Chapter 1

06:10 Rumah Susun

Pagi ini langit terlihat sangat cerah. Namun cerahnya langit tetap tak bisa menutupi raut kesedihan dari senyuman di wajah Ran.

Hampir 30 menit lamanya Ran berdiri memandangi langit di balkon rumahnya. Ia mengira, dengan cara sesederhana ini akan bisa mengurangi perasaan sedihnya. Tapi ternyata, hal itu tetap tak bisa mengurangi perasaan sedihnya walau hanya sedikit. Yang ada justru air matanya kembali keluar dari kedua kelopak matanya, mengingat kenyataan yang harus ia jalani sekarang.

“Ran, ayo sarapan.” Ajak seorang pria berkemeja putih.

Pria yang sangat apik menyiapkan sarapan di atas meja makan itu tak lain adalah

“Iya, Bang Ale.” Suami baik Ran.

Ran pun melepas pandangan matanya. Ia segera berjalan menuju meja makan, lalu duduk tepat di depan suaminya.

Ale langsung tersenyum melihatnya. Karena ini untuk pertama kalinya Ran kembali sarapan di satu meja makan bersama dengannya. Setelah menunggu selama dua minggu lamanya, akhirnya penantian Ale tidak sia-sia.

Tak seperti 14 hari kemarin, Ran tak pernah mau makan satu meja dengan Ale. Ran lebih memilih untuk sarapan di kamarnya dan mengacuhkan Ale begitu saja.

Tapi pagi ini berbeda. Bahkan Ran sudah mulai mau membuka suaranya untuk Ale.

“Ran mau sarapan apa?” Tanya Ale dengan lembut.

“Roti”

“Mau Abang buatin?”

“Ngga usah.”

Sesingkat itu Ran hanya ingin menjawab pertanyaan dari suaminya.

Ran pun mengambil selembar roti tawar di depannya, lalu mengolesinya dengan butter dan menaburkan meses cokelat di atas rotinya. Sarapan simple yang paling Ran sukai.

Sementara Ale, ia sarapan dengan telur omlete polos dan sepiring nasi.

“Hari ini Ran pulang sekolah jam berapa?” Tanya Ale.

Pertanyaan yang hampir setiap hari Ale tanyakan pada Ran. Tapi Ran tak pernah menjawabnya. Seolah tak mendengar pertanyaan itu, Ran memilih untuk diam.

Dan Al pun hanya bisa diam dan tetap bersabar.

06:30

“Ayo berangkat.” Kata Ale, setelah selesai mencuci piring makannya.

Ran yang masih duduk di depan meja makan sambil melamun, dengan lambat mengangkat badannya untuk beranjak dari kursi. Matanya melirik ke sebuah kotak makan yang ada di meja makan.

Tanpa pernah bertanya pada Ale, Ran selalu langsung memasukkan kotak makan putih bermotif bunga matahari itu ke dalam tasnya.

Pagi ini Ale merasa sedikit lebih lega dari hari-hari sebelumnya. Karena untuk kesekian kalinya, Ran tak menolak bekal yang sudah disiapkan untuknya.

Bagi Ale, untuk saat ini hal itu sudah cukup bisa membuatnya merasa tak tertolak.

***

Seperti biasanya, Ran selalu melakukan hobinya di setiap perjalanan menuju ke sekolahnya. Hobi yang tak lain adalah menggambar.

“Ran lagi gambar apa?”

“Rahasia.”

Sedikit membuat Ale tak percaya, kalau Ran akan menjawab pertanyaannya kali ini. Setelah pertanyaan itu ia tanyakan sebanyak puluhan kali. Meskipun sekalinya mendapatkan jawaban, jawaban itu tak sesuai dengan harapannya.

“Kenapa rahasia?” Tanya Ale, lagi.

“Bang Ale cerewet banget.” Sahutnya, merasa terganggu.

Tapi sahutan ketus Ran malah disambut dengan senyuman di wajah Ale.

“Jadi Abang belum boleh lihat buku matahari Ran?”

