06:00 Rumah Susun
Ale keluar dari kamarnya sambil mengancingkan lengan kemejanya.
Langkah kakinya terhenti ketika ia melihat Ran yang terlihat menawan pagi ini.
Meskipun bukan untuk pertama kalinya Ale melihat Ran memakai seragam sekolah, tapi kali ini Ran terlihat sangat cantik.
Sambil menyiram bunga matahari di balkon rumah, tangannya begitu terlihat lembut di mata Ale. Dari angle manapun, Ran selalu terlihat mempesona di mata Ale.
Saat lamunan Ale masih berjalan, Ran menyadari keberadaan Ale yang sedang memandanginya dari kejauhan.
Untuk beberapa detik waktu seperti berhenti sejenak.
Ran yang selama ini tak ingin melihat wajah Ale, pria yang sekarang berstatus suaminya. Kini ia bisa kembali melihat wajah suaminya dengan sangat jelas, tanpa harus menghindarinya lagi.
Saat ini Ale dan Ran sama-sama saling memandangi dengan perasaan berbeda.
Ale memandangi wajah Ran dengan penuh cinta. Sedangkan Ran, memandangi wajah Ale dengan rasa sedih yang mendalam.
Kling.
Bunyi oven toaster langsung membuyarkan lamunan Ale dan Ran. Saat itu juga Ran langsung melepas pandangan matanya dari Ale, dan ia langsung kembali menyiram bunga matahari.
Sedangkan Ale, ia segera berjalan menuju dapur untuk mengeluarkan roti dari oven toaster.
Seraya mengambil roti yang baru matang dibakar, Ale meminta Ran untuk segera sarapan. Dan Ran pun selalu langsung menurut dengan perintah Ale. Ia segera masuk ke dalam rumah, lalu duduk di depan meja makan.
Selagi Ale menyajikan sarapan roti, Ran merapihkan baju seragamnya.
Ale melirik ke arah Ran yang ada di depannya.
“Seragamnya abis Ran kecilin lagi?” Tanya Ale.
“Ngga.” Jawab Ran, santai.
“Terus kenapa kelihatan sempit di badan kamu?”
“Mungkin aku kegemukan.” Jawabnya, beralasan.
“Abang tau kalo badan kamu ngga kegemukan, tapi seragam kamu yang kamu kecilin.”
“Bang Ale kan ngga pernah lihat badan aku, jadi jangan sok tau.” Kata Ran, mengelak.
“Buka seragam kamu sekarang.” Kata Ale. Tak peduli dengan alasan apapun Ran.
“HAH???” Ran langsung kaget mendengar perintah Ale.
Tapi Ale terlihat sangat santai menyuruh Ran membuka baju seragamnya.
***
Ran menggigit sedikit demi sedikit roti di tangannya. Sambil menunggu Ale melepaskan jahitan seragamnya
yang baru ia jahit semalam, Ran hanya bisa pasrah tanpa bisa menikmati sarapan kesukaannya pagi ini.
Pria berwajah manis itu jadi terlihat seperti devil di mata Ran saat ini. Tangannya begitu kejam menyobekkan setiap jahitan benang di seragam sekolahnya yang sudah susah payah ia jahit semalaman.
“Tega.” Gerutunya, dengan suara pelan.
Tapi Ale yang duduk tak jauh darinya, bisa mendengar suaranya. Dan ia hanya tersenyum melihat gadis remaja itu kesal padanya.
***
SMK DWI KARYA
Ran masih sangat kesal dengan Ale, karena jahitan seragamnya yang dipretelin tanpa ampun.
Alhasil, selama di perjalanan dari rumah ke sekolah Ran benar-benar menekuk dalam-dalam wajahnya. Bahkan ia menggambar wajah Ale yang seperti monster di buku matahari.
“Aku sekolah!” Pamitnya, sambil membuang wajahnya ke samping. Tapi tangannya tetap menarik tangan Ale untuk disalimi.
Ale tertawa kecil melihat istrinya yang terkadang masih seperti anak kecil.
“Belajar yang semangat ya.” Ucap Ale, sambil membelai kepala Ran.
