Aksara - 4

Sejak Kecil, Tak Jarang dirinya diajak menonton film yang berhubungan dengan penyakit kejiwaan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan. Walau itu tidak normal, dirinya merasa hal itu sah-sah saja karena Dia tahu batasan dan ibunya selalu memberikan nasihat yang tidak mungkin dirinya abaikan.

Itulah kenapa dia membuktikan tentang 'batasan'nya itu dengan mengikuti kegiatan PMR Sekolah dan ia juga tak pernah takut akan terluka berkat ilmu yang ibunya bagi tentang perawatan luka yang baik dan benar. Tak Heran jika dia sendiri pun tak takut darah, lautan darah, luka yang parah dan hal-hal yang biasanya membuat anak remaja seumurannya pucat akan keterkejutan kengerian.

Tapi kali ini berbeda.

PRANGG

Yunora dengan wajah yang dialiri darah, Bersama ekspresi beringas sekaligus lelah gadis itu, benar-benar berhasil membuat Aksara tak berkutik dan tak bisa menenangkan jantungnya yang berkerja gila-gilaan. Wajah pria itu bahkan terlihat sedikit pucat dan terkejut.

Di samping itu, Nora bisa merasakan hantaman keras dikepalanya, ia bahkan bisa merasakan ada yang mengalir dari kepalanya.

Wajah pucat Zidan dibawahnya, dan gerombolan siswa yang menontoninya dengan Zidan, serta Garuda dan Aksara yang baru datang dengan terengah-engah setelah mendengar kabar Nora mengamuk di koridor tadi.

Nora menatap heran saat ia tak merasa pusing ataupun merasa dirinya akan kehilangan kesadaran. Sedangkan saat ia pertama kali melakukannya, ia bahkan langsung ambruk.

Nora menatap sisa pecahan pot yang masih digenggamnya. Ia bisa melihat darah di ujung runcing pecahan pot itu. bahkan siapapun bisa melihat seragam Nora sudah penuh dengan darah yang menetes dari kepalanya.

Nora berdiri dan melangkah ke pinggir koridor, Membuat semua yang sebelumnya ribut kini hening memperhatikannya dengan tatapan Ngeri.

Siapa yang akan menduga Nora Akan mengambil pot keramik lainnya dan memukul kepalanya denga pot itu dan membiarkan tanah dan beberapan daun kering tanaman di pot itu jatuh mengenai kepalanya yang kini semakin deras mengalirkan darah.

Saat Pot tanaman Ketiga sudah digenggamnya, Sebuah Tangan dengan gemetar menahan Nora yang membuat potnya jatuh ke lantai.

" Ra, Udahan ya? please..." Pinta orang itu. Nora menoleh. Menatap lelah orang dihadapannya,

" Lepas... gue mau balik ke masa itu lagi..." Ucap Nora dengan suara kecilnya. Aksara sudah berusaha keras menahan Tremor tangannya sejak tadi, Dan bahkan menahan Lengan Nora saja butuh mental cukup kuat karena didepannya, wajah cantik Nora benar-benar seolah baru saja diguyur darah.

Tak Heran jika Nora bisa melepas cekalan yang bahkan tak bertenaga itu.

Tapi Melihat Nora mengambil pot yang lain, Aksara memilih untuk mengangkat Nora dan membopongnya di pundak.

Nora tak meronta ataupun mengumpat. Dengan kepala yang terbalik, menghadap punggung Aksara, Gadis itu menangis dalam diam, Berusaha menahan isakannnya Walau usapan lembut dipunggungnya itu sangat memberikan efek besar untuk tangisannya.

Aksara menurunkan Nora di kasur UKS, menatap seksama wajah yang penuh darah itu. Walau orang lain melihat Nora dengan tatapan Ngeri, Aksara bisa melihat tatapan lelah dan putus asa di mata Nora.

" Ra, Kenapa?" Suara lembut dan usapan penuh perhatian diwajahnya membuat Nora mendongak dan menatap Aksara dengan pandang sendunya. " Sebenernya salah aku apa? salahnya dimana??

Padahal Bang Gara udah gak naik motor sendiri, kenapa dia tetep ke rumah sakit dan tangannya tetep patah?

Kalo Bang Gara tetep ngalamin kecelakaan, Mama akan tetep bunuh diri...Kak Aksa bakal benci sama Aku dan Milly bakal tetep ngeracunin kakak... Aku bakal dibenci semua orang dan dibilang orang gila ... Papa bakal benci aku karena gak bisa jaga Mama sampe Mana bunuh diri... Terus buat apa aku balik ke sini lagi?? buat apa? aku ini hidup lagi buat apaa???"

Aksara terdiam sejenak, Mama Nora bunuh diri? dirinya akan membenci Nora? dan siapa Milly? apa maksud dari ucapan Nora?

Aksara tak bisa memahami ucapan Nora. Pria itu menangkup kedua pipi Nora dengan tangannya dan menatap dalam manik mata yang terlihat lelah dan penuh beban itu. " Ra. Lo gak sendiri. Ada gue dan Garuda ataupun yang lain. Lo gak salah apa-apa. ketiban sial gak selalu berarti hukuman. itu bisa jadi ujian, yang berakhir dengan kebahagiaan. sampe sini paham?"

Nasihat Aksara bagai angin lalu, Nora bahkan masih terus menangis dengan kepala menunduk, Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menangis keras karena begitu kesal dengan takdir tak bersahabat ini.

Aksara meraih ponsel yang Nora sempat genggam dan kini tergeletak di kasur UKS. melihat hal pertama yang ditampilkan layar ponsel itu, Aksara tak merasa heran jika Nora se meledak tadi kepada siswa yang terbaring dilantai.

