💌 MAFIA BERHATI MALAIKAT 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
"Aku sudah transfer sebagian uangnya. Hari ini lakukan dengan cepat. Aku tidak mau menunggu sampai besok, aku sudah muak dengan anak itu. Kau faham?" Valeria nampak menggebu-gebu mengucapkan kalimatnya.
"Baik bu, bagaimana soal rencana kita?Apa anak itu harus mati di tangan kami? atau kami hanya membuangnya?" tanya pria itu dengan hati-hati.
"Kau bodoh atau bagaimana sih?" Valeria meninggikan suaranya. Ia nampak kesal. "Buat apa aku membayarmu sampai semahal ini. Kalau otakmu yang tidak berguna itu kau pakai hanya untuk membuang anak itu. Aku juga bisa melakukan itu, bodoh! Heh...kau tahu, sudah dari dulu aku melakukannya. Javier harus mati. Jika dia hidup, berarti kau memberi kesempatan kepada anak itu kembali untuk mencariku. Begitukah maksudmu?"
"Maaf, bukan maksudku seperti itu. Kami hanya takut membuat kesalahan. Jadi kami bertanya dulu."
"Jangan pelihara bodoh. Yang jelas kalian jangan sampai membuat kesalahan. Ingat, Javier itu sangat pintar. Dia anak jenius. Beberapa kali aku sudah pernah meninggalkannya di pasar. Anak itu selalu tahu jalan pulang. Jadi aku harap Javier benar-benar lenyap dari hidupku. Lakukan dengan baik. Kau mengerti?" Sengit Valeria dengan ancaman.
"Baik bu." Lelaki itu menjawab cepat.
"Aku tidak mau kalian membuang-buang waktu. Sekarang kalian datang sesuai dengan alamat yang aku kirim. Aku tunggu dalam lima belas menit."
"Baik, kami akan datang. Semuanya serahkan kepada kami. Malam ini, kami akan menjalankan rencana ini dengan baik."
"Bagus." Valeria langsung mematikan handphonenya dan menurunkan tangannya. Valeria tersenyum dengan seringai tajam.
Saat berbalik, ia sudah melihat Javier berdiri di sana. Valeria tidak terkejut, ia mengangkat sedikit alisnya sambil tersenyum samar.
"Kau mendengarnya?" Kata Valeria melipat tangannya di depan dada. Ia tersenyum sinis menatap Javier.
Javier tetap bergeming di tempatnya. Ia mendengar semuanya. Heeeh....Javier mengembuskan napas terbata-bata. Ia masih shock. Bibirnya gemetar dan terus memandang ke arah ibunya. Mata Javier berkaca-kaca. Kepalanya menunduk dan menggeleng pelan. Mendengar semua itu, bagaikan tamparan yang melekat tanpa rasa sakit. Ia diam membeku di tempatnya. Untuk menelan salivanya saja ia begitu susah. Lidahnya keluh bak dipatuk ular, ia terdiam seakan tidak percaya. Hatinya begitu sakit.
"Apa aku salah dengar ibu?" Mata Javier sayu, melihat ke arah ibunya. Tangannya sampai gemetar. Dengan cepat ia mengepalkan tangannya. Air bening yang sudah mengumpul di matanya siap terjatuh di pipinya.
"Tidak, kau tidak salah dengar. Malam ini adalah hari kematianmu." Desis Valeria berjalan pelan ke arah Javier. Wajahnya terlihat angkuh dengan dagu sedikit terangkat.
Javier menggeleng dengan pandangan nanar, mencoba mencerna kembali perkataan ibunya. "Bagaimana seorang ibu ingin membunuh anaknya. Kau adalah ibu yang sudah melahirkan aku." Air mata Javier mengalir ke pipinya.
"Aku tidak ibumu berengsek. Jangan memanggilku ibu. Berapa kali aku katakan. Kau benar-benar mengacaukan kesabaranku. Dasar anak tidak tahu diri." Suara Valeria sudah memenuhi ruangan kamarnya. Kakinya menendang kursi hingga terjatuh. Dengan langkah cepat mendorong tubuh Javier sampai terjatuh dan mencengkram kerah bajunya kembali dan membuat posisi Javier berdiri.
"Aku bukan ibumu. Kau tahu itu, AKU BUKAN IBUMU." Teriak Valeria dengan mata menyalang tajam. Ia mendorong tubuh Javier lagi sampai terjatuh.
Tangisan Javier pecah pada saat tubuhnya terjatuh. "Apa salahku bu, kenapa ibu begitu membenciku?" kata Javier dengan wajah memelas sendu.
"Kau memang tidak pernah salah, hanya takdirmu yang salah, kenapa kau hadir di dalam hidupku? kehadiranmu menjadi petaka dan membuat jalan hidupku seperti ini. Aku dihina, aku dikucilkan dan aku tak di akui oleh keluargaku hanya karena aku hamil dari hasil darah daging lelaki brengsek itu. Karena itu aku membencimu. Membuat nasibku selalu sial. Semua itu karena kau! Aaargggggg...!" Valeria mengambil Vas bunga dan melemparnya ke arah cermin lemari yang ada di kamarnya.
PRANG!!!!!!
Cermin ini pecah, Valeria mencengkram kuat rambutnya. Emosi tersulut jika mengingat semua kejadian yang pernah dialaminya. Rahang Valeria mengeras, sorot matanya memancar kebencian dan menatap tajam ke arah Javier.
"Aku sudah berusaha untuk mengugurkanmu. Tapi kau bertahan dan kuat di dalam rahimku. Saat kau lahir, aku sengaja tidak memberimu ASI agar aku bisa melihat bagaimana kau mati di depan mataku. Tapi apa yang ku dapat kau hidup dan sehat. Saat aku meninggalkanmu di pasar, kau kembali ke rumah dengan sendirinya. Semua yang kau lakukan itu membuatku semakin membencimu."
"Itu berarti hubungan kita kuat ibu, kita tidak bisa terpisahkan." kata Javier dengan bibir bergetar. Ia sangat takut jika melihat Valeria marah. Ia sampai menangis sesenggukan.
Mendengar itu, Valeria tertawa hambar. Matanya menyorot tajam ke arah Javier. "Kuat dan tidak terpisahkan?" Ia berucap sinis dengan decakan. Wajahnya dingin dan kaku. Valeria pun mengambil pecahan kaca dan mencengkramnya dengan kuat hingga melukai tangannya. Darah itu menetes sedikit demi sedikit sampai membuat Javier panik.
" Tadi Kau bilang apa?" Ia semakin meremas tangannya erat-erat. Darah itu menetes lagi ke lantai.
Javier menggeleng dengan air mata berurai. "Aku Mohon ibu, jangan sakiti dirimu. Maafkan aku ibu. Maafkan aku jika kehadiranku membuat ibu seperti ini. Aku akan pergi jauh dan berjanji tidak akan datang menemui ibu lagi."
Valeria tersenyum jahat."Kau pikir aku akan mempercayainya? Jika kau tidak mati, itu sama artinya aku membiarkanmu mengacaukan hidupku lagi."
Drrrttttt.... Dddrrrttt.... tiba-tiba handphone Valeria berbunyi. Ia dengan cepat mengangkatnya.
"Ada apa?" jawab Valeria dingin, matanya tidak lepas memandang Javier.
"Kami sudah di depan bu valeria. Apa kami bisa masuk?"
Senyum di bibirnya melengkung ke atas, "Tunggu diluar, sampai aku memanggilmu."
"Baik."
Panggilan pun terputus begitu saja.
"Kau sudah lihat, malaikat maut sudah datang menjemputmu."
Javier menggeleng dengan pandangan nanar. "Tidak ibu, aku berjanji. Aku tidak akan menganggu ibu lagi. Biarkan aku pergi. Aku mohon."
"Salah satu diantara kita harus mati Javier. Aku ingin hidup bahagia menjalani kehidupanku. Aku tidak ingin kau jadi penghalangnya. Kau hanya benalu yang harus dimatikan. Karena kau adalah perusak hidupku yang harus dimusnahkan."
Javier mengepalkan tangannya begitu kuat. Ia tidak ingin mati sia-sia. Masih panjang perjalanan hidupnya. Javier ingin mengambil ancang-ancang untuk bangun dari duduknya. Namun dengan cepat Valeria seperti tahu pergerakannya. Ia mengambil selimut lalu menutup tubuh Javier dengan cepat agar tidak lari.
Javier berontak. "Ibu, aku mohon jangan lakukan ini." Ucapnya berusaha melepaskan diri. Ia mengaduh dan minta tolong.
"Diam, atau hari ini kau akan mati di tanganku." desis Valeria memeluk tubuh Javier dengan kuat sampai anak itu tidak bisa lari.
"Lepaskan aku, biarkan aku pergi ibu, aku mohon." Ia terus berusaha terlepas dari pelukan ibunya.
"Kau tahu kesalahanku seumur hidup apa? Aku melahirkan anak seperti kau, sampai seribu tahun pun kau akan tetap menjadi aib bagi hidupku. Jadi kau harus ikhlas menerima kematianmu. Karena batas hidupmu hanya hari ini saja. Kau faham?" ucap Valeria dengan sorot mata iblis.
Valeria membawa tubuh Javier ke kamar belakang. Tubuh Javier di dorong hingga masuk ke dalam, sampai membuatnya terjatuh.Selimut itu terlepas dari tubuh Javier. Dua orang lelaki sudah berada di sana. Ia dengan cepat merubah posisinya menjadi duduk, lalu mendorong tubuhnya ke belakang sampai terhenti ke dinding. Napas Javier berembus cepat, tangannya gemetar. Jantungnya ikut berdebar kencang. Ia sangat takut. Javier menangis dan menggeleng menatap ibunya dengan sendu. Berharap ibunya berubah pikiran. Javier tahu tempat ini, jika Valeria marah ia akan memasukkan Javier ke kamar ini. Di sini, Valeria akan meluapkan segala amarahnya.
"Kau lihat ini? Mereka inilah, malaikat yang akan mencabut nyawamu. Sebelum itu aku akan memberimu pelajaran agar kau tidak bisa lari."
Javier menggeleng dan terus menangis. "Ibu..." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Javier ketakutan, napasnya berembus cepat lalu mendesah terbata-bata. Ia mengeluarkan napasnya dengan cepat dan tidak beraturan dari mulut. Alat siksaan yang bisa saja membuatnya cacat. Dahi pelipisnya mulai berkeringat. Javier memeluk ke dua kakinya karena begitu ketakutan.
"Ini akan menjadi malam terakhirmu Javier. Seperti yang pernah kau katakan. Kau sudah berusaha menjadi anak yang baik. Tapi sedikit pun itu tidak pernah berpengaruh padaku. Seperti yang aku katakan tadi satu penyesalan dalam hidupku adalah melahirkan anak dari orang brengsek. Dia menyeretku seperti binatang, membawaku ke gudang dan memperkosaku berulang-ulang. Setelah dia puas, Lelaki brengsek itu membuangku Javier. " mata Valeria berkaca-kaca. Tatapannya begitu dingin. Rahangnya mengencang kuat. Tangannya gemetar saat mengingat kejadian itu. "Jadi kau tidak salah. Hanya nasibmu yang salah. Jika kau terlahir kembali, aku harap kita tidak dipertemukan lagi." Air mata Valeria terjatuh di pipinya. Ia meremas tangannya erat-erat sambil memejamkan matanya. Napas naik turun karena menahan emosi.
"Sekarang lakukan." Kata Valeria meninggalkan kamar itu.
"Tidak..tidak, jangan...." Javier berusaha berontak saat tangannya di pegang kuat.
"Ibuuuuuuuuu aku mohon jangan lakukan ini, ibuuuuuuuuu....." Raungan Javier terdengar memilukan. "Tidakkkkkkkkk...." Ia berteriak histeris saat jarum suntik di arahkan ke punggungnya. "Aaahhhhhh....." Mereka berhasil menyuntikkan sesuatu ke tubuh Javier.
"Jangan teriak anak bodoh, ini hanyalah obat bius epidural agar kau tidak bisa lari. Saat tubuhmu di buang ke laut kau tidak akan bisa menyelamatkan diri. Kau akan mati perlahan-lahan. Aku rasa itu bagus dari pada kau mendapat siksaan yang menyakiti tubuhmu. Jadi bersyukur lah." kata pria itu tertawa jahat. Mereka masih menunggu reaksi bius itu.
Javier hanya diam, tubuhnya diletakkan tak berdaya di lantai. Saat ini ia merasa sangat lemas, dan ketika mencoba berdiri, Javier tidak bisa. Ia berusaha menggerakkan ke dua kakinya. Javier tidak pernah merasa selemah ini.
Jika Javier kabur itu hanya berujung sia-sia. Ia hanya bisa menangis. Bahunya bergetar karena menahan tangisannya. Kali ini Javier lemah dan putus asa. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika mengandalkan kekuatan, Javier tidak bisa melawan dua pria itu. Saat ini Javier hanya bisa terus berdoa agar mendapatkan pertolongan dari yang di atas.
"Cobalah berlari, aku akan membiarkanmu lolos hari ini." kata pria itu tertawa mengejek.
Mereka melangkah keluar dari kamar setelah berpesan itu. Javier masih berusaha menggerakkan kakinya, agar bisa kabur namun semuanya hanyalah sia-sia saja. Ke dua pria itu masih tertawa dan tertawa sebelum hilang di balik tembok. Javier hanya bisa menangis. Tubuhnya berbaring lemah. Javier hanyalah seorang anak lelaki yang masih berusia 13 tahun. Apa yang sekarang ia lakukan? Javier lemas, tubuhnya seperti setengah lumpuh.
BERSAMBUNG
💌BERIKAN LIKE DAN KOMENTARMU💌
💌 BERIKAN VOTEMU 💌
💌 BERIKAN BINTANGMU💌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Izza Kadir
betul2 sedih boleh bayangkan aq kat tempat die 😭😭😭😭
2022-07-20
0
Yayah
kurang garam kebanyakan bawang hihihihi lnjt
2022-03-25
0
😱😱😱😱✨✨😱✨
😱✨✨✨✨😱😱😱
😱😱😱😱✨✨😱✨
😱✨✨✨✨✨✨✨
😱😱😱😱✨✨✨✨
😡😡😡😡⚡⚡⚡⚡
😡⚡⚡⚡⚡😡😡😡
😡😡😡😡⚡⚡⚡⚡
😡⚡⚡⚡⚡⚡⚡⚡
😡⚡⚡⚡⚡⚡⚡⚡
2022-02-15
0