yang mereka tinggali, hanya berjarak 7 km saja.
Hari ini kedua keluarga berkumpul bersama di rumah Mama. Banyak makanan yang Mama dan Bunda sajikan di pertemuan keluarga kali ini.
“Ran pasti susah makan sayur ya Ale?” Tanya Bunda, sambil menuangkan sop daging di mangkok.
“Ngga kok Bun. Abang kadang suka masakin Ran sayur bayam. Setiap hari juga Abang bawain Ran bekal ke sekolah dan selalu Ran habisin.”
“OH YA!? WAH Abang perhatian banget bawain Ran bekal ke sekolah.” Puji Bunda, senang mendengarnya.
Sementara matanya Mama langsung melihat ke arah Ran yang sedang bermain game di hpnya. Ia pun langsung teringat saat Ale di masa seperti Ran dulu, dan rasa kasihan hadir dalam hati Mama. Betapa relanya gadis remaja seumuran Ran mau menikah dengan putranya.
“Makan dulu, Teh.” Kata Bunda, sambil memberikan semangkuk sup daging dengan campuran nasi yang masih hangat.
“Iya Bunda.” Ran pun segera menaruh hpnya, dan segera makan.
“Ran, gimana sekolah kamu?” Tanya Mama.
“Susah.”
“Susah kenapa?”
“Dua hari yang lalu aku ada ulangan harian kimia. Andai aja ada Abang Ale disamping aku, pasti nilai ulangan harian kimia aku bakalan bagus.” Jawabnya, menyayangkan.
“Maaf ya Ran. Abang emang lagi pulang malam terus, Abang lagi banyak kerjaan.” Kata Ale, merasa bersalah.
“Iya, ngga apa-apa.”
“Ya udah nanti kalo Abang ada waktu lengang, tolong ajarin Ran pelajaran kimia. Abang kan tau kalo Ran paling kesulitan di mata pelajaran kimia.”
“Iya Bunda.”
“Kapan kalian libur sekolah?” Tanya Papa pada Ran, Feeza dan Hafa
“Sekitar tanggal 20an. Emangnya kenapa Pa?” Kata Ran, menjawab.
“Udah lama kita ngga liburan bareng.”
“Bali ya, Pa.” Sahut Fahri.
“Bosen ahh Bali lagi.” Celetuk Feeza, adik pertama Ran.
“Terus kemana donk?” Tanya Hafa, adik bungsu Ran.
“Gimana kalo ke Belitung?” Ide Ayah.
“MAUUUUUUU” Seru Ran, Feeza dan Hafa dengan kompak.
Papa, Mama, Bunda, Ale dan Fahri pun langsung tersenyum setuju.
Drrrrddd…drrrddd…
Tiba-tiba hp Ran berbunyi, ada satu panggilan masuk dari nomer tak dikenal.
Ale yang duduk disebelahnya langsung menyuruh Ran untuk segera mengangkat telponnya.
“Mungkin penting. Ran angkat aja dulu.”
Ran pun mengangguk. Ia segera menjauh dari keluarganya untuk menerima telpon.
“Halo”
“Halo pacar sebulanku.” Sapa dengan ceria orang dari sebrang yang menelponnya.
“SAKA???”
Ran langsung terkejut begitu mengetahui yang menelponnya adalah Saka.
“Tau dari mana lo nomer hp gue?”
“Rahasia.”
“Mau ngapain nelpon gue?” Tanya Ran panik, sangat panik. Mengingat sekarang ia ada di rumah orangtua Ale. Ran pun jadi gugup.
“Gue cuma mau ngingetin aja supaya lo ngga lupa makan.”
“Hah?”
“Lo lagi ngapain sekarang?”
“Bukan urusan lo, dan tolong jangan ganggu gue.” Ujar Ran, ketus.
“Kan gue pacar lo.”
“Ini hanya permainan ya, jangan dibuat serius.”
“Hah!?”
“Jangan ganggu weekend gue lagi!” Kata Ran, kesal. Ia pun langsung menutup telponnya dengan kasar.
Ale yang melihatnya dari kejauhan jadi bertanya-tanya, siapa orang yang menelpon istrinya sampe membuat Ran sekesal itu.
“Teteh Ran, cepet donk kesini. Kita foto bareng.” Panggil Hafa.
Ran mengangguk. Ia pun segera menghampiri keluarganya yang sudah bersiap untuk berfoto bersama di depan kamera. Lalu Ran berdiri di tengah keluarganya, Ale yang berdiri di sampingnya langsung merangkul bahunya sembari tersenyum ke arah kamera.
“SATU..DUA..TIGA..CHEEEEEEZZZZZZ.”
***
20:40 Rumah Susun
Cklek.
Ale membuka pintu rumah dan masuk lebih dulu. Setelah melepas sepatunya, ia berjalan menuju ruang tengah lalu menjatuhkan badannya di single sofa, sambil menyandarkan badannya ke sandaran sofa.
Ran melihatnya dengan perasaan tak tega. Untuk beberapa saat, Ran memandangi suaminya dari belakang dengan wajah sayu. Antara kecewa dan kasihan, itulah perasaan yang ia rasakan pada pria baik di depannya. Bahkan bagi Ran, Ale terlalu baik untuknya sampai-sampai ia sering berpikir kalo tak seharusnya Ale sesabar ini menunggu cintanya.
Dengan segala keegoisannya selama ini, akhirnya malam ini Ran ingin menghilangkan sejenak semua perasaan kecewanya pada Ale.
Kakinya kembali melangkah dan berjalan mendekati Ale yang sedang menidurkan kepalanya di sofa.
“Bang Ale”
“Iya Ran?” Ale langsung membangunkan kepalanya, dan melihat ke arah Ran.
Ran bisa melihat dengan jelas, kalau kedua kantung mata Ale membesar. Itu artinya Ale kurang tidur, dan ia tak pernah tau itu.
“Bang Ale mau aku buatin minuman?”
“Ngga, ngga usah. Abang cuma ngantuk, tapi ngga bisa tidur.”
“Ohh”
“Ran mau ke kamar?”
“Iya.”
“Ya udah. Selamat tidur Ran.” Ucap Ale, tersenyum lemah.
Ran mengangguk pelan.
Ia pun segera pergi ke kamarnya setelah meletakkan buku di atas meja TV. Tapi, saat ia mau berjalan ke kamarnya dan melewati Ale, tiba-tiba saja Ale meraih tangannya dari samping. Ran pun langsung terdiam, dan matanya perlahan melihat ke arah Ale.
Dengan wajah yang sangat memelas, Ale mengatakan “Lima menit. Cukup lima menit aja Ran temenin Abang sampe Abang tidur.”
Melihat pria di depannya terlihat begitu memohon padanya, meskipun tanpa kata berlebih. Tapi membuat Ran merasa semakin tidak tega dengan Ale. Dan egonya benar-benar ia hilangkan, bahkan tak ia rasakan sama sekali saat ini.
Ran mengangguk dengan wajah sendu.
Ale merasa senang Ran bersedia menemaninya, meski hanya lima menit saja.
Ran kembali mendekati Ale. Lalu ia menurunkan badannya di samping sofa dekat kaki Ale. Ia lipat kedua kakinya ke belakang, lalu duduk tegap sambil menyampingi Ale. Tak sampai satu menit kedua mata Ale langsung terpejam rapat. Semudah itu Ale langsung tertidur, dan Ran menyadari kalau keberadaannya di sisi Ale cukup mempengaruhi hidup Ale.
Di kesunyian malam ini, tak ada suara yang bisa ia dengar selain suara nafas Ale yang sudah tertidur nyenyak di dekatnya. Perlahan, Ran mengalihkan pandangan matanya ke arah Ale. Hatinya begitu menangis melihat wajah Ale.
Ran berdiam cukup lama tanpa bergerak, namun kedua kelopak matanya dan juga bibirnya mulai bergetar. Ia tak bisa lagi membendung perasaan sedihnya yang terlalu dalam.
“Hikss..”
Ran menangis. Sekarang bukan suara nafas Ale lagi yang ia dengar melainkan suara tangisannya sendiri.