Ada sedikit perasaan luluh yang hinggap di hati Ran, ketika Ale membelai lembut kepalanya dan terasa penuh cinta. Namun kejaimannya jauh lebih besar, dan Ran pun mengabaikannya. Ia segera membuka seatbelt, lalu keluar dari mobil.
“Huuhh BT!!” Gerutunya.
“RAAAAAAAAN"
Lagi dan lagi ia harus bertemu dengan Devanya. Bahkan di moment yang tak tepat seperti sekarang.
Devanya berlari dengan penuh semangat menghampirinya. Tapi saat tiba di dekat Ran, bukan Ran yang ia sapa melainkan
“Haloooo Bang Ale.”
“Bisa-bisanya Devanya panggil gue cuma buat cepe-cepe doank sama Ale.”
Ran benar-benar dibuat kesal dengan kecentilan Devanya yang sudah tak bisa ditoleransi lagi olehnya. Seperti menghadapi sauna yang sangat panas, Ran semakin dibuat kesal dengan kelakuan teman sebangkunya itu.
Tapi, tiba-tiba matanya melihat ke arah seseorang yang bagaikan dewa penolong hati buruknya saat ini. Tanpa berlama, Ran langsung berteriak sangat kencang memanggil nama orang itu.
“KENAAAAAN”
Saat itu juga Devanya langsung melepas sandaran badannya dari mobil Ale dan langsung melihat ke arah Kenan, sang pacar.
“Haaahhh Ran..Ran. Benar-benar lo ngerusak moment gue banget.” Ucapnya, dengan senyuman menakutkan yang ia arahkan keras pada teman polosnya yang masih berdiri disampingnya.
Ran pun membalas senyuman menakutkan Devanya dengan senyuman seperti malaikat pencabut nyawa.
“Ada apa Ran?” Tanya Kenan, menghampirinya.
Ran memberi kode pada Kenan supaya ia segera membawa pacarnya pergi darinya sekarang juga.
Kenan pun langsung paham. Ia pun langsung meraih tangan Devanya, lalu membawanya pergi. Diikuti Ran dibelakang mereka dengan hati bahagia.
“Hahahaa” Ale langsung tertawa melihat anak-anak SMA itu.
“Tok.Tok.Tok.” Tiba-tiba seseorang mengetuk kaca mobilnya.
Ale pun langsung membukanya.
“Maaf ya om, tolong jangan parkir mobil disini lama-lama. Ganggu kami yang mau masuk.” Kata seorang anak SMA bersepeda, menegurnya.
“Iya” Sahut Ale.
Ale pun segera melajukan mobilnya yang sejak tadi berhenti di depan gerbang sekolah.
Tapi saat Ale mau melajukan mobilnya, tiba-tiba saja seorang anak SMA dari sebrang jalan memanggil anak SMA yang baru saja menegurnya. Dan anak SMA yang ada disebrang itu memanggilnya “SAKA.” Nama yang tak asing ditelinganya, dan Ale hampir kembali melamun karena mendengar nama itu.
***
06:45 11Multimedia1
“Ran, kapan lo mau melukis gue sama Kenan?”
“Emangnya lo mau bayar gue berapa?” Tanya Ran balik.
“Isshhh”
“Bercanda. Emangnya lo mau digambarin kayak gimana?”
“Mmm…gue mau digambarin kayak ala-ala anime gitu. Kan gambaran anime lo keren banget. Jadi gue pengen banget kayak gitu.”
“Bisa. Hari ini pulang sekolah juga bisa.”
“Bener?”
“Iya.”
“Di taman 400 meter ya.”
“Sip”
“Thank youuuu.”
“Hhmm” Sahutnya, bergumam.
“Ya ampun!” Seru Devanya, mengagetkan tiba-tiba.
“Ada apa?” Tanya Ran, kaget. Sampe-sampe ia hampir mencoret gambar yang sedang dibuatnya.
“Ketampanan Saka kenapa selalu bikin hati bergetar sih?”
“Hah?!!!” Ran langsung melongo heran begitu mendengar ucapan Devanya.
“Lihat tuh Ran. Jelas nyata, kalo Saka emang the real prince di sekolah kita.”
“Maksudnya?” Tanya Ran, polos.
“Lo kan jago Bahasa inggris. Masa ngga tau sih arti dari the real prince?” Tanyanya, lelah.
“Ya, gue tau kalo yang itu. Tapi predikat yang lo sematin ke anak baru itu, sama sekali ngga worth it.”
Devanya menghela napasnya, menggeleng kepalanya dan mengipasi lehernya.
“Ini nih kalo udah kelewat…nyaris death inside sama yang namanya CO-WOK.” Kata Devanya, gemas pada kelolaan Ran.
Tapi bukannya merubah mimik wajahnya agar terlihat smart tentang cowok, Ran malah semakin menunjukkan kepolosannya pada teman sebangkunya itu.
“Cowok setampan Saka masih lo bilang ngga worth it dikasih predikat the real prince di sekolah kita?” Tanya Devanya, menahan sabar.
Dan jawaban Ran…mengangguk.
“W-O-W. WOOOWWW!!!” Devanya tidak habis pikir dengan mata serta hati teman dekatnya itu.
“Gue bilangnya cuma di sekolah kita lho, bukan di dunia ini.” Kata Devanya, lebih memperjelas maksud dari kalimatnya itu.
“Iya. Terus?”
“Terus, menurut lo yang layak dapet predikat the real prince di sekolah kita ini, siapa?”
Ran berpikir sejenak. Ia mencoba mengingat wajah setiap cowok yang ia lihat sepanjang dari pintu gerbang sekolah sampai kelas tadi pagi.
Dan jawaban Ran…
“Ngga ada.” Menjawab dengan wajah datar dan polos tanpa dosa.
“AHHHH.” Devanya stuck. Ia kesal dan ia capek ketika membahas tentang cowok pada Ran.
Karena nyatanya Ran memang tidak peduli.
“Mau kemana?” Tanya Devanya, saat melihat Ran mendorong kursinya ke belakang.
“Toilet.”
“Tapi 10 menit lagi kan bel. Pelajaran pertama kimia lho.” Kata Devanya, mengingatkan.
“Iya, gue tau. Gue kebelet.”
“Ohh.”
***
Ran menutup rapat-rapat mulutnya, agar tak ada satu orang pun yang bisa mendengar suara tangisannya.
Saat ini hatinya kembali bersedih. Kesedihan yang tak pernah bisa ia tahan, bahkan tak bisa ia ungkapkan. Kesedihannya yang hanya bisa ia pendam dalam hatinya. Karena berteriak sekencang apapun hanya akan percuma baginya, tak akan ada satu orang pun yang akan mengerti hatinya.
Entah harus berapa lama lagi ia bisa mengikhlaskan kesedihannya ini, dan menerima kenyataan tentang kehidupannya yang menurutnya sangat menyedihkan.
Seharusnya di usianya yang baru 16 tahun, Ran bisa merasakan masa SMA yang indah. Masa dimana hampir semua orang di dunia ini mengatakan masa paling indah. Bisa merasakan yang namanya kebebasan. Itulah yang sering ia dengar dari teman-temannya. Tapi
“Ngga untuk aku yang akan kehilangan masa indah masa SMA ku.”
Dan itulah yang selalu Ran pikirkan sejak tiga bulan yang lalu.
KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGNGGG
Suara bel masuk sekolah berbunyi.
Ran segera menghapus air matanya, dan bergegas kembali ke kelas.
Tapi langkah kakinya terhenti sejenak saat melewati cermin besar di toilet.
Ran mendekatkan wajahnya ke cermin untuk memastikan kalau wajahnya tak terlihat sembab. Ia juga merapihkan seragamnya yang agak berantakan. Tapi begitu melihat baju seragamnya, ia langsung kembali teringat dengan kejadian tadi pagi.
“Kejam.” Gerutunya, sangat kesal, seraya berjalan keluar dari toilet.
Tepat satu langkah kakinya keluar dari toilet, seseorang langsung memanggilnya dengan panggilan
“Himawari”
Dengan cepat Ran langsung menoleh ke samping ke arah suara yang ada di depan toilet perempuan.
Suara yang masih asing di telinganya itu, tapi panggilan namanya membuatnya tak asing sama sekali.
“Ada apa?” Tanya Ran, tak ramah.
“Lo abis nangis ya?” Tanya Saka balik.