Tapi Aksara tak paham kenapa Nora memukul kepalanya dibanding kepala orang itu. Jika Nora Adik Aksara, mungkin orang tadi sudah Aksara lempar dari koridor hingga terjun bebas saja sekalian.

Aksara menghela nafasnya, mencoba meredam emosi yang meluap hingga puncak dengan cara mencari handuk kecil di almari UKS. Air mengalir yang membahasi handuk itu masih belum cukup meredam emosi Aksara yang masih di ubun-ubun. siapapun yang melihat ekspresi Aksara pasti ketakutan. Pria itu hanya menatap lurus dan tajam seolah tak ada hal apapun yang ingin ia lihat selain para pria yang membuat grup tak senonoh dengan nama Nora sebagai judul grup laknat mereka.

grup chat itu tidak hanya membicarakan hal tidak patut menyangkut Nora, tapi juga tempat saling berbagi foto Nora yang tidak bisa dibilang sopan dalam cara pengambilannya.

Aksara bahkan memeras handuk tak bersalah itu terlalu kuat hingga mengkerut dalam sekejap. Pria itu dengan lembut mengusap tangan Nora satu persatu untuk menghapus darah di tangan gadis itu.

giliran wajah Nora yang seperti baru mandi darah dan juga matanya sembab karena air mata yang kini membuat Emosi Aksara yang tadinya masih bisa dibilang sudah membaik kembali memuncak. Astaga, Apa gadis ini stress mengetahui grup itu makanya melantur seperti tadi?

aksara menghela nafasnya keras lagi. " Abis ini ke rumah sakit ya? pala kamu boc-- Ra? muka kamu pucet banget kayaknya.." Ucap Aksara tak yakin.

belum juga Nora menjawab Aksara sudah dikejutkan kembali karena Nora pingsan dan nyaris jatuh dari Kasur jika saja tidak ada dirinya yang sigap menangkap tubuh lemah itu.

" Sa, Nora gim--"

" GAR! BAWA MOBIL LO KESINI GECE!!"

...****************...

mendapat panggilan bahwa si Sulung tengah dirumah sakit, tentu saja Ibunya panik setengah mati. Ibunya berlari sepanjang koridor rumah sakit, wajahnya panik, dan tak tahu harus mencari putranya dimana.

" Bun!"

Lea menoleh dan menatap panik Putranya yang kini berbalut seragam yang memiliki bekas darah yang banyak.

" Aksa? kamu.. kenapa??" Air mata Lea sudah hampir pecah jika saja Aksara tidak langsung memeluk ibunya itu. mengelus punggung ibunya dengan lembut,

" bukan.. bukan Aksa yang berdarah.. Adek kelas Aksa... maaf bikin Bubun panik.." Ucap remaja tinggi itu. Lea menghela nafasnya lega sambil mengusap sebelah pipi Aksara, meneliti adanya luka kecil sedikitpun diwajah putranya.

Aksara terlalu panik sehingga ia langsung menghubungi sang bunda dan mengabari bahwa dirinya masuk ke rumah sakit. Ia lupa ibunya mudah panik apalagi menyangkut rumah sakit.

" kenapa adik kelas kamu?"

" dia.. kepalanya bocor..."

" He?? kok bisa? jatoh atau ketimpah Batu?" heran Lea sambil menatap aneh ruang Operasi tepat didepannya. Aksara tak tahu harus menjelaskan seperti apa. Apa ibunya akan percaya jika ia bilang Nora menghantam kepalanya sendiri karena dirinya stress menghadapi pelecehan kepadanya?

Aksara tak merasa ibunya perlu tahu. Wali Nora, yaitu Ayahnya yang sedang dalam perjalanan kesini, lebih berhak mengetahui masalah itu. biarlah Bundanya mengetahuinya saat dirumah nanti.

Aksara menghela nafasnya. Ia terus memeluk ibunya, mencari kehangatan yang ia cari sejak tadi. Sejak Nora pingsan, Aksara hanya merasakan dingin ditangannya.

Aksara mengerutkan keningnya saat Seorang pria dengan setelan tuxedo rapih berlari menghampirinya. " Kamu Aksara? Yunora Mana??" tanya Panik Dion melihat seragam Aksara sama dengan Seragam Putrinya.

Aksara mengangguk dan menunjukkan ruang operasi disampingnya. " Lagi operasi Om.. kepalanya bocor dan Dokter bilang perdarahan dikepalanya cukup banyak apalagi penanganannya cukup terlambat, makanya butuh operasi trauma kepala. maaf om saya kurang paham penjelasan dokter tadi."

Aksara merasa dirinya memiliki andil akan kondisi Nora saat ini. Jika saja ia tidak membawa Nora ke UKS dan langsung membawanya ke Rumah sakit, Mungkin Nora tidak akan kehilangan banyak darah sebanyak itu.

Aksara menatap wajah frustasi Ayah Nora, dan kembali memikirkan kalimat Nora di UKS tadi. Melihat yang ada didepan matanya ini, Aksara yakin Nora hanya mimpi buruk dari tidur panjang dan menjadi bingung dengan kenyataan. Mana mungkin Dion yang se depresi ini melihat putrinya di operasi akan menyalahkan putrinya karena urusan Alam seperti kematian?

" Kak.. Dion?" panggilan ragu yang ibunya ucapkan membuat Ayah Nora membeku dan menoleh sedangkan Aksara hanya menatap bingung tatapan terkejut Ayah Nora kepada ibunya.

" Lea?"

Bersambung....

Lah kok jadi reuni wkwkwkw

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!