Kejadian sore itu membuat Brian merasa bersalah karena sudah berburuk sangka dengan Gendis.
Brian berinisiatif untuk meminta maaf kepada Gendis. Brian segera menghubungi Gendis melalui telpon genggamnya.
Tut...
Tut...
Tut...
Tidak ada jawaban sama sekali, hingga Brian memutuskan melihat GPS di handphone nya untuk memastikan keberadaan Gendis.
Brian yang melihat arah GPS itu mengarah pada toko di mana kemarin dia membeli cemilan. Brian segera menancapkan gas mobilnya untuk segera ke Toko Berkah Jaya, toko di mana Gendis sedang bekerja.
Setibanya di toko, Brian pun segera memasuki toko itu, dan pura-pura berbelanja kebutuhan yang tidak ia butuhkan sama sekali. Untunglah, hari itu tidak terlalu ramai pelanggan jadi ada kesempatan Brian untuk meminta maaf kepada Gendis.
"Hai, berapa semua totalnya?" tanya Brian kepada Gendis.
"Owh kamu? Semuanya lima puluh ribu."
"Bisa ngomong sebentar gak, sebentar saja." Brian memohon kepada Gendis.
"Ada apa?"
"Ada sesuatu yang mau aku bicarakan dengan kamu."
"Kamu gak lihat, aku lagi kerja."
"Sebentar saja, hanya sepuluh menit. Kalau sampai lebih dari itu, kamu boleh tinggalin aku."
Gendis melihat sekeliling toko yang sedang sepi kemudian melangkah keluar dari meja kasir yang menandakan bahwa dia setuju untuk diajak bicara dengan Brian.
"Ada apa?"
"Aku tahu nama mu Gendis, aku kesini hanya untuk meminta maaf padamu?"
"Untuk apa?"
"Yang pertama, pertama kali kita bertemu, rasanya aku belum menyempatkan waktuku untuk meminta maaf padamu secara resmi." Jelas Brian.
"Yang kedua, saat di rumah sakit. Aku tidak sengaja menabrak mu, dan membuatmu marah." sambung Brian.
"Yang ketiga, saat di cafe kemarin. Jujur aku sempat berprasangka buruk denganmu saat itu, aku sempat berfikir kamu hanya memanfaatkan situasi saat itu. Tapi ternyata aku salah." Ucap Brian merasa bersalah.
Gendis langsung memotong omongan Brian, "Sudahlah, semuanya sudah aku lupakan, namanya juga manusia. Iya kan? tempatnya salah."
"Ndis, tapi aku serius. Merasa bersalah, aku merasa malu dengan diriku sendiri."
"Malu kenapa?"
"Aku malu Ndis, kamu telah menyadarkan aku tentang arti bersyukur."
Gendis melirik kearah Brian dengan tatapan bingung.
"Kemarin aku gak sengaja lihat kamu bagi-bagi makanan, yang sebelumnya, aku berfikir kamu hanya memanfaatkan keadaan."
Gendis tertawa, "Hahahaha...., Brian aku memang miskin tapi, untuk memanfaatkan orang lain, itu bukan tipeku. Sudahlah, semuanya sudah berlalu, aku maafin kamu, dan sekarang kamu pulang. Oke?"
"Tapi Ndis?"
"Sudah! Aku mau kerja." Gendis mendorong Brian agar Brian segera pergi.
Di mobil Brian tidak langsung pulang, melainkan memandangi Gendis yang sedang bekerja dari jarak jauh.
"Dia benar benar seperti bidadari kecilku, wanita pemaaf, dan penuh kasih sayang. Kalau benar itu kamu Ndis, aku tidak akan membiarkanmu menderita begini Ndis."
Disisi lain, Gendis merasa hatinya ada yang berbeda saat bertemu dengan Brian. Perasaan yang tidak biasa, seperti pertama kali dia bertemu dengan sahabat kecilnya saat itu. "Tapi apa mungkin, itu dia?" batin Gendis dalam lamunannya yang tidak lama disadarkan oleh salah satu pelanggannya.
Sesampainya Brian di rumah, Brian memikirkan bagaimana agar Gendis tetap mau berteman baik dengannya. Karena sebenarnya, Brian benar benar mengaguminya dan ingin membuktikan bahwa Gendis adalah wanita yang dia cari selama ini.
"Ah iya, bagaimana kalau besok aku ke kosannya dengan membawa bunga. Aku harus mencari cara agar aku bisa menemukan bukti lain bahwa Gendis ada bidadari ku." Gumam Brian yang sedang memeluk guling kesayangannya.
Sesuai dengan rencana Brian, Brian segera pergi ke kosan Gendis sebelum jam kerja. Setibanya di kosan Gendis, Brian sangat terkejut karena melihat dua orang lelaki bertubuh besar dan kekar yang tengah memaki-maki Gendis. Brian yang melihatnya, langsung menghampiri mereka karena Brian takut dua laki-laki itu akan menyakiti Gendis.
"Ada apa ini?" tanya Brian dengan nada penasarannya.
"Owh rupanya, ada pahlawan kepagian datang?" Jawab salah satu laki-laki yang bertubuh kekar tersebut.
"Jawab pertanyaan ku! Kalian mau apa dengan wanita ini?"
"Kami mau apa? Kami kesini hanya ini menagih janjinya, untuk membayar hutangnya atau dia harus menikah dengan bos kami?"
"Apa, pikiran kalian sudah tidak waras lagi? Hutang dibayar dengan pernikahan?"
"Memang urusan kamu apa? berani-beraninya kamu ikut campur?" bentak preman itu lagi.
"Berapa semua hutangnya? Akan aku bayar lunas hari ini?"
"Dua puluh juta dan bunganya sepuluh juta!"
"Hanya segitu? Oke baiklah, tunggu sebentar saya akan membayarnya." Brian segera ke mobilnya untuk mengambil sebuah cek yang digunakan sebagai perintah nasabah kepada bank untuk membayar dengan uang tunai kepada orang yang ditunjuk kepada pemegang cek tersebut.
Gendis yang merasa sungkan, mencoba mengusir dua laki-laki itu. "Pak, saya mohon, segeralah pergi! Ini urusan saya, saya janji minggu depan saya akan membayarnya."
"Gendis! kamu tidak perlu sungkan dengan saya. Biarkan mereka pergi dan setelah itu urusan kamu dengan saya." kata Brian tiba-tiba karena mendengar percakapan Gendis dengan dua laki-laki yang seperti preman itu.
Brian menghampiri dua laki-laki itu, dan segera menyodorkan sebuah cek yang berisi jumlah uang yang diminta, tanggal pemberian dan tanda tangannya. "Ini cek sebagai pengantar kalian untuk mengambil di salah satu bank yang sudah tercantum. Dan ingat ! setelah ini, saya tidak mau melihat kalian mengganggu gadis ini, paham?"
"Kalau yang beginian pasti paham Bos. Yuk cabut !" ajak salah satu preman itu kepada temannya dan kemudian mereka pergi meninggalkan Gendis dan Brian.
"Ngapain sih kamu nolongin aku? ini urusanku, dan aku bisa menyelesaikannya !"
"Menyelesaikan masalah dengan masalah maksudmu?"
"Maksudnya?"
"Iya, hutang lunas dengan bosnya menikahi mu. Apa bukan masalah namanya?"
"Gak sebodoh itu juga kali aku. Jadi ngapain pagi-pagi udah sampai sini?"
Brian yang merasa gugup saat ingin memberikan bunga kepada Gendis. "Ini bunga untuk kamu, aku harap kamu suka. Tapi, ini hanya sebagai permintaan maaf gak lebih."
"Memangnya aku berharap lebih apa sama kamu?" Gendis menerima bunganya dan menyimpannya di dalam kosannya.
"Makasih ya, udah nolongin tadi, masalah uang tadi. Aku bakal ganti semuanya."
"No Problem, kapanpun kamu mau mengganti nya, aku tidak keberatan."
"Terimakasih."
"Sama-sama. Owh iya, kamu mau ke rumah sakit kan? bareng yuk, kebetulan kantor ku searah sama rumah sakit."
"Terus kalau kamu nganter aku, aku pulang naik apa?"
"Aku jemput lah, gimana?"
"Jangan mimpi, sudah ah aku jalan dulu ya. Nanti aku akan membayar hutangku dengan cara mencicil. Oke?" Gendis yang mulai mengendarai sepedahnya.
"Terserah kamu saja, mau mencicil atau langsung cash pasti aku terima. Yang penting kamu sudah memaafkan ku."
"Brian! aku sudah memaafkan mu. Oke?"
"Terimakasih Gendis !"
"Sama sama. Da.... aku berangkat dulu ya.." Gendis melambaikan tangannya.
"Kamu beneran gak mau bareng aku?" Teriak Brian karena Gendis mulai meninggalkan dia dengan sepedahnya.
"Kapan kapan aja!" Balas Gendis sambil melambaikan tangan.
"Gendis Gendis, semudah itu kah kamu memaafkan orang lain Ndis? kenapa aku jadi makin penasaran dengan kamu?" Gumam Brian.
Kemudian Brian meninggalkan kosan Gendis dan pergi menuju kantornya menggunakan Lamborghini nya. "Kenapa hati kecilku sangat yakin, bahwa kamu adalah orang yang selama ini aku cari. Aku hanya butuh waktu untuk mencari kebenaran nya." gumam Brian saat mengendarai Lamborghini nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments