💌 MAFIA BERHATI MALAIKAT 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Setelah ibunya pergi, Javier langsung bergegas membersihkan tubuhnya yang sudah kedinginan karena terkena air hujan. Tidak ingin berlama-lama, Javier langsung melakukan tugasnya. Ia mengabaikan rasa sakit pada bagian tubuhnya. Javier hanya memikirkan bagaimana pekerjaan ini harus selesai dikerjakannya hari ini juga. Setiap hari, ini sudah menjadi rutinitasnya baginya. Setelah membersihkan pecahan kaca, Javier langsung mencuri piring dan melap piring tersebut dengan serbet dan menaruhnya kembali di rak dengan rapi. Dengan cepat ia menyapu dan membersihkan lantai teras yang terkena air hujan. Hujan telah berhenti. Bintang-bintang kini mulai terlihat di atas sana. Javier tersenyum saat melihat kilauan bintang itu begitu indah.
Javier kembali ke dapur lagi. Tadi pagi ia tidak sempat mencuci pakaian. Hari ini Javier mencuci pakaian ibunya lebih dahulu dan memisahkan pakaiannya agar tidak bercampur ke milik ibunya. Setelah membilasnya dengan bersih. Ia lalu bisa menggunakan sisa air pembilasan dari ibunya untuk pakaiannya. Seperti itulah setiap hari dilakukannya.
Pekerjaan rumah tangga bagi Javier seperti kewajiban yang harus ia laksanakan. Membuat Javier terbiasa dan membuatnya menjadi lelaki mandiri dan tumbuh menjadi anak yang kuat dan tangguh. Javier menikmati setiap detail pekerjaan yang dilakukannya. Walau sesungguhnya dalam hati kecilnya, ia ingin seperti anak-anak lain pada umumnya. Bisa bermain dan bercengkrama dengan orangtuanya. Javier dilarang keras menyebut kata 'AYAH' di rumah ini. Itu akan pemicu ibunya akan marah dan berujung melakukan pemukulan kepada dirinya. Bahkan ibunya tega tidak memberikannya makanan sampai beberapa hari.
Huuuuffft... " Akhirnya selesai juga." Javier menarik napas panjang dan mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Ia bangga pada dirinya sendiri, melihat rumah sudah rapi dan bersih. Bibirnya mengulas senyum bahagia. Dia yakin ibunya akan bangga padanya. Heeh..Javier membuang napas lesu. Baginya itu hanya harapan mustahil, ibunya tidak akan pernah bangga padanya. Semua yang ia kerjakan hanyalah sia-sia di mata ibunya.
Saat Javier berjalan, reflek ia membungkukkan badannya. "Ahhhhh...." Javier tiba-tiba meringis saat merasakan bagian perutnya terasa sakit. Ia baru teringat dari tadi pagi ia belum makan apa-apa hingga detik ini. Javier berjalan menuju dapur. Tidak ada apa-apa sama sekali. Rasanya ingin menangis.
Javier menunduk lesu, ibunya tidak pernah menyiapkan makanan untuknya, yang ada Javier yang selalu menyiapkan makanan untuk ibunya. Pekerjaannya yang tiap pagi sebagai penghantar koran membuatnya melewatkan sarapan. Tadi siang juga begitu, karena mengejar jadwal belajarnya hari ini, ia melupakan makan siangnya juga. Ia membuang napas, menunduk sedih. Javier mengambil segelas air putih untuk menahan rasa laparnya.
Javier meringis lagi, tak kuasa menahan rasa sakit pada area perutnya yang semakin bertambah. Rasanya sakit sekali sampai ia sedikit membungkuk berjalan menuju sofa. Akhirnya Javier memilih tidur, agar rasa laparnya bisa hilang. Lama-lama napasnya mulai terdengar stabil. Javier akhirnya benar-benar tertidur. Semoga ibunya pulang membawakan makanan untuknya.
SEMENTARA DI SISI LAIN.
Dengan anggun Valeria berjalan di belakang supir yang menjemputnya tadi. Tempo irama dari sepatu heels nya terdengar menggema di sana. Ia menggunakan dress merah tua. Valeria menebarkan senyum manis dengan pandangan lurus ke depan sambil memegang tas kecil di depannya. Ia menunjukkan bahwa dirinya seperti wanita berkelas. Akhirnya mereka tiba di depan pintu ruangan kelas VIP di restoran ternama di kota xx.
"Silakan nyonya, anda bisa langsung masuk." kata pria itu dengan ramah.
Valeria mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih pak." Ucap Valeria dengan lembut. Ia membiarkan supir itu pergi terlebih dahulu. Lelaki paruh baya itu langsung menuju pelayan dan memesan makanan berkelas yang biasa di makan bos-nya itu.
Sementara Valeria masih berdiri di depan pintu. Dengan tarikan napas panjang. Ritual yang biasa ia lakukan jika sedang gugup. Saat ini jantungnya berpacu begitu kuat saat tangan Valeria mengetuk pintu itu dengan pelan.
"Masuk," terdengar sahutan dari dalam ruangan. Valeria mengenal suara itu. Ia mengatur penampilannya lagi dan memberikan senyum terbaiknya saat pintu sudah terbuka.
Benar saja, Alexander sudah ada di sana. Dia begitu menawan hari ini. Wajahnya terlihat cerah mengunakan kemeja tanpa motif. Kulitnya begitu putih bersih dengan rambut hitam yang tersisir rapi. Wajahnya terlihat berbinar saat melihat Valeria sudah datang.
"Selamat malam pak Alexander," ucapnya dengan lembut.
"Selamat malam juga, silakan duduk," Ucap Alexander tersenyum sambil mengulurkan tangan mempersilakan.
"Maaf, tadi di jalan agak macet pak. Sudah lama menunggu?" Kata Valeria dengan begitu elegan layaknya wanita terhormat.
"Lumayan lama. Tapi jika waktuku terbuang karena menunggumu bagiku tidak masalah. Itu tantangan baru bagiku, untuk mendapatkan hatimu sepenuhnya." Kata Alexander tersenyum.
"Bapak bisa saja." Kata Valeria tertawa renyah. Ia sambil mendongak dan menutup mulutnya dengan tangannya. Ia begitu terkesan mendengar ucapan Alexander.
"Aku sungguh-sungguh Valeria."
"Heuh?" tawa Valeria seketika hilang. Jantungnya berdetak kencang di dalam rongga dadanya. Alexander saat ini mengunci pandangannya ke arah Valeria.
Mereka saling menatap, Mata coklat Alexander bertemu dengan mata indah milik Valeria. Mereka terdiam beberapa detik, Valeria melepaskan pandangan ke arah lain untuk menepis rasa canggung.
"Kau tampak cantik dan elegan malam ini, aku benar-benar menyukaimu Valeria."
Wajah Valeria bersemu merah. Ia menunduk malu. "Terima kasih atas pujiannya pak Alexander."
Dengan lembut Alexander memegang tangan Valeria. "Jangan panggil bapak lagi, aku ingin kau malam ini benar-benar menjadi wanitaku yang seutuhnya. Aku ingin mempercepat hubungan kita ketahap yang lebih serius lagi. Menjadikanmu menjadi pendamping hidupku selamanya."
DEG
Jantung Valeria seketika berdetak kencang seperti genderang. Seketika kupu-kupu bermacam-macam spesies berterbangan dari dalam dadanya. Inilah yang ditunggu-tunggunya. Menjadi istri nyonya besar dari pengusaha terkaya di kota ini. Valeria menutup mulutnya. Ia sangat-sangat senang hari ini. Kebahagiaannya tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.
"Kau tidak menjawabku Valeria."
"Maksudnya pak?"
"Apakah kau bersedia jika malam ini kita menghabiskannya waktu hanya untuk kita berdua." Alexander menatap Valeria begitu dalam. Tatapan seorang lelaki yang sudah lama merindukan sentuhan. Ia begitu menyukai Valeria hingga tidak bisa bernapas dengan baik jika mengingat wajah wanita yang duduk di depannya itu.
"Jawab aku Valeria?"
"Bagaimana dengan anak anda pak, apakah dia mau menerimaku? Saya takut di tolak pak. Sementara aku sudah mulai takut kehilangan."
"Serahkan semua padaku. Anakku akan menerimamu dengan baik. Ia begitu merindukan sosok ibu selama ini."
"Benarkah, dia akan menerimaku pak."
"Tentu saja," Jawab Alexander dengan yakin.
"Aku begitu terharu pak."
"Aku sudah bilang jangan panggil bapak lagi."
"Oh..." Valeria tersenyum sambil menutup mulutnya. "Apakah aku harus memanggilmu sayang saja?" Goda Valeria tersenyum malu.
"Sayang, itu lebih bagus dari bapak. Aku tidak ingin orang-orang mengira kau adalah sekretarisku."
"Hahahaha..." Valeria tersenyum indah.
"Sekarang, ceritakan tentang dirimu. Bagaimana kehidupanmu. Aku dengar kau sudah pernah menikah dan mempunyai anak juga."
DEG!
Mendengar itu, jantung Valeria seketika berhenti berdetak. Napasnya terasa sesak. Menelan salivanya saja ia begitu susah. Ia tidak menduga Alexander akan memberikan pertanyaan itu kepadanya. Wajahnya terlihat gugup, Ia tidak mungkin mengakui bahwa Javier adalah anaknya. Tidak mungkin. "Dasar anak sialan, dia selalu merusak kebahagiaanku."
Soal pernikahan? Valeria tidak pernah menikah. Keluarga bahkan tidak mengakuinya lagi. Valeria sudah dihapus dari daftar keluarga semenjak kejadian ia diperkosa. Keluarganya telah membuangnya jauh-jauh ke kota ini. Karena bagi keluarganya, kehamilannya adalah aib buruk dan kesialan. Apalagi tidak mengetahui siapa ayah dari janin yang dikandungnya.
"Valeria?"
Seketika Valeria menutup matanya saat Alexander memanggil namanya. Reflek ia berpura-pura menangis agar Alexander tidak mengetahui aktingnya.
Dahi Alexander mengerut, ia berpindah tempat dan duduk di sebelah Valeria. Ia menyentuh lengan wanita itu dengan lembut. "Kau tidak apa-apa?"
Tangisan Valeria semakin terdengar. "Maafkan aku,"
Alexander di buat bingung mendengar perkataan Valeria. "Kenapa kau minta maaf, Apa yang terjadi? Ceritakan kepadaku. Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui. Kau bisa terbuka sekarang. Agar kita bisa memecahkannya bersama." kata Alexander dengan lembut.
Valeria menatap sendu ke arah Alexander. "Maafkan aku sayang, Aku memang pernah menikah dan setahun pernikahan kami. Suamiku mengalami kecelakaan maut yang merenggut nyawanya. Aku sedih jika mengingat itu. Jadi maafkan aku, jika aku tidak pernah mengatakan itu. Aku tidak mau mengingat kenangan pahit itu. Aku hanya ingin melupakan kejadian itu, sampai tidak mengatakannya kepadamu. Soal anak, kami belum dikaruniai anak." Valeria menunduk sedih, tangisannya terdengar begitu keras. Ia melirik sekilas ke arah Alexander dan kembali mengeluarkan tangisan yang benar-benar membuat Alexander terperdaya dengan tangisannya.
Dengan lembut Alexander menarik Valeria masuk ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan hangat dan memberikan ketenangan kepada Valeria. "Maafkan aku, sungguh aku minta maaf. Aku benar-benar tidak tahu tentang masa lalumu."
Valeria tersenyum, ia tetap melanjutkan aktingnya dengan baik dengan menangis sesenggukan. "Tidak apa-apa, sekarang aku lega bisa menceritakannya kepadamu. Aku tidak ada beban lagi."
"Hmmm, mulai sekarang jangan menyimpannya sendiri. Kau bisa ceritakan semuanya padaku."
"Terima kasih karena sudah mengerti aku sayang." Valeria melepaskan pelukannya. Ia mengusap air matanya dengan cepat dan tersenyum lembut.
"Bagaimana dengan anak yang pernah kulihat di rumahmu. Sebelumnya aku minta Maaf karena mengikutimu saat pertemuan kita pertama di supermarket itu. Aku melihat ada anak laki-laki di sana."
"Ah, dia keponakanku. Untuk sementara ia tinggal bersamaku. Nanti jika kita menikah, ibunya bisa menjemputnya."
"Tidak masalah, jika dia tinggal bersama kita. Anakku pasti ikut senang karena memiliki teman."
Valeria dengan cepat menggeleng. "Tidak sayang, orangtuanya pasti tidak setuju. Jika ia tinggal bersama kita. Aku juga tidak mau dia menjadi beban bagimu."
"Baiklah, jika memang itu yang terbaik."
Valeria tersenyum sambil mengangguk cepat. "Apa? Tidak... tidak...itu tidak akan kubiarkan. Javier akan menjadi benalu bagiku. Aku harus menyingkirkan dia. Jika Alexander tahu, dia anak darah daging lelaki kotor. Itu akan sangat memalukan bagi keluarga Alexander. Tidak bisa!"
"Valeria bagaimana soal penawaranku tadi. Apa kau bersedia?" tanya Alexander kembali.
"Ehmm...Aku bersedia pak, aku akan memberikan yang terbaik untukmu malam ini."
"Sekarang kita pulang."
"Heuh? Makanannya bagaimana pak?"
"Biarkan saja," Kata Alexander langsung berdiri dari kursinya. Tanpa berlama-lama ia langsung menggenggam tangan Valeria dan pergi dari sana. Napas Valeria semakin tidak beraturan. Ia hanya bisa mengikuti langkah Alexander. Jantung mereka berdua seakan terus memburu. Mereka terus berjalan hingga sampai ke parkiran. Supirnya dengan cepat menyerahkan kunci kepada bos-nya itu. Alexander langsung membawa mobilnya dengan kecepatan penuh meninggalkan restoran, mereka menuju hotel berbintang lima.
BERSAMBUNG
💌BERIKAN LIKE DAN KOMENTARMU💌
💌 BERIKAN VOTEMU 💌
💌 BERIKAN BINTANGMU💌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
wajar author nguruh kita nyiapkan tisu
2022-02-15
0
Kayaknya sedih ini
2022-02-15
0
Rangrizal28
ibu kandung serasa ibu tiri
2022-01-18
0