"Bro, nganggur gak lo?" Suara Aldo mengagetkan Brian yang tengah melamun.
"Bisa gak sih ketuk pintu dulu, ngagetin gue aja."
"Heh..., gue tadi udah ngetuk, tapi lo gak denger. Makanya jangan mikirin gadis serempetan itu."
"Enak aja, gak lah!! Ngapain gue mikirin dia!!" Umpat Brian. "ngapain lo keruangan gue?"
"gue mau laporan tentang Pak Jo?" Aldo memberikan beberapa berkas kepada Brian.
"Jadi gimana hasilnya?"
"Hmmmm... dari hasil informasi yang gue dapat, kayanya ada yang nyetir Pak Jo dari belakang dan kemungkinan ada kaitannya sama musuh musuh lo atau nenek lo." Aldo memulai pembicaraannya.
"Dan gue lagi cari sumber masalahnya dan siapa dalangnya. Lo tau lah siapa Pak Jo kan? sekalipun dia berani ngelakuin itu pasti ada sebabnya kan?"
"Makanya, aku mau kita selidiki kasus ini bareng-bareng."
"Tenang saja bro, masalah ini pasti kita akan menemukan solusinya."
"Mmmm... Oke thank's ya informasinya.."
"Sama-sama bro."
"Eh iya bro, nanti ada meeting dengan Tuan Richard di Cafe biasanya."
"Sudah kamu atur waktunya kan?"
"Sudah, jam satu siang."
"Oke, siapkan berkasnya. Setelah solat Dzuhur kita berangkat!"
"Siap! Berkasnya sudah selesai semuanya, tinggal kamu cek aja bro!" Aldo menyodorkan beberapa berkas lagi kepada Brian.
Brian mulai membuka berkasnya satu persatu. "bagus, tinggal diperbanyak dan jangan lupa buat power pointnya."
"Siap bosque..." ucap Aldo yang berdiri tegak dan memberikan hormat dengan tanganya.
Disisi lain, Gendis sedang menghadapi seniornya dan membahas soal operasi dua hari yang lalu. Mereka membahas tentang penyebab, penanganan sampai tindakan yang harus diambil jika terjadi sampai fatal termasuk operasi kemarin.
"Oke..., pembahasannya cukup sampai disini. Saya rasa kamu cukup mengerti tentang kasus ini, dan saya harap, kamu segera ambil spesialis bedah. Saya menantikan kamu untuk menggantikan saya dimeja operasi." Puji dokter Vian kepada Gendis dengan gaya sombongnya.
"Terimakasih dokter atas pujiannya. Semoga saya segera mendapatkan beasiswa di kampus yang saya harapkan."
"Saya sangat suka dengan semangat kamu. Kalau gitu saya tinggal dulu ya..." Dokter Vian meninggalkan Gendis di ruangannya.
Dan kemudian Gendis menyusul dokter Vian meninggalkan ruangannya untuk melanjutkan tugas barunya, apalagi kalau bukan menyambut pasien.
"Dokter !!!" Tolong anak saya, tolong anak saya dokter !!!" Teriak salah satu keluarga pasien.
Gendis yang mendengar langsung menghampiri keluarga pasien tersebut. "Ada apa ini, sus..?" Tanya Gendis kepada salah satu perawat yang menjaga di ruang IGD.
"Anaknya demam tinggi dok, sempet kejang beberapa kali." Jawab perawat itu.
"Oke aku ambil alih pasien ini, kamu tolong siapkan cairan Infus dan obat-obatan yang aku resep kan!"
"Baik dok!" Perawat itu mengangguk kemudian pergi sesuai yang diperintahkan Gendis.
"Ibu, anak Ibu demamnya sudah berapa hari?"
"Sudah tiga hari ini dokter, demamnya naik turun, tapi tadi malam demam tinggi dan pagi ini tau tau kejang dok. Tolong anak saya dokter..." suara dengan Isak tangis ibu pasien itu dengan nada memohon.
"Kami akan melakukan yang terbaik, Ibu tolong tunggu di luar sebentar ya..."
"Baik Dokter..."
Gendis segera melakukan pemeriksaan dengan cepat dan teliti, sampai dilakukan cek darah lengkap untuk mengetahui penyebab demam sudah dilakukan. Pasien sudah lebih membaik setelah Gendis memberikan obat untuk penanganan sementara.