“Bukan cuma Bang Ale yang ngga boleh lihat. Tapi juga Bunda, Ayah, Papa, Mama, Feeza, Hefa, Bang Fahri, dan semua orang yang ada di dunia ini. Kecuali…” Ran menahan kalimatnya.

“Kecuali, apa?”

“Kecerobohan aku simpan buku matahari, dan orang yang nemuin buku matahari ngga sengaja ngeliat isinya.”

Ohh.

Mereka kembali saling terdiam. Namun tak sampai lima menit, tiba-tiba saja Ran mengatakan

“Hari ini aku pulang jam tiga.”

Tak perlu menunggu lama untuk menoleh, Ale langsung menoleh cepat ke arah Ran yang masih asik berkutik dengan buku mataharinya.

Senyuman lembut langsung menghiasi wajah Ale. Karena akhirnya Ran mau memberitahu jam pulang sekolahnya padanya.

Dengan mata berkaca-kaca, Ale pun bertanya “Ran mau Abang jemput?”

Tapi dengan cepat Ran langsung menolaknya dengan tegas.

“Ngga.”

“Kenapa?”

“Belum punya alasan.”

Ale kira Ran sudah mau membuka hati untuknya, ternyata belum.

“Terus, kapan Abang boleh jemput Ran?”

Ran menggeleng pelan.

“Ya udah kalo Ran belum mau dijemput sama Abang. Tapi kalo nanti mau di jemput Ran kasih tau Abang ya.”

Ran tak menyahuti ucapan Ale. Ia hanya diam sambil memasukkan buku matahari ke dalam tasnya.

Meskipun agak mengecewakan, tapi setidaknya Ran sudah mau kasih tau jam pulang sekolahnya hari ini.

***

SMK DWI KARYA

Ale menghentikan mobilnya di depan sebuah gerbang hitam yang cukup tinggi.

Yap! Disinilah Ran bersekolah. Ran mengambil jurusan multimedia.

Sejak kecil Ran sudah tertarik dengan dunia desain grafis dan animasi. Tapi setiap kali ditanya tentang cita-citanya mau jadi apa, Ran tak jarang akan menjawab

“ARSITEK. Aku mau jadi Arsitek.”

Tapi dari cita-cita yang dikatakannya itu, tak pernah sekalipun ia menggambar sebuah sketsa bangunan. Layaknya seperti seorang Arsitek yang biasanya gambar, Ran justru sangat suka menggambar wajah manusia seperti di komik. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak cerita yang sudah ia buat dalam beberapa buku hasil coretan gambar tangannya sendiri.

“Pokoknya Bang Ale jangan jemput aku hari ini.” Kata Ran, menegaskan kembali ucapannya.

“Iya, Ran.” Sahut Ale, mendayu.

Bukan bawaan dari lahir yang membuat Ale bisa sesabar itu. Tapi cintanya lah yang sangat tulus pada Ran yang selalu membuatnya menjadi orang yang sabar.

Sekitar 8 tahun yang lalu. Gadis kecil yang terpaksa menerima Ale sebagai guru private matematikanya, ternyata berhasil membuat Ale pensiun dari predikat playboy.

Menjadi guru private matematika Ran membuat Ale selalu bisa memandangi wajah Ran dari jarak sangat dekat, dan kedekatan itulah yang membuat Ale akhirnya menyayangi murid pertamanya itu. Cantik dan pintar. Itulah awal Ale bisa jatuh cinta pada anak perempuan kecil yang saat itu masih berusia 9 tahun. Tanpa Ran sadari, kalau ia telah membuat Ale mencintainya secara permanen.

“Aku sekolah dulu.” Pamitnya, setelah melepas seatbelt di kursinya.

Sekalipun ia sangat marah dan kecewa pada pria disampingnya. Tapi Ran tetap menghormati Ale sebagai suaminya, lebih tepatnya lagi ia menghargai Ale sebagai pria yang selalu menjaganya dengan sangat baik selama ini.

“Semangat ya belajarnya.” Ucap Ale, menyemangati.

Tapi ucapan semangat dari Ale tak pernah Ran sahuti. Karena Ran merasa kalau ucapan semangat dari Ale tak pernah berpengaruh sama sekali untuknya.

Ran pun segera keluar dari mobil setelah menyalimi suaminya, dan ia masih belum juga mau melihat wajah suaminya sejak hari pernikahan mereka sampai detik ini.

“RAAAAAAAAN”

Teriakkan Devanya langsung menyambut kedatangan Ran yang baru selangkah turun dari mobil.

Dan Ran, langsung merengutkan wajahnya.

“Halo Abang Ale.” Sapa Devanya, centil, pada Ale yang masih membuka jendela mobilnya.

Ale pun langsung membalas sapaan ceria Devanya dengan senyuman.

“Ayo” Kata Ran, yang langsung mengajak Devanya untuk segera pergi ke kelas bersamanya.

Tapi Devanya masih tetap tebar pesona sambil menengok beberapa kali ke belakang, ke arah Ale yang belum juga pergi dari sekolah Ran.

“Iya gue tau lo punya Abang sepupu yang ganteng, baik, ramah, manis. Paket lengkap deh pokoknya. Tapi bukan berarti gue ngga boleh deket donk sama Abang sepupu lo itu.” Kata Devanya, protes.

Dengan datar, Ran pun langsung menyahuti ucapan tanpa jeda itu.

“Kenan gimana kabarnya?”

“Baik.” Jawabnya, dengan senyum sok imut.

“Nah. Kalo gitu baik-baik ya sama Kenan.” Ucapnya, sambil menepuk pelan bahu kanan Devanya. Lalu ia pergi setelah tersenyum meledek.

Devanya pun sangat menyadari itu. Menyadari kalau ia tidak lagi jomblo.

Tapi sikap Ran yang selalu menolaknya untuk kenal dekat dengan Ale, membuat Devanya malah semakin gemas. Bahkan ia semakin senang meledek Ran, dan Ran tidak pernah menyadari ledekannya itu.

“Nanti istirahat gue mau telpon Bang Ale ahh.” Seru Devanya, meledek sembari mengejar Ran yang sudah pergi lebih dulu.

Ran pun tak ingin menyahuti ucapan temannya itu. Ia tetap terus berjalan menuju kelas dengan langkah cepat.

***

07:20 11Multimedia1

“Selamat pagi anak-anak.” Sapa Aluna, wali kelas 11Multimedia1.

“SELAMAT PAGI BU ALUNA.” Sapa balik semua siswa-siswi dengan serentak.

FYI. Aluna adalah wali kelas terbaik versi Ran. Dia tidak pernah marah pada siswanya sekalipun siswanya membuat kesalahan besar. Sikap dan cara bicaranya yang sangat keibuan, membuat siapapun merasa nyaman berada didekatnya. Tapi dari semua kebaikan yang Aluna miliki, di usianya yang sudah lebih dari ¼ abad ia belum juga menikah. Bahkan masih jomblo. Bukan karena Aluna tipe pemilih, tapi memang karena belum datang jodoh untuknya.

“Pagi ini Ibu punya hadiah buat kalian semua, terutama untuk para cewek.” Ujar Aluna, sangat bersemangat.

“APA BU HADIAHNYA?” Tanya beberapa siswi, merasa penasaran.

Aluna langsung menepukkan tangannya ke arah pintu, dan

“OH MY GOD! OH MY GOD! OH-MY-GOD!” Seru beberapa siswi, berasa sport jantung begitu melihat hadiah yang Aluna berikan.

Seorang siswa baru yang ketampanannya nyaris seperti pangeran. Itulah hadiah terbaik bulan ini dari wali kelas mereka.

Bahkan Ran yang biasanya tak tertarik dengan satu cowok pun di sekolahnya. Kali ini Ran luput dari karikatur anime yang sedang digambarnya.

Siswa baru itu pun berjalan memasuki ruang kelas, lalu menghentikan langkah kakinya didepan kelas tepat disamping Aluna.

“Nah. Nah. Para girlies pada terpesona kan melihat hadiah dari Ibu.” Kata Aluna, meledek.

“Bukan terpesona lagi Bu, tapi langsung falling in love banget.” Sahut Miya, tanpa malu.

“Yaah ada saingan gue.” Seru Bimo, si cowo sok cool yang super narsis tingkat dewa.

“Pastinya.” Sahut Fatika, tak peduli.

“Nama kamu siapa?” Tanya Jean, dengan gaya sok manis.

“KAMUUUUUU???” Ledek hampir satu kelas.

“Yeee iri aja deh kalian.”

“Penasaran ya kalian?” Tanya Aluna, semakin membuat penasaran seisi kelas.

“PASTINYA BU.” Sahut beberapa siswi tak sabar.

“Ayo sekarang kamu perkenalkan diri kamu.” Perintah Aluna, pada siswa baru disampingnya.

“Halo teman-teman.” Sapanya, dengan suara yang cowok banget.

“HALOOOOO.”

“Salam kenal. Perkenalkan nama saya Rasaka Yutta, panggil aja saya Saka. Saya pindahan dari SMK di Surabaya. Karena pekerjaan orangtua saya sebagai pengusaha yang sering berpindah-pindah tempat, jadi selama SMA saya sudah pindah tiga sekolah. Tapi saya pastikan SMK DWI KARYA akan menjadi sekolah saya yang terakhir.”

Semua orang senang mendengarnya, termasuk Ran yang tak melepas pandangan matanya dari pesona Saka yang memiliki senyuman manis yang sangat sederhana itu.

“Oke, cukup perkenalannya. Nanti kalo mau lebih kenal lagi sama Saka kalian harus berteman. Ingat kita semua…”

“BERSAHABAAAAT” Seru sekelas dengan kompak.

“Good. Kalian semua anak baik.” Pujian Aluna yang setiap hari selalu terucap dari mulutnya.

Saka tersenyum mendengarnya, dan ia terlihat senang berada di kelas 11Multimedia1.

“Juna. Kamu duduk sama Saka ya?”

“Mau sih Bu. Tapi itu artinya saingan ketampanan saya semakin jelas nyata terlihat.” Ujar Juna, merasa sok sedih.

"HUUUUUUUU" Sorak teman-teman sekelas.

“HAHAHAHAAAA” Serentak satu kelas pun menertawai Juna.

***

12:50 Jam istirahat kedua

“Kantin yuk?” Ajak Devanya.

Ran langsung menggeleng, kedua matanya masih tetap fokus pada gambar yang sedang ia buat di buku matahari.

“Bawa bekal lagi?”

Ran mengangguk.

“Rajin banget sih nyokap lo nyiapin bekal buat anak gadisnya. Andai nyokap gue serajin nyokap lo.” Ujarnya, merasa iri.

Sejenak tangan kanan Ran berhenti menggambar begitu mendengar ucapan Devanya. Wajahnya pun ia angkat ke atas dan melihat ke arah Devanya yang berdiri di samping mejanya.

“Bukan nyokap gue yang buat sarapan, tapi…”

“Dev, ke kantin bareng yuk?” Ajak Naima, memutus kalimat Ran yang belum selesai ia ucapkan.

“Ayo.” Sahut Devanya.

“Ada yang mau lo titip ngga?”

“Ngga ada.”

“Ya udah, gue sama Naima ke kantin dulu ya.”

“Iya.”

Ran pun melanjutkan menggambarnya kembali.

Tapi tak sampai 10 menit menggambar, para penghuni di dalam perutnya sudah protes minta diisi. Ran pun terpaksa menyudahi menggambar, pikirnya daripada nanti ia sakit perut gara-gara nahan laper.

Ran segera mengeluarkan bekal dari dalam tasnya.

Setiap bekal yang Ale siapkan untuknya, Ran tidak pernah mengetahui isi bekalnya. Tapi Ale selalu membawakan bekal kesukaan Ran, dan Ran tak pernah tak menghabiskan bekal yang Ale siapkan untuknya.

Ia pun tak sabar untuk melihat isi bekal yang disiapkan Ale untuknya hari ini. Dengan pelan ia membuka kotak makannya dan mengintipnya sedikit. Yap, wajahnya langsung tersenyum bahagia begitu mengetahui bekal yang dibawakan Ale untuknya adalah makanan yang sama dengan yang ia makan saat sarapan tadi pagi.

Senyuman di wajahnya semakin mengembang begitu melihat bentuk roti yang Ale buatkan untuknya.

“Cantik.” Serunya.

Ran meraih sepotong roti dari kotak makannya, dan segera ia masukkan ke dalam mulutnya. Tapi, begitu roti berbentuk bunga itu hampir meluncur ke dalam mulutnya, hanya tinggal satu centi lagi. Tiba-tiba saja

“Boleh minta satu?”

Seseorang dari barisan paling ujung bertanya padanya.

Alhasil roti yang ada di tangannya harus kembali ia taruh ke tempat asalnya.

Ran pun segera menoleh ke arah suara itu berasal. Suara yang asing di telinganya itu tentu tak bisa ia kenali lantaran yang meminta bekal padanya ternyata adalah Saka, siswa baru di kelasnya.

Dengan raut wajah datar Ran menjawab pertanyaan Saka, dengan jawaban “Ngga boleh.”

Saka kaget mendengar jawaban Ran yang menolaknya untuk membagi bekalnya.

“Kenapa?” Tanya Saka, penasaran.

“Karena kita ngga saling kenal.”

“HAH???”

“Tapi kan tadi gue udah kenalin diri gue di depan kelas.”

“Di depan kelas kan? Bukan secara pribadi.” Sahutnya, santai.

Saka langsung heran melihat sikap acuh teman barunya itu. Karena baru kali ini ia ditolak ketika meminta sesuatu pada seorang cewe.

“Oke, kalo gitu kita kenalan sekarang. Nama gue Saka. Siapa nama lo?” Kata Saka, dari tempat duduknya.

Tapi Ran, bukannya merespon baik perkenalan Saka secara pribadi, Ran malah meminta Saka untuk datang

menghampirinya.

Saka menggeleng tak percaya. Di hari pertamanya masuk di sekolah baru ia mendapat sambutan seperti ini hanya

dari satu orang saja.

“Harus ya kita kenalan dari jarak dekat?”

“Ngga juga sih. Itu terserah lo. Kalo mau kenalan boleh, ngga juga ngga apa-apa.” Ran semakin menjawab dengan

santai.

Untuk pertama kalinya dalam hidup Saka, ia diperlakukan secuek ini sama seorang cewe. Tak seperti biasanya, Saka selalu mendapat perlakuan istimewa. Bahkan para cewe yang mengejarnya duluan untuk berkenalan dengannya.

Karena merasa penasaran dengan cewe satu ini, akhirnya Saka rela menghampiri Ran ke tempat duduknya.

Seraya berjalan, pandangan matanya sengaja tak ia lepas sedikit pun dari sosok cewe yang tengah asik

menikmati bekalnya.

Langkah kaki Saka pun berhenti tepat disamping meja Ran. Tanpa basa-basi, Saka langsung menyodorkan tangan kanannya ke arah Ran.

Ran segera mengangkat wajahnya, dan memutar matanya melihat ke arah cowo berwajah bad boy yang ternyata tanpa senyuman.

Tapi Ran, langsung memberikannya senyuman tipis yang sangat manis untuk teman

barunya itu.

Namun senyuman manis Ran tak dapat sambutan dari Saka.

Ran tak peduli.

“Nama gue Himawari Ran.” Kata Ran, memperkenalkan diri.

Lagi. Saka dibuat heran dengan Ran.

