Foto itu benar-benar menarik perhatian Shaina hingga ia lupa dengan keberadaan Joon dan anak-anak Helena yang juga sedang memperhatikan tingkahnya.
"Cepat! kemasi barang-barang kalian!" seru Joon membuyarkan lamunan Shaina.
"Baik paman" sahut anak-anak itu yang hampir bersamaan.
"Bawa yang penting-penting saja, aku tidak mau kalian memenuhi rumahku dengan barang-barang tidak berguna!" tambah Joon, mengingatkan anak-anak sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing.
Joon mendengus pada Shaina yang mematung dan hanya memperhatikan kesibukan yang lain.
"Kamu sedang apa?" tanya Joon pada Shaina.
"A-aku..." gumam Shaina.
"Dimana kamarmu? aku akan membantu beres-beres barang-barang mu" nada suaranya terdengar lembut.
Shaina memutar kepalanya ke berbagai arah, ia kebingungan karena ia memang tidak tahu apapun tentang rumah Helena.
"Kamarmu pasti yang itu" Joon menunjuk ke salah satu pintu dekat tangga menuju kamar anak-anak, "ayo kita ikut aku!" ajak Joon pada Shaina.
Disalah sudut ruangan terdapat lemari besar yang dipenuhi buku-buku tebal, dari beberapa buku yang tergeletak di meja terlihat dari sampulnya bergambarkan tata Surya, kuantum kimia, manusia, berhubungan dengan biologi dan masih banyak lagi yang bertumpuk dengan buku lainnya. Meski buku-buku itu membuatnya penasaran tapi Shaina tidak mau menyentuh buku-buku itu, ia hanya berlalu dan masuk ke kamar mengikuti Joon yang lebih dulu masuk sebelum dirinya.
Tampilan kamar itu kembali membuat Shaina berdecak kagum, semua barang-barang tertata rapi dimana terdapat lemari besar dan meja hias yang sangat memikat hatinya sebagai seorang perempuan yang kerap berdandan untuk tampil menarik, tapi buku-buku tetap sangat diperhatiin oleh si pemilik kamar karena di kamar itu terdapat buku dalam jumlah banyak tersusun membentuk dinding di sudut ruangan belum lagi beberapa buku tergeletak begitu saja di atas kasur yang menandakan malamnya sebelum kejadian Helena sempat membaca bukunya.
Joon mengambil buku yang tergeletak di atas kasur dan membuka lembarannya tapi baru beberapa lembar ia buka, Joon meletakkannya kembali. "Bacaan seperti ini ya tentu akan membuat siapapun stress" gumam Joon.
Joon membuka lemari dan mengeluarkan koper besar lalu ia letakkan di lantai.
Foto pernikahan Helena dengan suaminya, terpajang di meja, kembali menarik perhatian Shaina dan ia berseru "Cantiknya...!".
Dalam balutan gaun pengantin bewarna putih bertaburan kilauan kristal putih, Helena tampak begitu cantik dan anggun bak seorang ratu dengan senyuman manisnya serasi dengan lelaki yang mendampinginya.
"Tenang saja, kau bisa memakainya lagi nanti tapi sebelum itu cepat keluarkan pakaianmu dari lemari dulu" celetuk Joon.
Shaina tersentak dan secepatnya berbalik badan pada Joon dan ia kembali mengerjap melihat isi lemari Helena dengan gaun-gaun, sepatu, tas dan masih banyak lagi yang keseluruhannya bagus-bagus dan bermerek, tentunya mahal juga.
Shaina mengambil beberapa potong pakaian namun mendadak perutnya agak keram, "Aaauu!!" pekik Shaina.
"Kenapa?" Joon ikut panik.
"Perutku agak sakit" jawab Shaina dengan memegangi perutnya.
"Kalau begitu kamu duduk saja biar aku yang ambil barang-barang mu" kata Joon.
Joon mengeluarkan hampir semua pakaian yang tergantung di dan ia tidak lupa juga mengambil beberapa pakaian lainnya yang tersimpan di dalam laci bawah.
Shaina duduk di atas ranjang empuk itu, matanya berpencar ke seluruh sudut ruangan kamar, ia belum pernah melihat senyata itu kamar orang kaya dimana setiap bendanya bernilai tinggi. Pandangannya kembali teralihkan pada perutnya yang tanpa sadar sejak tadi ia sering mengelusnya, ia tidak tahu persis dengan perasaannya tapi ia merasa senang melakukannya.
"Hah?! " dengus Shaina, "Aku seorang ibu? seperti apa ya yang ada di dalam perutku ini?" gumam Shaina, sekilas ia melihat kearah Joon yang tiba-tiba berhenti dari kegiatan mengosongkan lemari.
Pakaian yang sudah dikeluarkan dari lemari, Joon meletakkannya di atas ranjang bersebelahan dengan Shaina yang duduk, tangannya tampak cekatan melipat pakaian-pakaian itu untuk dapat muat dalam koper.
"Ngomong-ngomong, sudah berapa bulan perempuan ini hamil?" tanya Shaina.
Joon meliriknya, "Mana aku tahu, itu bayimu memangnya aku ayahnya?" sahut Joon.
Shaina melihat Joon dengan ujung matanya, "harus bagaimana lagi ku katakan aku ini bukan perempuan yang terlihat ini?" Shaina mengganti posisi duduknya untuk menghadap ke arah Joon, "tuan! ada orang lain di tubuh perempuan ini, orang itu adalah aku" ujar Shaina, yang dipandang dengan tatapan aneh oleh Joon.
"Nanti ku hubungi dokter yang menanganimu tadi dan tanyakan sudah berapa bulan kau hamil" kata Joon tanpa menoleh kemanapun kecuali dengan kesibukannya melipat pakaian itu.
"Apa yang terjadi dengan suami perempuan ini kenapa pria di bengkel tadi mengucapkan ikut berduka?" tanya Shaina.
Joon menghentikan kesibukannya, kini pandangannya terarah pada Shaina yang benar-benar menunjukkan bahwa ia tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya Helena.
"Sebulan yang lalu kakakku yaitu suamimu mengalami kecelakaan dan ia meninggal dunia" suara Joon terdengar berat saat mengatakan itu.
Shaina kaget mendengar cerita tentang suami perempuan yang rasuki tubuhnya itu, "lalu denganku? eh maksudku dengan perempuan ini?".
"Seminggu yang lalu terjadi ledakan di laboratorium tempat kamu dan teman-temanmu melakukan suatu riset dan kamu jadi korbannya"
"Ohh! Jadi perempuan ini orang pintar? pantas saja kepalaku terasa berat ternyata otaknya sulit menyesuaikan diri dengan pikiranku" gumam Shaina.
Joon kembali mengambil barang-barang yang lain dari lemari itu, ia menyenggol sebuah kotak dan terjatuh, Joon mengambil kotak itu dan menyimpan kembali tapi saat hendak menyimpan kotak itu pandangan teralihkan pada selembar kertas berwarna hitam.
"Apa ini?" gumam Joon.
Shaina mendongakkan kepalanya untuk melihat apa yang dibicarakan Joon, "ku rasa itu foto janin tiga dimensi" sela Shaina.
Joon melirik Shaina.
"Aku pernah melihatnya dari orang-orang saat mereka USG bayi mereka" ujar Shaina, matanya juga balas melirik Joon dengan tatapan yang sama.
"Bagaimana cara lihatnya? semua tampak sama" kata Joon seraya membalik-balik kertas persegi itu dengan bergambarkan semacam lingkaran yang tidak jelas bewarna hitam dan abu-abu gelap, juga beberapa tulisan.
Shaina mendekat Joon yang duduk di ranjang, "Ku rasa begini" Shaina memutar kertas tiga dimensi itu, "waah! benar! padahal aku hanya menebak saja" seru Shaina yang terkekeh.
Joon melirik Shaina lagi.
"Lihatlah! ada tulisan, berarti dia hamil sudah memasuki tiga bulan sekarang, pantesan aku merasa begah" ujar Shaina.
Joon melirik Shaina dan sorot matanya tertuju pada perutnya, Shaina yang sadar mendapatkan tatapan itu buru-buru menutup perutnya dengan tangannya sambil menundukkan kepalanya, karena sikap itu Joon langsung memalingkan wajahnya dari perempuan disebelahnya dan melanjutkan pekerjaannya.
Anak-anak berdiri di pintu dan Alfan mengatakan "kami sudah selesai" ia tidak lupa melihat saudara perempuannya di sebelahnya.
"Ayo kita pergi!" kata Joon, "Oooh tunggu, coba lihat apa saja yang kalian bawa!" tambah Joon.
Alfan dan Alice membuka koper mini milik mereka dengan memasang wajah cemberut pada Joon yang dianggap mereka orang paling nyebelin.
"Apa-apaan ini? kalian bawa mainan ke rumahku! kembalikan itu! bawa yang dibutuhkan saja!" titah Joon.
"Apa yang kau lakukan? mereka anak kecil kenapa kau bicara kasar gitu pada mereka?!" sergah Shaina.
"OOO... Aku lupa disini masih ada Mama mereka, maaf nyonya aku memarahi anak-anakmu tapi tolong bereskan anak-anakmu, kalian merepotkan ku saja!" ketus Joon.
"Benarkah? merepotkan Anda? jika begitu kenapa kami harus tinggal bersama anda jika kami jadi beban Anda?" hardik Shaina.
"Aku tidak ingin berdebat sebaiknya cepat bantu mereka!" titah Joon.
"Ayo kita ke kamar kalian! tidak ada gunanya juga bicara dengan orang menjengkelkan ini!" tambah Shaina.
Shaina meninggalkan Joon di kamar dan menaiki tangga menuju lantai atas tiba-tiba perutnya terasa sakit, "Aaauu!" pekik Shaina.
Joon segera menyusul mereka, Alice dan Alfan juga takut melihat keadaan Shaina.
"Sudah tahu dirinya begini masih sok-sokan marah dan naik tangga" ketus Joon. "Kamu tunggu di bawah saja, biar aku yang membantu mereka" lanjutnya.
Beberapa menit berselang Joon anak-anak turun dengan membawa koper milik dua anak itu, ia menyuruh mereka semua menunggu di mobil seraya ia kembali lagi untuk mengambil koper milik Helena atau tepatnya Shaina sekarang.
Hanya suara deru mesin mobil yang terdengar sepanjang jalan, Joon kembali berhenti di supermarket untuk membeli keperluan rumahnya, Shaina dan anak-anak juga ikut bersamanya.
"Susu rasa apa yang kau suka?" tanya Joon didepan rak susu ibu hamil.
"Hah?!" Shaina terperanjat mendengar itu tapi melihat Joon yang seperti tidak suka menunggunya berpikir, Shaina buru-buru menjatuhkan pilihannya pada susu rasa vanilla.
Semua barang yang diinginkan sudah didapat, Joon ke meja kasir setelah membayarnya dan langsung pulang. Di rumah Shaina membantu menyimpan barang-barang yang dibeli itu bersama Joon walau sesekali mereka saling mencuri pandang, melihat satu sama lain.
Shaina juga menyimpan pakaian dan barang-barang lainnya miliknya dan milik anak-anak ke lemari yang terdapat di kamar itu.
Malamnya mereka makan malam bersama dengan menu hasil orderan Joon, Shaina tidak berani berkutat di dapur lelaki itu dan Joon sendiri juga tidak memasak.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Mommy Agam
mari saling dukung thor..
salam dari Wanita Tangguh Kesayangan CEO
2021-06-06
1
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih. Mari saling dukung kakak😍
2021-04-25
2