"Dokter bagaimana anak saya?" tanya Ibu Mira, nama dari Ibu pasien itu.
"Anak ibu sudah jauh lebih baik, kita tinggal menunggu hasil laboratoriumnya. Ibu harap bersabar ya, begitu hasil laboratoriumnya keluar, kami akan langsung memberi tahukan Ibu."
"Terimakasih Dokter."
Tak lama kemudian petugas laboratorium datang dan memberikan hasil laboratoriumnya kepada Gendis, dan Gendis mulai memeriksanya satu persatu.
"Aah..., pantas saja anak ini sampai kejang." Gumam Gendis. Dan kemudian memberi tau kepada keluarganya.
"Ibu... Bisa kita bicara sebentar tentang kondisi Wildan?" Wildan adalah nama pasien, anak dari Ibu Mira yang sedang diperiksa oleh Gendis.
"Owh, baik Dokter..."
"Dari hasil pemeriksaan, demam yang disebabkan oleh Wildan ternyata terjadi karena adanya infeksi virus, sehingga demam yang terlalu tinggi mengakibatkan Wildan kejang. Ibu tidak perlu khawatir, setelah kita melakukan observasi pada Wildan, setelah keadaannya membaik baru kami persilahkan Wildan untuk pulang." Jelas Gendis.
"Baik Dokter, lakukan yang terbaik untuk anak saya Dokter."
"Pasti byu, kalau gitu, anak Ibu kami pindahkan ke ruangan rawat inap ya, nanti perawat disini yang mengurusnya."
"Baik Dokter, terimakasih bantuannya."
"Sama-sama Bu..."
Begitulah setiap harinya pekerjaan Gendis, ada banyak pasien yang harus dia hadapi, semuanya berbeda-beda, tapi Gendis harus mengutamakan keselamatan pasien itu tanpa memandang pamrih.
"Gendis nanti malem ada jadwal jaga gak?" Tanya rekan kerjanya yang bernama Fira
"Aku jaga toko Fir, seperti biasanya."
"Ya ampun Gendis, gak capek apa kamu Ndis? Pagi di rumah sakit, malam di toko, begitu terus sebaliknya, gak pengen tah kamu kaya yang lainnya? Waktu kok habis buat cari duit." gerutu Fira sahabatnya.
"Gak tau Fir bakal sampai kapan? Kamu tau sendiri kan hidupku terlalu keras? hutangku masih menumpuk, kalau aku gak kerja paruh waktu, bagaimana aku bisa melunasinya?"
"Hhhh... salut aku sama kamu Gendis." Fira menepuk bahu Gendis
"Bagaimana kalau sore ini, aku traktir kamu makan diluar. Masih ada waktu kan kalau sekedar makan siang ditempat biasa. Gimana?" Ajak Fira.
"Oke, nanti aku tunggu di depan gerbang rumah sakit ya. Aku harus kembali ke Poli dokter killer itu."
"Hahahaha... baiklah, sampai bertemu nanti Fira, daa..."
Gendis melambaikan tangannya yang kemudian dibalas oleh Fira yang sudah beranjak pergi meninggalkan Gendis.
Fira adalah rekan kerja sekaligus sahabat Gendis, dia sangat tau kehidupan Gendis yang begitu kejam, bahkan Fira selalu membantu Gendis walaupun hanya sekedar mentraktir makan, dan itu sudah membuat Gendis merasa bahagia.
Gendis adalah orang yang tidak mau merepotkan orang lain, sekalipun beberapa kali Fira ingin membantunya untuk membayarkan uang kuliahnya, Gendis tetap memilih bekerja dan meminjam kepada lintah darat dengan perjanjian mencicil secara bulanan.
Sesuai dengan janji Fira kepada Gendis. Sore itu, mereka bertemu di gerbang rumah sakit. Mereka segera menuju.ke cafe langganan mereka dengan menggunakan CRV nya Fira, karena lokasinya lumayan jauh dari rumah sakit tempat mereka bekerja, sehingga tidak mungkin menggunakan sepedah yang sering dipakai Gendis.
"Bruk!" Gendis terjatuh karena ada yang menabraknya saat memasuki cafe. "Auuu... siapa sih yang menabrakku ?" keluh Gendis yang tidak terlalu sakit.
"Maaf Nona, saya terburu-buru. Silahkan hubungi saya, jika anda ingin meminta ganti rugi, saya akan bertanggung jawab." Jawab Brian singkat tanpa melihat yang ditabraknya dengan menyodorkan kartu namanya, kemudian pergi meninggalkan Gendis yang ditabraknya.
Karena harus meeting dengan kliennya yang sempat diundur karena kliennya ada kegiatan lain. Dan Brian hampir terlambat karena di jalan begitu padat dan macet karena memang waktunya pulang untuk para pekerja.
Mata Gendis terbelalak saat melihat kartu nama yang diberikan orang yang menabraknya karena sama persis dengan yang diberikan Brian waktu lalu. "Lagi-lagi om ini, awas aja bakal gue kerjain balik ini orang." Gerutu Gendis yang sangat kesal dan tidak sengaja didengar Fira.
"Kamu kenal orang yang barusan menabrak mu?" Tanya Fira penasaran.
"Kenal, dia juga yang menabrakku kemarin."
"Dia orangnya? Gendis tapi kamu gak papa kan?" Tanya Fira terlihat panik.
"Gak papa, cuma sakit sedikit aja kok di lengan, mungkin karena efek memar yang kemarin belum hilang."
"Ya ampun, apa perlu kita balik ke rumah sakit?"
"Gak perlu, lebay amat sih kamu Firaaaa!" Bentak Gendis karena gemas dengan sahabatnya Fira yang sok panik, karena Fira tau Gendis gak papa.
"Becanda kali sayangku..."
"Ya sudah yuk, kita duduk disebelah sana aja, yang adem." Gendis menunjukan kearah tempat yang memang sejuk suasananya.
"Ayok! Sekalian kita pesan makan sama minum di sini saja."
"Boleh, nanti minta sekalian di antar kesana."
"Siap!" Fira mendatangi waiter cafe itu. "Mas, pesen nasi goreng satu pakai telur ceplok, air mineral dingin satu, spaghetti satu, orange juz satu. Kalau sudah siap pesanannya, tolong diantarkan ke meja nomor tujuh ya mas."
"Siap Mbak, mohon ditunggu ya..."
"Oke, makasih Mas."
Saat menunggu makanan dan minuman yang mereka pesan, tak sengaja Gendis melihat Brian dengan beberapa orang yang menggunakan blezzer hitam seperti pengusaha yang sukses dan terkenal. Mereka tampak gagah dan serius seperti orang yang sedang mengadakan rapat.
"Pantesan saja sok sibuk, tapi emang sibuk sih? Hmmm... Bodok amat emang gua pikirin." Gerutu Gendis. "Ahaaa.. gue punya ide cemerlang."
"Ngapain sih kamu Ndis? Dari tadi bisik bisik aja, kalau mau ngomong yang jelas dong." Gerutu Fira.
"Ngomel melulu sih kamu, lo tau gak yang nabrak gue siapa? Coba kamu lihat meja depan kita, Itu tadi CEO perusahaan
yang terkenal di negara kita, terus aku beberapa kali ketemu sama dia. Cuma setiap ketemu dia, pasti dia nabrak aku terus, hasilnya cuma ngasih kartu nama ini terus." Gendis menunjukan kartu nama yang diberikan orang yang menabraknya.
"Tapi tenang saja, aku bakal buat dia bertanggung jawab."
"What? Gak salah denger kan aku? Eh, awas Lo jatuh cinta nanti."
"Mana mungkinlah, aku tau diri. Siapa aku dan siapa dia?"
"Ya kan, cinta gak memandang siapa dan darimana asalnya Ndis, eh terus rencana kamu apa?"
"Tunggu, aku hubungi dia."
Gendis mulai memainkan aksinya untuk menghubungi Brian lewat pesan singkat karena Gendis tau Brian sedang sibuk dan gak mungkin mengangkat telponnya.
"Hai, Ini aku perempuan yang kamu tabrak di pintu masuk tadi, sebagai ganti rugi kamu bisa temui aku nanti setelah kamu sibuk di meja nomor 7, terimakasih" Isi pesan singkat Gendis
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Suara getar hp Brian tanda pesan masuk, dan Brian segera membuka isi pesannya. Matanya terbelalak karena melihat isi pesan Gendis. "Jadi cewek yang aku tabrak tadi si cewek itu?" Gumam Brian
"Ngapa bro, kok ngomong sendiri?" Tanya Aldo yang melihat heran Brian
"Enggak papa, Lo mau ikut gua gak?"
"Kemana?"
"Meja nomor tujuh."
"Hah, ngapain?" Aldo sambil mencari meja nomor tujuh. "Lo sudah bosen jomblo ya mau godain cewek-cewek itu."
"Gak cuma mau godain, tapi juga bertanggung jawab."
"Lo habis ngapain mereka Bro, wah curiga gue?"
"Sudah gak usah banyak tanya, nanti juga tau!"
Aldo bergegas membereskan semua berkas yang dikeluarkan saat meeting tadi, meeting sudah selesai dan tinggal menunggu proyek berikutnya, bukan Brian dan Aldo namanya kalo tidak bisa menaklukan para kliennya. Dan kemudian Aldo langsung mengikuti Brian dari belakang menuju meja nomor tujuh.
Dimeja nomor tujuh, Gendis dan Fira yang tengah menikmati makanannya, tiba-tiba dibuat kaget dengan kedatangan Brian.
"Hai, Nona cantik, waktuku tidak lama untuk berbasa-basi denganmu, sebutkan saja nominalnya saya akan membayarnya."
"Eh ada tuan sombong, tenang saja tuan, semuanya sudah saya total nanti ambil saja nota nya di kasir."
"Oke baiklah." Brian segera bergegas ke kasir untuk membayarnya, karena Brian tidak mau berurusan panjang dengan Gendis, sedangkan Aldo hanya mengikutinya dari belakang.
"Yakin *l*o dia gak bakal marah dengan kelakuan kita?" Tanya Fira
"Harusnya sih enggak, dan kalo sampe marah kebangetan, harusnya sih dia malu sama harta yang dia punya, gak sebanding sama yang kita beli, semua makanan yang kita beli juga baliknya ke dia."
"Ah, oke deh! Terserah lo aja"
"Iya dong, udah kelar belum makannya? Kalo udah kelar kita cabut yuk, masih banyak yang mau kita kerjain."
"Udah, minum dulu tapi yaaa..."
Di kasir, mata Brian terbelalak saat melihat total yang diberikan pelayan kepadanya, bukan Brian tidak bisa membayarnya, hanya Brian berfikir bagaimana cewek ini bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.
"Benar-benar membuat ku penasaran ini cewek." Gerutu Brian.
"Ngapa Bro?"
"Lo lihat gak tagihan ini, hampir 10 juta bro !!"
"Lah kenapa? kecil dong ngeluarin duit segitu doang."
"Penasaran aja, makan cuma berdua disini tulisannya seratus."
"Ya udah daripada penasaran tunggu aja itu cewek, bila perlu kita ikutin."
"Ogah amat lah!"
"Ya sudah ayo pulang, udah pengen rebahan gue ini"
Dan Brian pun memberikan kartu berwarna gold nya untuk membayarkan semua makanan yang dipesan Gendis.
Brian dan Aldo pun memasuki mobil yang mereka kendarai, tanpa sengaja pun Brian melihat Gendis dan Fira didepannya dengan membawa empat kantong besar yang berisi nasi kotak.
Brian semakin penasaran dengan apa yang dilakukan Gendis, diam-diam Brian mengikuti perginya Gendis.
Aldo yang menyadarinya hanya diam dan pura-pura tidak tau apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu, tapi disisi lain Aldo merasa bahagia karena sahabatnya mulai memperdulikan seorang gadis.
Sore itu, telah menyadarkan Brian tentang berbagi. Ternyata ada banyak orang yang tidak seberuntung Brian.
Akhirnya rasa penasaran Brian, terbayarkan dengan kebaikan Gendis yang peduli dengan sesamanya, padahal Gendis sendiri masih dalam kesulitan untuk membayarkan hutang-hutangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nya nih, mari saling dukung 😍
2021-04-11
1