Siapa Gadis Itu?

"Hhhhh.... akhirnya selesai juga." Gendis menghela nafas karena lega dan berniat untuk ke kantin.

"Bu... **w**hite coffe nya satu ya, mie rebus pakai telor juga satu. Makan di sini ya."

"Oke siap bu dokter cantik." kata salah satu ibu kantin rumah sakit, namanya Ibu Ning.

"Makasih Bu."

"Sama-sama Non, eh gimana hari ini? Kayanya capek banget Non?"

"Iya nih Bu... banyak pasien kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan beruntun. Untungnya, semua bisa ditangani dengan cepat dan selamat.

"Wah keren!" Bu Ning, menunjukan dua jempolnya tanda mengagumi kinerja Gendis sebagai dokter.

"Semoga pasien non Gendis segera pulih semua ya, aamiin.* sambung Bu Ning.

"Owh iya, duduk dulu saja Non, kalau sudah siap, pasti Ibu akan mengantarkannya untuk Non."

"Baiklah Bu. Terimakasih Bu Ning yang cantik dan baik hati." Gendis pun pergi mencari tempat duduk untuknya.

"Aah..., aku hampir saja melupakan sesuatu. Malam ini kan ada jadwal operasi bersama Dokter Vian." gerutu Gendis karena masih lelah.

Disisi lain, Brian menelusuri rumah sakit neneknya yang sudah banyak berubah. Karena Brian merasa lapar dan haus, bagaimana tidak? Sedari pagi dia belum sempat mengunyah sedikit pun makanan.

"Maaf mas, kantin sebelah mana ya?" Tanya Brian kepada salah satu cleaning service rumah sakit.

"Tinggal lurus saja Pak, nanti sebelah kanan."

"Owh oke..., Terimakasih ya."

"Sama-sama Pak."

"Brian terus mengikuti arah yang diarahkan oleh cleaning service, sampai akhirnya Brian melihatnya.

"Bu, saya pesen nasi goreng satu dan air mineral dingin satu ya Bu." Kata Brian memesan makanan kepada Bu Nining.

"Siap Pak, silahkan ditunggu, nanti saya yang akan mengantarkan makanannya untuk Bapak."

"Terimakasih, Bu."

Brian melihat banyak bangku, namun tidak satupun yang kosong, hingga akhirnya Brian melihat wanita yang dia kenal.

"Kalau gak salah itu cewek tadi deh." Brian melihat ke arah Gendis kemudian Brian menghampiri Gendis.

"Maaf, bolehkah saya duduk di sini?"

"Silahkan." Gendis melemparkan senyuman kepada Brian, setelah Gendis melihat bahwa Brian adalah laki-laki yang menabraknya, dengan spontan Gendis bertanya, "Bapak lagi?"

"Haduh Pak, Bapak ini ngikutin saya apa ya...?" sambung Gendis dengan nada kesal.

"Enak saja! Gak usah ke PD an, saya memang ke sini untuk cari makan, terus saya lihat kamu, saya samperin deh."

"Halah, gak usah nutup-nutupin, bilang saja mau ngikutin saya kan? Tenang Pak, kalau sepedah saya sudah keluar dari bengkel, saya bakal telpon bapak buat ganti rugi karena Bapak sudah menabrak saya." jelas Gendis dengan senyum simpulnya.

"Terus kalau aku sengaja ngikutin kamu kenapa?" tanya Brian menggoda Gendis.

"Apaan sih?" Jawab Gendis dengan ketus.

"Non Gendis, dan Tuan, ini pesanannya. Semoga rasanya pas di lidah kalian ya, selamat menikmati." kata Bu Nining dengan senyuman hangatnya.

"Terimakasih Bu!" jawab Gendis dan Brian dengan bersamaan.

"Wah, kalian bisa jodoh ini, bertemu belum lama saja sudah bisa kompak." Bu Nining yang sengaja menggoda Gendis dan Biran.

"Gak mungkin!" Jawab Gendis dan Brian kompak.

Bu Nining hanya tersenyum melihat Brian dan Gendis, setelah itu, Bu Nining kembali bekerja.

Gendis dan Brian pun mulai menyantap makanannya masing-masing. Tiba-tiba, handphone gendis bergetar tanda panggilan masuk.

"Iya dengan Dokter Gendis, ada yang bisa dibantu?"

"Dokter, sepuluh menit lagi ada operasi dengan pasien atas nama Anita akan segera dimulai, saya disuruh Dokter Vian untuk segera menghubungi dokter dan meminta dokter sebagai asistennya saat operasi nanti." jelas salah satu perawat melalui handphone.

"Terimakasih atas informasinya dan terimakasih sudah mengingatkan, saya akan segera kesana!"

"Sama-sama dokter." Perawat itu mematikan handphone nya dan kembali mempersiapkan perlengkapan untuk persiapan operasi.

Gendis yang mendengar pesan itu, segera meminum kopinya yang hampir dingin itu, sampai habis. Dan kemudian bersiap untuk ke ruang operasi tanpa menghabiskan mie instannya.

"Mau kemana? Makananmu belum habis!" Tanya Brian yang peduli dengan Gendis.

"Bukan urusan Bapak, yang jelas tujuan saya pasti ngurusin orang sakit." Gendis menuju kasir untuk membayar makanannya.

Brian yang mengingat karena harus bertanggung jawab atas kejadian sore tadi, kembali mengejar Gendis.

"Ini kartu namaku, untuk menggantikan kerugian tadi, silahkan hubungi saya. Saya akan bertanggung jawab!" Brian menyodorkan kartu namanya.

"Oke, saya simpan." Gendis segera mengantongi kartu nama Brian dan kemudian berlari menuju ruang operasi. Sedangkan Brian, kembali ke meja tempat dia makan.

"Katanya orang kesehatan, soal makan saja tidak bisa memilih mana yang sehat untuk dia atau enggak." gerutu Brian saat melihat makanan yang dipesan Gendis.

"Kenapa saat aku bertemu dia, aku seperti menemukan sesuatu yang sudah lama hilang? Dia seperti seseorang yang aku kenal, tapi siapa? Ahhh..., ngapain juga aku peduli dengan cewek itu?" batin Brian dan melanjutkan makannya yang tertunda.

Kemudian Brian meninggalkan kantin itu, tidak lupa membayarnya dan kembali ke rumah kesayangannya.

Tepat pukul delapan pagi, Brian sampai kantornya dan disambut oleh seluruh karyawan nya.

"Pagi Pak Brian!" Sapa seluruh karyawan nya.

"Pagi semuanya !" Sapa Brian kembali.

Brian segera memanggil Aldo saat sampai diruang kerjanya. "Aldo! Bagaimana pekerjaanmu yang saya perintahkan kemarin? Sudah selesai?"

"Sudah Pak ! kemarin sepedahnya langsung saya kirim ke kosannya, tapi cewek yang bapak maksud gak dirumah. Kata yang punya kosan, biasanya sore sudah pulang, jadi kami letakan di depan kosannya saja Pak."

"Terus, informasi apa saja yang kamu sudah dapat tentang gadis itu?"

"Kata si pemilik kosan dan tetangga disitu dia anak perantauan Pak, kuliah karena beasiswa, untuk hidupnya dia kerja paruh waktu."

"Selain itu?"

"Dia punya hutang yang belum lunas untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga dia bekerja paruh waktu. Kalau pagi di rumah sakit, kalau malam di toko swalayan yang tidak jauh dari kosannya." sambung Aldo.

"Menarik sekali ternyata." gumam Brian yang sedikit didengar oleh Aldo.

"Gimana Pak?"

"Bukan urusan kamu! kembali kerja sana!" usir Brian kepada Aldo.

"Tumben banget anak curut ini peduli sama cewek, biasanya cewek yang peduli sama dia. Tapi, ada untungnya juga sih kalo dia udah move sama bidadari halusinasinya dia." batin Aldo, sahabat sekaligus sekretaris nya.

"Ternyata dia wanita yang tangguh. Dia mengorbankan kebahagiaannya demi cita-citanya." gumam Brian yang semakin penasaran.

"Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu? Aku harus melanjutkan pencarianku tentang bidadari kecilku." gumam Brian ya kemudian menghubungi temannya yang tidak lain adalah kakak kelasnya waktu SD dulu.

"Bro, gimana? Kamu udah dapat informasi belum tentang sahabat kecilku?"

"Sudah Bro! aku sudah menelusurinya. Dia sudah pindah semenjak ibunya meninggal dan ayahnya mengusirnya dari rumah, dengar dengar dia merantau ke daerah mu kalo gak salah dia dapat beasiswa kedokteran." jawab salah satu temannya yang bernama Kaka.

"Kamu serius?"

"Serius Bro! Bahkan dia dapat beasiswa di universitas ternama di daerah mu. Namanya Gendis, cewek yang kamu maksud itu!"

"Kamu tahu dia Gendis darimana?"

"Jadi, aku gak sengaja kemarin ketemu sama Arga, anak yang paling jahil disekolah kita, terus dia nanyain gimana kabar kamu dengan Gendis. Jadi otomatis cewek yang selalu bareng sama kamu itu Gendis."

"Oke makasih bro, informasinya."

Dalam sekian lama pencarian, akhirnya Brian menemukan Gendis, bidadari kecilnya yang selama ini dia tunggu. Tapi Brian harus memastikan kembali bahwa Gendis yang dia kenal adalah Gendis bidadari kecilnya.

"Ini semua seperti kebetulan, tapi aku harus memastikan kembali, bahwa Gendis adalah bidadari kecilku." batin Brian.

Di rumah sakit, Gendis sudah mengganti bajunya dengan baju biasa, karena akan pulang.

"Akhirnya selesai juga lembur malam ini." Gendis mengangkat tangannya untuk meregangkan otot-otot nya yang kaku karena efek lelah.

"aku harus pulang dan jaga toko, kalau terlambat bisa habis aku sama Alvin." Gerutu Gendis seorang diri yang sedang berada di ruang ganti.

"Gendis bagaimana laporan operasi semalam? Kapan saya bisa melihat hasil laporannya?" Tanya dokter Vian dengan nada cuek dan dinginnya.

"Tenang saja Dok, sedang on proses kok."

"Oke, saya tunggu besok pagi di ruangan saya. Bagaimana?"

"Tidak masalah Dokter." jawab Gendis sambil membulatkan jarinya dan kemudian izin permisi karena Gendis harus pulang cepat.

Kali ini Gendis harus naik busway karena sepedahnya harus masuk bengkel akibat kecelakaan kemarin. Sesampainya di kosan, Gendis begitu terkejut saat melihat ada sepedah baru di pintu kosannya itu.

"Ini sepedah siapa ? Kok bagus amat ya?" Batin Gendis dan kemudian melihat ada surat kecil di sepedahnya, dan Gendis segera membuka nya.

"H**ai gadis keserempet, maaf ya sudah merusak sepedah mu, dan tolong terima sepedah ini sebagai permintaan maaf ku."

...Brian...

"Ini pasti dari bapak-bapak kemarin, siapa lagi kalau bukan dia." gumam Gendis yang memperhatikan sepedah barunya itu.

"Wuahhhh..., Keren juga seleranya si Bapak. Ternyata Bapak itu baik juga, aku harus segera mengucapkan terimakasih." Gendis segera mencari kartu nama yang diberikan Brian kemarin malam.

"Astaga, pantas saja dia menggampangkan semuanya dengan uang, ternyata sultan." gumam gendis yang sedang memegang kartu nama itu.

Karena kartu nama tersebut bertuliskan bahwa Brian adalah CEO PT Putra Sanjaya, perusahaan terbesar di negaranya.

"Keren juga bapak ini, masih terlihat muda, namun karirnya udah selangit." gumam Gendis yang mulai mengagumi Brian.

"Hallo, dengan Pak Brian?"

"Iya ini dengan siapa?"

"Ini Gendis Pak."

Deg

Deg

Deg

"Ada apa dengan jantung ku? Kok berdetak diatas normal?"

batin Brian.

"Hallo Pak, dengar suara saya?"

"Eh iya, gimana?"