Ketika orang terbiasa berkenalan dengan berjabat tangan. Tapi Ran, bukannya menyambut uluran tangan perkenalannya, Ran justru menyodorkan jari kelingkingnya.

Saka diam. Ia memandangi jari kelingking Ran, dengan maksud agar Ran bisa menjelaskan arti dari jari kelingking yang ia sodorkan kepadanya.

Ran yang cukup cerdas pun langsung mengerti maksud sikap diam Saka.

“Gue lebih suka kenalan kayak gini.” Kata Ran, simple explanation.

Oke. Saka sudah tau alasannya. Ia pun membalas perkenalan Rania.

“Gue Rasaka Yutta. Gue mau panggil lo Himawari.” Kata Saka, to the point.

“HAH?!”

Ran langsung tercangah mendengarnya. Karena Saka menjadi orang pertama yang bersedia memanggil nama

depannya yang punya 4 suku kata.

“Ya udah, terserah lo.” Kata Ran, tak mau melarang.

“Karena kita udah kenalan, berarti sekarang gue boleh donk minta bekal roti lo?”

“Boleh donk. Ini”

Ran pun menepati janjinya. Ia memberikan sedikit bekalnya pada teman barunya itu.

“Tolong sekalian cuciin kotak makannya ya. Thanks.” Ucap Ran, seraya pergi meninggalkan Saka keluar dari ruang kelas.

“HAH!!!???” Saka dibuat skak mat oleh Ran, hanya untuk sepotong roti saja.

***

18:30 Rumah Susun

Malam ini Ran tengah asik membaca komik sambil bersantai di atas sofa. Ia sedang menikmati waktu luangnya

yang tanpa tugas sekolah malam ini.

Cklek.

Suara seseorang membuka pintu rumah. Namun Ran tak menoleh, ia tetap membaca komik sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Karena ia tau, kalo yang datang adalah Ale.

“Ran?”

Ale cukup terkejut melihat keberadaan Ran di atas sofa.

Tak seperti selama 14 hari kemarin, Ran hanya menghabiskan waktu mengurung diri di dalam kamarnya. Ia hanya keluar sesekali untuk mengambil makanan yang sudah disiapkan Ale untuknya. Bahkan setelah mandi dan pulang sekolah, Ran akan langsung kembali masuk ke dalam kamarnya. Hanya suara tangisan kecil yang sesekali Ale dengar dari balik pintu kamar Ran, dan sikap Ran itu membuat Ale tak bisa berbuat banyak, mencegahnya pun ia merasa tak mampu.

Tapi, sejak tadi pagi dan sampai malam ini, Ran mulai menunjukkan perubahan sikap padanya.

Ale langsung tersenyum melihatnya. Ia merasa lega karena Ran tak sampai jatuh sakit karenanya.

“Ran udah makan?” Tanya Ale, sembari membuka sepatunya di dekat pintu.

Ran tak menjawabnya, ia hanya menggeleng dan tetap fokus pada komik yang sedang dibacanya.

“Bang Ale beliin makanan kesukaan Ran.” Kata Ale, seraya berjalan ke ruang tengah. Lalu meletakkan bungkus

makanan di atas meja dekat sofa.

Ran langsung melirik bungkusan itu. Ia penasaran dengan isinya.

Ran pun segera beranjak dari sofa dan melihat isi bungkusannya.

Begitu tau isinya. Ia langsung menutup komik yang belum selesai ia baca, dan bergegas pergi ke dapur untuk

menyiapkan makan malam.

Ale sampai tercangah melihat tingkah Ran yang berubah cukup drastis. Entah apa yang membuat istri tercintanya

itu jadi kembali terlihat manis.

30 menit kemudian

Ale kembali tercangah, begitu ia baru keluar dari kamar mandi pemandangan mengejutkan membuat Ale di antara

percaya dan tidak. Ia mendapati Ran sedang duduk di depan meja makan, dengan makanan yang sudah tersedia cukup apik.

“Ran lagi nungguin Abang?” Tanya Ale, ge'er.

Ran mengangguk.

Ternyata kege'eran Ale tak salah.

“Bang Ale, kenapa jadi ngelamun? Ayo makan. Aku udah laper banget.” Kata Ran, bergerutu sambil memegangi

perutnya.

Ale pun segera berjalan menuju meja makan dan duduk di depan Ran.

“Buat Bang Ale.” Kata Ran, memberikan sepiring nasi lengkap dengan lauk.

Tak hanya itu, Ran juga menyiapkan segelas air putih yang ia letakkan dekat tangan Ale.

Ale sampe terharu melihatnya. Karena akhirnya ia bisa merasakan rasanya menjadi seorang suami yang dilayani

istrinya dengan sangat manis.

“Terima kasih Ran.” Ucap Al, dengan mata sedikit berkaca.

“Hmmm” Sahut Ran, hanya bergumam.

Ran segera menyantap makan malamnya, begitu juga dengan Ale.

“Gimana sekolah kamu hari ini?” Tanya Ale.

“Ngga terlalu baik.” Jawab Ran, datar.

“Kenapa?”

“Ada murid baru yang sok akrab sama aku. Padahal aku sama dia ngga saling kenal, tapi bisa-bisanya dia minta

bekal aku di hari pertamanya masuk sekolah.” Jawab Ran, tanpa jeda dan dengan nada kesal.

“Emangnya murid baru itu ngga ngenalin dirinya di depan kelas?”

“Kenalin. Namanya Rasaka Yutta, panggilannya Saka. Dia siswa pindahan dari SMA di Surabaya. SMK DWI KARYA adalah SMA ke empatnya, dan Saka bilang kalo SMK DWI KARYA bakalan jadi SMA terakhirnya. Karena dia ngga akan pindah sekolah lagi.” Cerita Ran, lengkap dan jelas.

“Tapi aku ngga peduli.” Tambahnya, dengan raut wajah acuh.

Ale agak terkejut dengan ekspresi wajah Ran saat membicarakan tentang teman barunya. Baru kali ini ia melihat

Ran sesinis itu membicarakan tentang seorang teman. Padahal biasanya Ran hanya brekspresi kesal biasa, ketika ada temannya yang membuatnya sangat marah.

“Kalo udah kenalin diri berarti udah saling kenal donk?”

“Ya belum lah.”

“Belumnya gimana?”

“Kan dia kenalinnya di depan kelas, ngga secara pribadi ke aku.”

Ale merengutkan dahinya.

“Aku ngga suka sama orang yang ngga aku kenal, tapi sok akrab sama aku.”

“Tapi kan dia teman sekelas kamu.”

“Tapi kan Bang Ale pernah bilang ke aku, kalo aku ngga boleh akrab sama orang yang ngga aku kenal, dan anak baru itu kan belum aku kenal.”

Seketika Ale langsung terdiam mendengar kalimat Ran kali ini.

Ale tak menyangka, kalo ternyata Ran masih ingat dengan nasihat darinya itu.

Melihat tak ada respon dari Ale, Ran pun akhirnya memberanikan matanya untuk melihat kembali wajah Ale untuk

pertama kalinya setelah mereka menikah.

Ran mengangkat wajahnya perlahan, lalu melihat wajah suaminya yang ada didepannya.

“Aku…salah ya?” Tanya Ran, memelas.

Ale tak langsung menjawabnya. Ia melihat wajah istrinya untuk beberapa detik. Lalu

“Ngga. Ran ngga salah. Ran benar.” Jawab Ale. Perlahan merubah raut wajah kagetnya menjadi senyuman hangat.

***

Terpopuler

Comments

Emak Femes

Emak Femes

kesan pertama ....?


sukak thor, lanjutkeeenn 💪💪💪

semangat!!!!


salam dari "Goodbye Mr. Palyboy" 😊😊

2021-05-21

1

IrohAlkafi

IrohAlkafi

waahh...
lanjut..
menikahi bocah juga akhirnya..

2021-05-18

1

lihat semua
Episodes
1 Prologue
2 Chapter 1
3 Chapter 2
4 Chapter 3
5 Chapter 4
6 Chapter 5
7 Chapter 6
8 Chapter 7
9 Chapter 8
10 Chapter 9
11 Chapter 10
12 Chapter 11
13 Chapter 12
14 Chapter 13
15 Chapter 14
16 Chapter 15
17 Chapter 16
18 Chapter 17
19 Chapter 18
20 Chapter 19
21 Chapter 20
22 Chapter 21
23 Chapter 22
24 Chapter 23
25 Chapter 24
26 Chapter 25
27 Chapter 26
28 Chapter 27
29 Chapter 28
30 Chapter 29
31 Chapter 30
32 Chapter 31
33 Chapter 32
34 Chapter 33
35 Chapter 34
36 Chapter 35
37 Chapter 36
38 Chapter 37
39 Chapter 38
40 Chapter 39
41 Chapter 40
42 HIATUS
43 Chapter 41
44 Chapter 42
45 Chapter 43
46 Chapter 44
47 Chapter 45
48 Chapter 46
49 Chapter 47
50 Chapter 48
51 Chapter 49
52 Chapter 50
53 Chapter 51
54 Chapter 52
55 Chapter 53
56 Chapter 54
57 Chapter 55
58 Chapter 56
59 Chapter 57
60 Chapter 58
61 Chapter 59
62 Chapter 60
63 Chapter 61
64 Chapter 62
65 Chapter 63
66 Chapter 64
67 Chapter 65
68 Chapter 66
69 Chapter 67
70 Chapter 68
71 Chapter 69
72 Chapter 70
73 Chapter 71
74 Chapter 72
75 Chapter 73
76 Chapter 74
77 Chapter 75
78 Chapter 76
79 Chapter 77
80 Chapter 78
81 Chapter 79
82 Chapter 80
83 Chapter 81
84 Chapter 82
85 Chapter 83
86 Chapter 84
87 Chapter 85
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Prologue
2
Chapter 1
3
Chapter 2
4
Chapter 3
5
Chapter 4
6
Chapter 5
7
Chapter 6
8
Chapter 7
9
Chapter 8
10
Chapter 9
11
Chapter 10
12
Chapter 11
13
Chapter 12
14
Chapter 13
15
Chapter 14
16
Chapter 15
17
Chapter 16
18
Chapter 17
19
Chapter 18
20
Chapter 19
21
Chapter 20
22
Chapter 21
23
Chapter 22
24
Chapter 23
25
Chapter 24
26
Chapter 25
27
Chapter 26
28
Chapter 27
29
Chapter 28
30
Chapter 29
31
Chapter 30
32
Chapter 31
33
Chapter 32
34
Chapter 33
35
Chapter 34
36
Chapter 35
37
Chapter 36
38
Chapter 37
39
Chapter 38
40
Chapter 39
41
Chapter 40
42
HIATUS
43
Chapter 41
44
Chapter 42
45
Chapter 43
46
Chapter 44
47
Chapter 45
48
Chapter 46
49
Chapter 47
50
Chapter 48
51
Chapter 49
52
Chapter 50
53
Chapter 51
54
Chapter 52
55
Chapter 53
56
Chapter 54
57
Chapter 55
58
Chapter 56
59
Chapter 57
60
Chapter 58
61
Chapter 59
62
Chapter 60
63
Chapter 61
64
Chapter 62
65
Chapter 63
66
Chapter 64
67
Chapter 65
68
Chapter 66
69
Chapter 67
70
Chapter 68
71
Chapter 69
72
Chapter 70
73
Chapter 71
74
Chapter 72
75
Chapter 73
76
Chapter 74
77
Chapter 75
78
Chapter 76
79
Chapter 77
80
Chapter 78
81
Chapter 79
82
Chapter 80
83
Chapter 81
84
Chapter 82
85
Chapter 83
86
Chapter 84
87
Chapter 85

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!