“Bukan urusan lo.”
Saka pun melepas sandaran badannya dari dinding.
Tiba-tiba saja...dengan sengaja Saka mendekatkan wajahnya ke wajah Ran yang terlihat sangat acuh padanya.
“Beneran abis nangis.” Kata Saka, sangat yakin dengan tebakannya.
“Kalo gue abis nangis…juga bukan urusan lo.” Sahut Ran, sinis.
“Urusan gue donk. Kan sekarang kita teman sekelas.”
“Hah?!” Ran langsung merengutkan dahinya. Ia sama sekali tak suka dengan sikap sok akrab Saka yang menurutnya hanya cari perhatian saja.
“Terserah lo mau ngomong apa. Tapi tolong jangan ganggu gue lagi.” Kata Ran, mempertegas.
Ran pun pergi meninggalkan Saka. Ia segera berlari ke kelasnya, mengingat kalo jam pertama hari ini adalah pelajaran kimia.
Saka menggeleng sambil tersenyum sinis melihat sikap Ran padanya.
Ia pun segera kembali ke kelas, mengikuti Ran dari belakang.
Tapi…mendadak langkah kaki Ran perlahan berhenti begitu melihat pintu kelasnya sudah tertutup rapat.
08:00
Masih tersisa waktu 40 menit lagi sampai hukuman Ran dan Saka selesai.
Kali ini Ran harus menahan dalam-dalam kesabarannya pada teman barunya.
Teriknya matahari yang mulai muncul dan menyinari wajahnya, membuat Ran merasa kepanasan dan silau. Keringat pun mulai keluar dari kedua sisi wajah Ran. Ia tak terlalu menyukai sinar matahari pagi, meskipun sangat menyehatkan.
Saka yang berdiri disampingnya pun merasa tak tega melihat Ran terlihat kepanasan. Dengan spontan tangan kirinya langsung menutupi kepala Ran, dan respon Ran
“Ckk” Malah berkecap dengan lirikan sinis.
Heran. Saka benar-benar heran dengan cewek satu ini.
Saka menggeleng melihat sikap Ran. Perhatiannya terus di tolak oleh Ran. Baru kali ini ada cewek yang terus-menerus menolak dirinya. Bahkan perhatiannya seromantis ini pun dianggap tidak berarti.
“Nanti pulang sekolah gue anterin sampe rumah.” Kata Saka, mencoba menebus kesalahannya.
“Ngga mau.”
“HAH!?” Lagi. Ran menolaknya.
“Gue ngga suka naik sepeda.”
“Kok lo tau kalo gue naik sepeda?”
“Kan gue punya mata.”
“Ohh gue baru inget. Lo pasti lebih suka naik mobil kan?”
“Iya.” Jawabnya, cepat.
“Kalo gitu lo harus coba naik sepeda. Karena naik sepeda itu lebih banyak udara segar daripada naik mobil. Kalo udara mobil, udaranya buatan.”
Mendengar ocehan yang tak ada berhentinya dari mulut Saka, membuat Ran jadi hilang sabar.
Wajahnya yang sudah bersiap dengan tatapan sinisnya pun segera meluncur menatap Saka disampingnya.
“Bisa diem ngga?”
“Bisa.”
Saka pun langsung diam begitu melihat tatapan menakutkan dari seorang Ran.
Tapi tak sampai 10 menit, Saka sudah kembali bicara. Walau baru mengatakan satu kata “Tapi…”
“Arrrrghhhhh” Ran langsung berteriak.
Saka kaget sekaligus terkejut melihatnya. Ia tak menyangka kalau ucapannya dari tadi sangat mengganggu Ran.
“Gue…ngga akan ngomong lagi. Janji.” Kata Saka, dengan wajah ketakutan.
Namun ternyata, janji Saka tidak berpengaruh sama sekali. Karena ternyata teriakkan Ran adalah awal dari tangisannya.
Tentunya Saka bingung melihat Ran yang tiba-tiba saja menangis.
“Maaf, maafin gue kalo ucapan gue buat lo marah. Tapi gue ngga bermaksud buat lo nangis.” Kata Saka, merasa bersalah.
Ran tak menyahuti ucapan Saka. Ia sama sekali tidak peduli dengan cowok yang ada disebelahnya. Karena yang Ran butuhkan saat ini hanyalah ketenangan.
Sementara Ran masih terus menangis sembari tetap hormat pada bendera merah putih di depannya. Saka pun tak bisa melepas pandangan matanya dari wajah Ran sambil tetap memayungi kepala Ran dengan tangannya.
***
16:00 Perpustakaan Sekolah
Seharusnya sepulang sekolah hari ini Ran pergi ke taman 400 meter untuk melukis Devanya dan Kenan. Tapi karena tadi pagi ia telat masuk di mata pelajaran kimia, akhirnya ia dan Saka harus mengikuti ulangan harian susulan sepulang sekolah.
Hampir satu jam melototin 20 soal kimia. Tapi tidak ada satu soal pun yang bisa Ran kerjakan. Ya, Ran memang paling lemah di pelajaran kimia.
Tapi saat matanya melirik ke samping ke arah Saka yang duduk disampingnya, Ran langsung menghela napasnya. Ia merasa minder melihat Saka yang sangat mudahnya mengerjakan soal-soal kimia hanya dalam waktu singkat. Tak ada jeda sedikit pun dari tangan Saka untuk menghentikan gerakan tangannya saat menjawab soal-soal sejak tadi.
Ran give up. Diam-diam ia mengambil hp dari saku seragamnya. Ia mencoba memfoto soal-soal ulangan kimia dan akan di kirim ke Ale. Tapi Saka dengan cepat langsung mencegahnya.
“Jangan. Ini.” Saka malah memberikan semua jawaban ulangannya pada Ran.
“Cepat salin.”
Meskipun merasa ragu karena takut ketahuan Bu Angel, karena jawabannya dan Saka yang akan sama persis. Tapi akhirnya Ran menerima tawaran Saka, dan ia pun segera menyalin jawaban Saka di kertas ulangannya.
16:45
Setelah memberikan lembar jawabannya pada Bu Angel di ruang guru. Ran dan Saka segera pulang. Mereka berjalan bersama di koridor sekolah.
“Ngga mau ngucapin terima kasih?” Tanya Saka.
“Mau. Terima kasih.” Kata Ran, menjawab, sambil tersenyum paksa.
Melihat cara Ran mengucapkan terima kasih padanya, membuat Saka sedikit kesal. Ia mengira Ran sudah berubah jadi lebih ramah padanya, karena sudah diberikan jawaban ulangan harian kimia. Tapi ternyata perkiraannya salah. Ran malah hanya diam saja selama berjalan dengannya. Bahkan terlihat tak ada kecanggungan atau rasa malu-malu yang terlihat dari sikap dan raut wajah Ran.
Ran menghentikan langkahnya sejenak hanya untuk mengatakan
“Tiga meter. Lo jaga jarak sama gue. Lo atau gue yang ada di belakang?”
“Hah?!” Saka bingung dengan ucapan Ran.
Melihat slow respon dari Saka, Ran pun tak ingin bertanya lagi. Ia segera melakukan jarak 3 meter untuk berjalan lebih dulu di depan Saka.
Sulit dipercaya oleh Saka bisa memahami Ran, cewek yang unik sekaligus menyebalkan untuknya. Karena biasanya, setiap cewe yang berjalan di sampingnya akan merasa canggung dan malu berada didekatnya.
Ketampanan Saka yang maksimal akan membuat para cewek merasa bahagia bisa berjalan berdampingan dengannya. Tapi Ran terlihat biasa saja, bahkan ia malah membuat jarak 3 meter agar tak berdekatan dengannya.
“Emangnya gue parasite, sampe lo harus jaga jarak 3 meter sama gue.” Kata Saka, setengah berteriak. Ia merasa tidak terima dengan aturan yang Ran buat.
Tapi Ran tak menggubris ucapan Saka. Ia tetap berjalan dengan santai.
Berkali-kali Saka menggeleng tak abis pikir dengan cewek di depannya, berkali-kali juga ia merasa penasaran dengan Ran.
“Biar gue anterin lo pulang.” Kata Saka, menawarkannya kembali.
“Kan tadi gue udah bilang ngga mau.” Jawabnya, datar. Tanpa menoleh Saka.
“Kenapa?”
“Ngga ada alasan.”
“Tapi gue mau anterin lo.”
“Maksa banget sih.”
“Gue ngga maksa, gue cuma mau tebus kesalahan gue aja biar ngga ada hutang sama lo.”
“Ngga perlu. Anggap aja gue lagi sial. Lebih tepatnya sial karena lo.”
Mendengar ucapan Ran yang tajam dan ketus justru membuat Saka malah tertawa.
“Hahahaaa kok ada ya cewek kayak lo.”
“Baru kali ini ada cewek yang benar-benar ngga mau ngeliat muka gue. Gue jadi penasaran, apa gue benar-benar ngga menarik buat lo?”
Dengan cepat Ran kembali menjawab pertanyaan Saka. “Menarik.”
“Hah!?”
“Tapi cuma sedikit.” Tambahnya, sembari menunjukkan jumlah ketertarikannya pada Saka dengan jari tangannya.
Dengan gaya nakalnya dan wajahnya yang menggoda, Saka memiringkan kepalanya dan menatap Ran. Lalu, ia lontarkan satu pertanyaan iseng yang ada di pikirannya saat ini pada cewe berwajah baby face itu.
“Kalo gue ngajakin lo pacaran, lo mau ngga?”
“Ngga.” Tolak Ran, menjawab dengan sangat cepat. Dengan ekspresi yang tak berubah, datar.
“Kenapa?”
Sambil nyengir, Ran menjawab “Ngga apa-apa.”
Jawaban yang lagi-lagi tanpa alasan.
“Pasti lo berpikir kalo ajakan pacaran gue ini cuma iseng aja.”
“Ngga juga sih.” Sahutnya, santai.
Saka tersenyum. Tampang bad boy Saka semakin menunjukkan kalau Saka adalah cowok yang sangat playboy.
“Sejujurnya, gue emang ngga berminat pacaran sama lo sekalipun ajakan pacaran lo itu serius.”
“Alasannya?”
“Ngga ada.”
“Harus ada. Biar gue tau.”
“Kan tadi gue udah bilang kalo gue ngga berminat pacaran sama lo. Karena…”
Ran langsung menyadari saat mulutnya hampir keceplosan tentang statusnya sekarang. Beruntung ia bisa cepat menahannya.
“Karena…apa?” Saka sangat ingin tahu.
Ran jadi bingung harus memberi alasan apa, agar bisa terdengar masuk akal oleh Saka.
“Karena lo ngga manis.”
Alasan itulah yang akhirnya keluar dari mulut Ran.
“Hah?!”
Tentu Saka tidak percaya. Baginya, jawaban Ran sama sekali tidak masuk akal. Karena hampir semua orang yang melihat dirinya pasti akan mengatakan kalau dirinya manis, tampan, dan cool.
“Oke. Terserah apapun alasan lo itu. Tapi, gue serius gue mau kita pacaran beneran. Lo mau ngga jadi pacar gue?” Tanya Saka, yang kali ini melontarkan pertanyaan itu dengan serius.
Seketika Ran merasa seperti mendapat pertanyaan dari seseorang yang memang ia inginkan selama ini. Siapa pun cowok itu, asalkan bisa membuatnya jadi penasaran, Ran ingin mencobanya. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya pacaran.
Untuk beberapa saat Ran pun terdiam. Ia memutar kakinya, lalu ia angkat wajahnya dan menatap wajah Saka dengan wajah sendunya.
Melihat cara Ran menatapnya, membuat jantung Saka jadi berdebar.
“Berapa lama kita bakalan pacaran?” Tanya Ran.
Pertanyaan apa itu? Gumam Saka. Ia sangat kaget dengan pertanyaan Ran.
“Gue mau pacaran sama lo, tapi hanya satu bulan.” Kata Ran, memperjelas.
Padahal niat Saka hanya iseng saja mengajak Ran pacaran dengannya. Tapi ia malah terjebak sendiri dengan keisengannya dalam perasaan yang langsung menghampirinya.
“Kenapa harus satu bulan?”
“Karena itu yang bisa gue janjiin.”
“Ngga bisa lebih?”
“Ngga.”
Tanpa berpikir apapun, Saka pun langsung mengiyakan keinginan Ran itu.
“Oke.”
“Kalo gitu ada dua syarat yang harus lo setujui sebelum lo benar-benar pastiin untuk jadiin gue pacar sebulan lo.”
“Hah? Syarat? Syarat apa?”
“Syarat pacaran.”
“Kenapa harus ada syarat?”
“Biar lo ngga macem-macem sama gue.”
Saka tak percaya mendengarnya. Bisa-bisanya Ran mengajukan syarat padanya. Padahal jelas kalo pacaran mereka hanya satu bulan, dan hanya main-main saja.
Namun melihat ekspresi wajah Ran yang seperti tak mau tahu dengan protesnya apapun itu, terpaksa Saka menanyakan syarat yang Ran inginkan padanya.
“Apa syaratnya?”
“Syarat yang pertama, ngga ada kontak fisik di antara kita.”
“Maksudnya?”
“Ngga ada pelukan, ciuman, termasuk pegangan tangan.”
“HAH?!!” Saka langsung tertawa heran mendengar syarat pertama, baru syarat pertama.
Himawari Ran memang hebat. Itulah yang Saka pikirkan tentang gadis di depannya saat ini.
“Syarat yang kedua. Jangan ada perasaan suka apalagi cinta di antara kita. Kalo sampe ada, jangan merugikan salah satu di antara kita.”
“WOW!!” Saka semakin tercangah dengan ucapan Ran.
“Syarat yang dahsyat. Bahkan lebih dahsyat dari ujian masuk Universitas Negeri.”
“Itu sih terserah lo. Ketika gue udah bersedia untuk terima ajakan lo berpacaran, tapi kalo dua syarat yang gue ajuin ini sekiranya berat buat lo terima. We end. Hubungan pacaran kita berarti hanya 10 menit.”
“Sepuluh menit?”
“Iya. Kan 10 menit yang lalu lo ngajakin gue pacaran. Tapi kalo lo tolak syarat dari gue, berarti hubungan kita berakhir kan?”
Saka menghela napasnya. Ia merasa kesulitan bicara dengan Ran. Berulangkali Ran membuatnya skak mat. Tapi Ran juga membuatnya sangat penasaran, bahkan dari awal perkenalannya dengan gadis berwajah lembut itu.
Saka pun memikirkannya sejenak untuk dua syarat yang Ran ajukan.
“Tapi kalo pacaran ngga kontak fisik. Itu artinya pertemanan, bukan pacaran.”
“Terserah.” Sahut Ran, tetap tak peduli dengan opini Saka.
Melihat keacuhan Ran, Saka semakin kesulitan bicara.
“Oke. Syarat yang pertama ngga masalah, gue terima. Tapi…soal syarat kedua…itu kan soal perasaan. Kalo tiba-tiba gue suka sama lo?”
“Ngga akan mungkin lo suka sama gue. Standar lo pasti di atas rata-rata.” Kata Ran, merasa mustahil.
Saka merengutkan dahinya. Ucapan Ran terdengar seperti kalau dirinya tak akan lebih dari sekedar teman untuk Saka.
“Ngga akan sampe sebulan lo bertahan pacaran sama gue. Baru satu minggu juga lo bakalan minta hubungan ini selesai.” Kata Ran, meramalkan.
Saka mulai paham maksud ucapan Ran.
“Pasti karena sifat lo yang bakalan bikin gue kesal setengah mati.”
“Exactly.”
“Oooke kalo gitu. Gue terima dua syarat dari lo itu. Tapi tanggung sendiri ya kalo lo jatuh cinta sama gue.” Kata Saka, menggoda.
Itu mungkin bisa terjadi, tapi hanya akan menjadi sia-sia saja.
“Iya. Tapi…our relationship is secret.” Pinta Ran, menegaskan.
“Of course.”
Ran kembali menyodorkan jari kelingkingnya ke arah Saka.
“Untuk apa ini?”
“Tanda jadian.” Jawab Ran, tersenyum.
Saka pun terpaksa menempelkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Ran, sambil membuang mukanya ke samping dan tersenyum sinis.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Alana Alisha 🌻
hadir kak
2021-05-18
1
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih. Mari saling dukung kakak😍
2021-04-26
1