Flashback
Malam dimana seharusnya menjadi malam yang sangat membahagiakan untuk Ran, karena gambar yang ia kirim ke salah satu website online membuatnya terpilih sebagai VIP guest untuk datang ke sebuah acara yang paling tren di kalangan komikus. Tapi,
Ran menahan dulu kabar baik itu. Ia ingin mendengar lebih dulu kabar baik yang akan disampaikan oleh Ayah dan Bunda.
“Teh, Bang Ale baik ngga menurut teteh?” Tanya Bunda, mengawali obrolannya antara Ran, Bunda dan Ayah.
“Baik banget.” Jawab Ran dengan jujur.
“Teteh suka sama Bang Ale?"
"Suka."
"Sayang sama Bang Ale?”
“Sayang.” Jawabnya dengan spontan tanpa dipikir dulu.
“Syukurlah.” Ucap Bunda dan Ayah merasa lega.
“Jadi begini…” Bunda mulai terlihat ragu untuk mengatakannya. Beberapa kali matanya melirik ke arah Ayah yang duduk di depannya.
Ran merengutkan dahinya. Ia mulai merasakan ada sesuatu yang akan membuatnya kaget mendengarnya. Seraya memandangi wajah kedua orangtuanya secara bergantian, Ran sengaja tidak bertanya.
“Neneknya Bang Ale sakit parah.” Lanjut Bunda.
“Terus?”
“Usia Bang Ale juga ngga lagi muda.”
“27? Ngga muda?” Ran merasa kalo di zaman sekarang laki-laki seusia Ale masih terbilang muda.
Tapi Ayah dan Bunda berpikir sebaliknya, dan mereka menggeleng.
“Terus?”
“Ayah sama Bunda punya alasannya, karena Abang Ale memang laki-laki yang insyallah baik buat kamu. Bang Ale ngga pernah berbuat macem-macem ke teteh, Bang Ale soleh, Bang Ale santun, Bang Ale sopan, Bang Ale…sayang banget sama Ran.” Bunda mengakhiri kalimatnya dengan suara memelan.
“Intinya?”
“Bang Ale mau menikahnya sama Ran aja. Itu kata Abang Ale.”
Ran masih mendengar kalimat itu dengan biasa. Ia hanya bingung.
“Ayah Bunda mau aku nikah sama Bang Ale?”
Ayah Bunda mengangguk dengan kompak.
“Oke.” Ran merasa tidak masalah, dan ia langsung setuju.
“Aku bakalan belajar sayang sama Bang Ale. Masih…ada waktu sekitar…” Ran mencoba menghitung usianya dengan jari. “Lima tahun atau enam tahun lagi.” Lanjutnya dengan senyuman tanpa beban.
“Seminggu lagi.” Ucap Bunda.
“Hah?!” Wajah polos Ran mulai muncul di raut wajahnya.
“Seminggu lagi Abang Ale akan menikahi Ran.” Kata Bunda, memperjelas.
Sejak saat itu Ran bukan lagi menjadi gadis yang periang. Semuanya luntur dan melebur seperti keju yang meleleh di dalam oven. Ran bingung harus berbuat apa atau sekedar harus mengatakan apa. Bahkan kabar baik darinya sampai ia lupakan dan tidak ia ingat sama sekali.
***
Sekarang Ran mulai menggerakkan satu tangannya. Perlahan ia mengangkat badannya, dan sedikit demi sedikit ia paksakan untuk mendekati Ale. Namun tangannya yang mulai bergetar, menjadi lemah tanpa tenaga. Ia mulai tak sanggup melakukannya kembali, setiap kali mengingat kebebasan yang teman-teman sekolahnya miliki. Ran sungguh merasa sangat iri dan menginginkan hal itu.
“Bagaimana caranya supaya aku bisa mencintai Bang Ale? Bahkan dalam rumus matematika dan dalam tehnik menggambar sekalipun, aku ngga pernah bisa menemukannya. Atau, bagaimana caranya kita berpisah supaya Bang Ale ngga sedih menunggu perasaan aku? “
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments