Prasasti - 5

Aksara menatap Nora yang masih terbaring di brankar tanpa ada tanda-tanda akan bangun. Sedangkan ibunya kini tengah berbicara serius dengan Dion, Ayah Nora.

Remaja yang memiliki status Ketua OSIS, kapten basket dan wakil ketua PMR ini tak mengerti kenapa Nora bisa berkata bahwa ayah selembut Dion bisa membenci gadis itu.

Aksara sebenarnya tau ini lancang, tapi ia rasa Nora memang membutuhkan genggaman menenangkan. " Even your dad will hates you, You still have me, Ra. Lo gak sendiri." ucap pria itu dengan lembut.

dan detik berikutnya, pergerakan jemari kecil didalam genggamannya membuat Aksara terlonjak dan langsung berdiri. Ia hendak keluar dan memberi tahu semua orang bahwa Nora sudah sadar, tapi genggaman lemah yang bertambah kuat itu membuat Aksara menoleh dan menatap bertanya Lea. " jangan.. kasih tau siapapun.. tentang.. ucapan aku.. di UKS." ucapan terengah-engah itu membuat Aksara mengangguk cepat dan menahan bahu Nora yang hendak bangun dari tidurnya.

" tetep berbaring. dokter bentar lagi kesini. gue panggil ayah Lo dulu ya." pamit Aksara sambil keluar dan dengan cepat tergantikan oleh Dion yang berlari .menghampiri Nora dengan pandangan cemas.

sambil memperhatikan interaksi anak-ayah itu, Aksara menghela nafasnya. Entah kenapa ia berharap Nora tidak lagi memikirkan mimpi buruk anehnya lagi.

melihat tatapan nestapa dan putus asa dari netra Nora cukup memberika rasa tercubit di hati kecil Aksara. ", she have to know that she never be alone."

" make it happens, boy, not only a wishes." ucapan sang Bunda membuat Aksara menoleh dan tersenyum tipis.

" aku rasa aku bukan seseorang yang bisa ngelakuin itu."

Ya, Aksara sangat menyadarinya bahwa Nora selama beberapa waktu ini selalu berusaha menjauhinya, dan Aksara tak tahu alasannya apa, sampai akhirnya ia tahu,

bahwa ia adalah bagian dari mimpi buruk yang membebani Nora.

Lea yang memperhatikan ekspresi sendu putranya hanya bisa mendengus. " temenin aja. Cuma nemenin kan? gak nikahin?"

Aksara hanya tertawa kecil. Ibunya salah paham dengan arah pembicaraan ini. Mana mungkin Aksara ataupun Nora memiliki perasaan seperti itu disaat mereka berdua tidak punya hubungan yang cukup mendukung bahkan untuk bersahabat?

...****************...

Yunora menatap langit kamarnya sejenak. dirinya tak bisa tidur, bahkan merasakan kantuk saja tidak.

semua karena ia ingat bahwa Aksara mengetahui rahasia besarnya ini. Tapi sepertinya bukan hanya itu yang membuat Yunora melamun seperti ini.

Nora sejak tadi berpikir, apa ia memang harus mengubah masa depan?

Gadis itu mengubah posisi terlentangnya dan kini menyamping kanan menatap jendela kamarnya yang menampilkan pemandangan langit berkabut bersama bulan.

Apa ia memang harus mengubah masa depannya? Bagaimana jika ia cukup mengambil satu bagian masa depan itu? bukan kah mau tak mau masa depan akan berubah?

Nora beranjak dari kasurnya dan langsung menduduki kursi belajarnya. Gadis itu menuliskan masa-masa itu secara rinci dan setelah 1 jam menulis, Yunora menatap beberapa kata yang dibulatkan.

salah satu kata itu adalah Aksara.

Apa ia harus mendekati Aksara? Ya.... ia rasa ia cukup mendekati orang itu sampai ia memiliki posisi yang tidak akan dibunuh Aksara ataupun bisa melarang Aksara untuk berhubungan dengan Milly si sialan itu.

Nora menatap tangan kirinya yang memiliki perban yang membungkusnya. Gadis itu menghela nafas, mengingat segila apa dirinya beberapa hari yang lalu.

Yahh... siapa yang tidak gila jika pernah menghadapi kejadian itu, dan harus menghadapinya lagi?

Yang perlu Nora fokuskan saat ini adalah Aksara. Aksara akan menjadi Point of Interest*-nya untuk saat ini.

...****************...

Garuda kini mengerjapkan matanya beberapa kali. aneh, padahal seingatnya Nora masih memiliki perban dikepalanya, kenapa hari ini tidak kelihatan?

" Ra, perbannya kemana?"

" gak pake. aku pake perban di bagian luka aja. ribet soalnya."

Kini Aksara yang memperhatikan Nora. " Udah baikan? kenapa udah masuk sekolah aja?"

"buat nonjokin orang-orang yang kurang ajar."

mendengar hal itu, Garuda tertawa jenaka. " udah ditonjokin Aksara beberapa hari yang lalu, kamu telat Ra..."

Nora menatap wajah Aksara yang berpaling darinya. Wah... akan sebanyak apa hutang budinya untuk orang ini? " makasihh ya kak."

Aksara langsung menoleh dan mendapati senyuman manis Nora kepadanya. hei, ini benar Nora? yang sejak beberapa hari yang lalu menghindarinya?

"kenapa kak?" tanya Nora yang merasa heran diperhatikan seperti itu. Aksara mengalihkan pandangannya ke tangan Nora yang masih diperban. " Tangannya gapapa?"

Nora menggeleng kepalanya. " gak begitu sakit sih. tapi masih ngilu."

Aksara hanya menatap tangan kecil itu. Aneh rasanya, Tangan sekecil itu bisa saja membunuh pemiliknya jika waktu itu ia tak menahannya.

Garuda kali ini menatap Aksara, dan bukan Nora. kenapa sahabatnya ini bertingkah sedikit aneh?

jika membicarakan sikap Aksara yang menghabisi para bajingan yang masuk dalam grup terlarang itu, Garuda tau itu karena perbuatan mereka menyentil sifat dasar Aksara yang begitu menghormati perempuan.

tapi melihat perhatian Aksara saat ini, apakah itu termasuk sikap 'hormat'-nya kepada perempuan?

" Bang Ruda hari ini latihan?"

Garuda mengangguk cepat. " nanti yang jemput Gerhana. tapi dia bilang ada rapat sebentar jadi mungkin masih harus nunggu."

Nora mengangguk paham. Ia sendiri merasa merepotkan banyak orang dari kejadian tempo hari. " Gimana kalo gue yang anter?"

Garuda dan Nora menatap heran Aksara. Yang ditatap tersenyum canggung sambil menggaruk lehernya yang tak gatal, " Adek gue. gue mau jemput adik gue, kebetulan searah sama jalan pulang Nora. mau nebeng?"

" pake motor?"

" engga... kalo jemput Adek gue, selalu naik mobil kok."

Nora mengangguk cepat. " berarti gak masalah. Bang Ruda, aku bareng kak Aksa aja. nanti aku yang bilangin Bang Han."

Garuda mengangguk, namun matanya menatap heran Aksara dan juga Yunora. ada apa ini? kenapa sikap keduanya berubah cukup drastis?

Aksara yang tadinya bersikap santai jadi kaku dan terlihat banyak pikiran, sedangkan Nora yang biasanya bersikap cuek kepada Aksara menjadi manis seperti ini.

Dan keheranan Garuda memang benar adanya. Tidak hanya Garuda, Nora sendiei menyadari perubahan sikap Aksara, dan sepertinya gadis itu menyadari alasannya.

" kak Aksa kepikiran sama ucapan aku di UKS?"

Aksara menoleh kearah gadis yang duduk disampingnya sebelum kembali fokus pada jalan dihadapannya.

"Sebenernya salah aku apa? salahnya dimana??

Padahal Bang Gara udah gak naik motor sendiri, kenapa dia tetep ke rumah sakit dan tangannya tetep patah?

Kalo Bang Gara tetep ngalamin kecelakaan, Mama akan tetep bunuh diri...Kak Aksa bakal benci sama Aku dan Milly bakal tetep ngeracunin kakak... Aku bakal dibenci semua orang dan dibilang orang gila ... Papa bakal benci aku karena gak bisa jaga Mama sampe Mana bunuh diri... Terus buat apa aku balik ke sini lagi?? buat apa? aku ini hidup lagi buat apaa???"

Aksara masih ingat dengan jelas semua kalimat itu, ia bahkan masih ingat kapan saja Nora berhenti bicara karena sesak tangisnya dan bagaimana mata gadis itu menatapnya frustasi sambil mempertanyakan kesalahannya.

Aksara sendiri tak percaya jika itu hanyalah mimpi. setelah ia melamun semalaman di hari Nora masuk rumah sakit, Aksara menjadi curiga bahwa Nora tidak hanya bermimpi. Tapi bukankah itu sedikit mustahil?

Ucapan Yunora rasanya seperti tengah menceritakan masa depan dan bukankah hal itu terlalu sulit untuk dipercaya?

" itu bener cuma mimpi."

Aksara menghentikan laju mobilnya secara perlahan, lalu kini menoleh, menatap sumber lamunannya beberapa hari ini. " mimpi?"

Yunora mengangguk cepat. " beberapa hari sebelum hari itu, Aku mimpi panjang banget dan buruk bukan main, disitu Kak Gara, kakak aku, dia kecelakaan motor dan tangannya patah. dan karena ketakutan, aku minta kakak aku untuk gak bawa motor untuk beberapa waktu kedepannya.

tapi Kak Gara tetep kecelakaan, jadi mungkin bisa dibilang aku terguncang kali ya? yahh.. and I just think that if I could turn back the time like in the dream, everything will be fine."

Aksara paham sekarang. mungkinkah, " kamu kebingungan antara mimpi sama kenyataan?"

Yunora mengangguk cepat lagi. ia tersenyum miris, " mimpinya memang buruk sih, cuma kemarin saat tahu isi hp si brengsek itu, kayaknya beneran berdamage sampai harus nahan diri dengan mukul kepala sendiri." ujar Yunora santai.

Aksara menggeleng kepalanya lalu kembali menjalan kann mobilnya, namun satu tangannya menggenggam tangan Yunora. " dia emang pantes dipukul pake pot. kemarin saya nahan diri untuk mukul dia pake pot karena ingat Bubun saya nanti kerepotan."

Yunora menahan diri untuk tidak tertawa. panggilan Aksara untuk sang ibu begitu menggemaskan dan juga menggelitik. tapi genggaman yang sedikit mengerat membuat gadis itu menatap pemilik tangan besar itu.

" jangan lupa orang disekitar kamu, Ra. even the world is abandoning you, I'm still be here, right next to you."

Gadis itu hanya bisa menunduk, mengulum senyum dan menyembunyikan senyumnya dengan rambut panjangnya.

rencananya berhasil.

awali dengan simpati, lalu dekat dengannya hingga Aksara tak berani meninggalkan dirinya. Batin Yunora mengingatkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!