"Pak, saya mau ngucapin terimakasih sekaligus minta maaf atas kejadian kemaren, sepedahnya sudah saya terima. Sebagai ucapan terimakasih kapan-kapan saya traktir makan ya, nanti saya yang nentuin tempat makannya. Oke?"

"Kapan?"

"Terserah Bapak, kalau sekarang saya gak bisa. Saya mau kerja dulu, Bapak telpon saya lagi aja nanti ya."

Tanpa jawaban dari Brian, Gendis menutup telponnya.

"Ah dasar cewek ini, belum sempat dijawab udah dimatiin, dasar gak sopan! Dia gak tahu apa sedang berbicara dengan siapa? Huh!" Umpat Brian dengan kesal.

Kemudian Brian mengerjakan pekerjaannya di kantor nya, karena ada beberapa berkas yang harus dia tangani, sedangkan Gendis menjaga toko kakak angkatnya yang sekaligus bosnya, namanya Alvin.

"Hai bos, maaf terlambat!" Jawab Gendis singkat.

"Sudah biasa, ya sudah segera ganti bajumu dan jangan lupa sambut itu para pelanggan dengan ramah!"

"Siap bos!"

"Ya sudah, kakak tinggal dulu ya..."

Eh iya author mau jelasin Gendis ini selain dia dokter dia juga kerja paruh waktu buat bayar hutangnya, karena gak semua pendidikan semasa kuliahnya ditanggung oleh beasiswa. Jadi semakin banyak yang diperoleh semakin cepat dia l melunasi hutang-hutangnya. Untuk Alvin, dia adalah kakak baik yang sudah membantu Gendis.

Kebetulan waktu Gendis diusir oleh ayahnya, Alvin sempat membantunya beberapa kali. Alvin juga sempat menyukai Gendis tapi karena Gendis menganggapnya seorang kakak, maka Alvin mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaanya pada Gendis.

Para pelanggan pun silih berganti untuk berbelanja di toko, Gendis pun dengan sigap melayani, bahkan ketika toko sepi Gendis segera melanjutkan mengerjakan tugas yang diberikan Dokter Vian. Siapa sangka bakal ketemu Brian di toko ini.

"Ada lagi yang dibeli pak?"

"Cukup mbak, berapa semuanya?"

Saat Gendis akan memberikan barang yang dibeli Brian, tanpa mereka sadari mereka saling menatap satu sama lain.

"Bapak?"

"Bapak? Bapak terus emang gua Bapak lo apa?"

"Ya emang muka lo udah Bapak-bapak kok."

"Enak aja! keren keren gini dibilang muka Bapak-bapak."

"Weeeekkkk..," Gendis menjulurkan lidahnya. "Emang gue pikirin!"

"Kamu lama-lama ngeselin ya? Ya sudah, berapa semuanya?"

"Enam puluh tiga ribu rupiah saja om."

"Om lagi."

"Lah Bapak gak mau ya udah om aja." tawa Gendis pecah saat melihat ekspresi Brian yang kesal.

"Awas kamu yaaa..." Brian mengepalkan tangannya untuk menahan emosi.

Brian mengambil telpon genggamnya kemudian berjalan keluar dan menghubungi Aldo sahabatnya.

"Aldo Lo dimana?"

"Gue perjalanan pulang bro. Ada apa?"

"Dengarkan aku baik-baik, gue mau lo selidiki Pak Jo direktur rumah sakit punya nenek gue, Lo tahu kan? aku mencurigai ada sesuatu yang tidak beres dengan laporan keuangan mereka."

"Oke Bro, akan segera saya urus semuanya!"

"Thanks ya?"

"sama-sama bro !"

Seperti yang diperintahkan Brian kepada Aldo, Aldo segera melaksanakan tugasnya, mencari info tentang Pak Jo direktur rumah sakit neneknya, untuk menyelidikinya satu persatu.

NB : terus dukung Author untuk bekarya ya, jangan lupa untuk like dan komentar agar author makin semangat untuk update dan revisi. Terimakasih 🙏

Terpopuler

Comments

Risya Dian Azahra

Risya Dian Azahra

cewe emang gtu

2022-07-12

0

rara

rara

lucu ya si gendis

2021-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!