💌 MAFIA BERHATI MALAIKAT 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Sore hari, sebelum pulang ke rumah. Javier kembali menggowes sepedanya. Ia pergi menuju tempat favoritnya. Tempat itu sepi dan hampir setiap hari ia mendatanginya. Karena, Javier benar-benar menyukai tempat itu. Di sana Ia bisa melihat pemandangan langit di sore hari. Langit sore seperti obat untuknya. Untuk membuang rasa lelahnya. Perpaduan warna yang apik, mampu meluruhkan semua bebannya. Hari ini Javier ingin menangis di sana. Membuang rasa sakit yang dialaminya hari ini. Air mata Javier terjatuh di pipinya sambil menggowes sepedanya dengan cepat. Ingatannya kembali saat kejadian siang tadi.
Matahari semakin meninggi dan membakar kulit. Kesibukan kota siang itu mulai terlihat seperti biasanya. Kendaraan berlalu lalang menebar asap yang menyesakkan. Deru bis kota bersahutan dengan teriakan pengamen yang menyuguhkan tembang-tembang. Saat lampu merah menyala, Javier dengan cepat bangun dari duduknya dan menyuguhkan koran yang ada di tangannya. Javier mengetuk kaca mobil dengan pelan sambil menunjukkan koran yang ada di tangannya.
"Permisi tuan, nyonya. Koran...koran..." ucap Javier tersenyum ramah.
Tidak ada satupun dari antara pengguna mobil yang membuka kacanya mobilnya. Pandangan mereka tetap ke depan. Seakan tidak ingin melihat ke arah Javier. Ia tidak putus asa dan melakukannya ke setiap mobil yang berhenti di lampu lalu lintas itu. Bibir Javier terus mengulas senyum. Ia berhenti di mobil terakhir yang baru berhenti. Ia berjalan dengan semangat menawarkan korannya kembali.
Permisi tuan, nyonya. Koran...koran..." Javier mengangkat satu koran di tangan kanannya. "Korannya tuan, nyonya." ucap Javier kembali.
Kaca mobil turun dan saat itu pula lampu merah berubah menjadi hijau. Bertanda mobil kembali berjalan. Mata Javier langsung menatap ke arah lampu lalu lintas itu. Ia tidak melihat ke arah pengemudi mobil yang sudah menurunkan kaca mobilnya sampai habis. Valeria membuka kaca matanya dan tersenyum sinis ke arah Javier.
"Anak sampah akan tetap menjadi sampah dan sampai kapanpun akan jadi sampah." Desis Valeria dengan seringai sinis. Ia melempar beberapa uang logam ke arah Javier. "
Javier terkejut saat mendapat lemparan uang logam ke arahnya. "Ibu?"
Tin! Tin! Tin! Tin!
Bunyi klakson mobil terdengar bergantian memekik di tengah kemacetan, itu semua karena ulah Valeria, mobilnya belum juga berjalan.
"Ingat uang yang aku berikan tadi, kau harus kembalikan. Kau faham?"
"Hei, apa ini jalan nenek moyangmu?" Ucap salah satu pria membuka kaca mobilnya, ia mengeluarkan kepalanya dan berteriak sambil membunyikan klaksonnya.
Javier mundur saat mobil itu kembali berjalan. Ia mendapatkan makian dari pengendara lainnya. Uang logam itu bergelinding entah kemana. Ia memeluk korannya di depan dada. Javier hanya bisa menatap kepergian mobil itu dengan pandangan kosong. Hatinya kacau saat ini. Matanya berkaca-kaca, penuh dengan air bening yang sudah mengkristal di matanya. Ia menunduk dan kembali berjalan.
"Aaahhhhh......" Javier berteriak, emosinya keluar sambil terus menggowes sepedanya. Air matanya ia biarkan terjatuh di pipinya. Deru napasnya semakin terdengar naik turun.
Setiba di sana Javier membuang sepedanya dan berlari ke tepi danau. Ia membungkuk dan memegang lutut berusaha menstabilkan napasnya yang naik turun semakin cepat. Javier menyapu rambutnya ke atas dan menahan tangannya di bagian belakang kepalanya. Ia menarik napasnya berulang kali. Matanya menatap lurus ke langit dan senja. Biasanya jika menatap itu, hatinya akan membaik. Namun yang dirasakannya saat ini, sama sekali tidak membantu. Hatinya semakin sesak, bahkan ia semakin sulit untuk bernapas.
"Ibu..." Tangisan pilu itu semakin terdengar menyayat hati bagi siapa pun yang mendengarnya. Ia menumpahkan kesedihannya pada langit senja. Tangisannya semakin pecah di sana." Sebegitu bencinya kah ibu kepadaku. Aku sudah berusaha menjadi anak yang baik, tidak pernah membantah kata-kata ibu sekali pun. Aku bahkan tidak berani untuk melawan ibu. Ibu bisa memukulku, tapi jangan membenciku seperti ini ibu." Javier menggeleng pelan. Tangisannya masih terdengar sesenggukan. "Bagaimana caraku lagi, agar hati ibu bisa menerimaku." Wajah Javier mengerut dan mencoba memahami semuanya.
"Aku menyayangi ibu. Aku sangat menyayangimu. Tak bisakah ibu menyayangiku sedikit pun." Javier tertawa sambil menangis dalam hati. Ia duduk di sana dengan pandangan kosong sambil menunduk sedih. Tangannya mengepal kuat. Tubuhnya bergetar karena menahan isak tangisnya. Javier kembali menangis di sana.
Javier berusaha tenang sambil menengadah ke atas. Ia menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya dari mulut. Ia kembali menguatkan hatinya. Javier pasti bisa melewati ini. Ia sudah pernah mengalami hal-hal tersulit dalam hidupnya. Ia harus kuat dan tidak bisa lemah. Javier mengambil batu dan melemparnya arah danau. Ia bangun dari duduknya dan menatap langit yang berwarna merah kekuningan itu.
Sayup-sayup Javier mendengar suara tangisan dari gadis kecil tidak jauh darinya. Kira-kira seumuran dengan Javier. Ada seorang wanita berdiri tidak jauh di belakangnya. Sepertinya ia berusaha membujuk gadis kecil itu.
"Non, kita sudah bisa pulang." kata Ester sedikit menunduk. Ia berdiri sambil menatap punggung Xaviera yang sedang menangis.
"Tidak, aku masih mau di sini." kata Xaviera mengusap air matanya dengan cepat.
"Angin sore tidak baik bagi tubuhmu non. Sudah sejam anda di sini."
"Aku merindukan mommy, aku menunggunya di sini. Entah kapan mommy akan datang untuk menemuiku, Ester. Terakhir mommy berjanji untuk bertemu denganku di sini. Kami sering menghabiskan waktu saat senja sudah datang. Menatap lamat-lamat langit yang berwarna jingga, tertawa riang memandangi burung cemara yang berterbangan menghiasi langit di sana, merasakan pelukan angin sore. Itu kenanganku bersamanya, sekarang mommy dimana Ester?" Xaviera menangis di sana. Semua kata-kata yang di ucapkan Xaviera adalah puisi dari mommynya.
Ester ikut menangis, ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Ia tahu nona kecilnya itu sangat merindukan kehadiran ibunya. "Non, sebaiknya kita pulang ya. Jika tuan tahu, beliau akan marah. Sekarang kita pulang yuk." Ester memegang lengan Xaviera dengan lembut. Namun dengan cepat Xaviera menepisnya dan melangkah ke depan agar menjauh dari Ester.
"Aku tidak perduli, biarkan saja Ester. Aku bosan dengan sikap daddy yang tidak perduli denganku lagi. Aku muak melihatnya."
"Tidak baik mengatakan seperti itu non."
"Apa kau sekarang membelanya?"
"Bukan seperti itu non. Tapi kita harus pulang sekarang. Ayahmu bisa marah besar."
Tangisan Xaviera kembali pecah. "Mommy, Katamu, senja selalu tau jalan untuk pulang ke pelukan yang sedang merindu, ini tempat kita akan bertemu kan mom, jadi datanglah...Lihat aku, merindukanmu. Katamu, senja adalah perwujudan dari sebuah kasih sayang antara matahari dan bulan yang saling mengasihi, saling berbagi untuk menyinari bumi, seperti cinta mommy untuk Xaviera yang begitu tulus. Meski senja akan pergi, namun aku selalu percaya dia akan kembali esok hari di tempat dan waktu yang sama. Itu semua tulisan ibu, aku baca semuanya, mom. Jadi aku percaya itu mom, sekarang aku datang untuk menemui mommy di sini."
Tiba-tiba Andreas datang melangkah dengan terburu-buru mendatangi Ester. "Permisi, ibu Ester, tuan sudah kembali ke rumah. Dia meminta nona Xaviera kembali secepatnya."
Xaviera tersenyum sinis, menatap lurus tanpa memandang Andreas sedikit pun. Ia sama sekali tidak perduli. Ia muak dan sudah bosan dengan sikap daddynya itu.
"Non, kota pulang ya. Tuan sudah menunggu anda di rumah."
"Aku mau di sini." ucapnya dengan tegas.
"Kita pulang ya." Bujuk Ester dengan sabar. "Besok kita ke sini lagi."
Xaviera menarik napasnya dalam-dalam, pandangannya masih menatap lurus. "Tunggu lima menit lagi, habis itu kita pulang." Ucapnya datar. Ester bernapas lega saat mendengar itu. Ia tersenyum lembut dan memilih menunggu.
Javier mendengar semua pembicaraan mereka. Ia menatap sekilas ke arah gadis kecil yang sedang menangis itu. "Sepertinya, dia sedang mengalami tekanan yang cukup berat. Mungkin, itulah alasan dia untuk mengunjungi tempat ini sama dengan alasanku. Biarlah, pemandangan langit lebih menarik dari pada menebak informasi tentang dia gadis kecil itu. Apa nasib kami sama?" Batinn Javier berucap. Ia kembali menikmati senja sebelum pulang ke rumah. Perasannya kini sudah kembali membaik. Tempat ini berhasil mengobati hatinya yang bersedih.
Akhirnya Javier memutuskan kembali ke rumah. Ia menggowes sepedanya dengan semangat. Javier bersiul sambil bernyanyi menyelusuri jalan sambil menikmati pemandangan sore. Ia melihat mobil gadis kecil itu melewati sepedanya. Apa dia juga sudah merasa baikan setelah melihat senja? Javier tersenyum melihat kepergian mobil itu. Benar kita tidak perlu berlama-lama menyimpan kesedihan. Kejadian hari ini, cukup untuk hari ini. Biarkan semua itu, menjadi pembelajaran yang ada dan membuatnya menjadi pribadi yang kuat.
SEMENTARA ITU.
"Bagaimana?" kejar Valeria saat mengangkat panggilannya.
"Kami masih berusaha nona."
Valeria berdecak tidak suka saat mendengar kalimat itu. "Hanya mencari orang saja kamu tidak bisa?" teriak Valeria tampak kesal. "Aku tidak mau tahu, carikan orang yang bisa di percaya. Secepatnya kita harus membuang anak itu. Aku siap membayarnya berapa pun." tegas Valeria.
"Kami akan usahakan nyonya."
"Kau selalu mengatakan itu. Aku tidak ingin pernikahanku bulan depan gagal hanya karena anak itu. Lebih cepat, lebih bagus. Aku tidak ingin anak itu menghalangi kebahagiaanku. Aku tidak ingin Alexander mengetahui anak sialan itu." geram Valeria sudah tampak emosi.
"Baik, nyonya. Kami akan hubungi secepatnya." Jawab pria itu dari ujung telepon.
Tit!
Panggilan langsung dimatikan Valeria. Ia membuang napas dengan kasar. "Dasar tidak berguna." Valeria melempar asal handphonenya. Ia bergegas untuk membersihkan tubuhnya.
Lima belas menit telah berlalu, Valeria keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan tubuhnya.
TING!
Satu pesan notifikasi berbunyi dari handphonenya. Valeria mengernyit dan berjalan untuk mengambil handphone di atas nakas. Nomor tidak dikenal. Valeria dengan cepat membuka pesan itu.
"NYONYA, KAMI MENEMUKAN DUA ORANG YANG BISA MENJALANKAN MISI ANDA. MEREKA BERSEDIA MELAKUKAN MALAM INI. TAPI MEREKA MEMINTA PEMBAYARAN AWAL."
Dengan cepat tangan Valeria membalasnya. "SAYA AKAN TRANSFER SEKARANG."
Pesannya sudah terkirim. Valeria tersenyum jahat, sudut bibirnya langsung melengkung ke atas. Ia duduk dengan angkuh, tersenyum smrik sambil meletakkan handphonenya kembali. Kini anak sialan itu tidak akan merusak kebahagiaannya lagi. Ia akan hidup bahagia dengan lelaki kaya impiannya. Valeria tidak lagi di pandang sebelah mata oleh keluarganya. Anak hasil pemerkosaan dengan lelaki lain yang sampai sekarang tidak diketahui, tidak lagi menghantui hidupnya. Javier akan lenyap dari hidupnya. Ini adalah awal untuk memulai hidup yang baru.
"HAHAHAHA.." Valeria tertawa. Suara tawanya bahkan terdengar mengerikan. "Malam ini Javier akan lenyap." Ia meremas tangannya kuat-kuat. Pancaran matanya menyorot tajam dengan seringai sinis.
BERSAMBUNG
💌BERIKAN LIKE DAN KOMENTARMU💌
💌 BERIKAN VOTEMU 💌
💌 BERIKAN BINTANGMU💌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Yayah
lnjt
2022-03-25
1
lanjut
2022-02-15
0
Rangrizal28
karma lebih kejam valeri
2022-01-18
0