part 5

***POV Shaka***

Setelah gengamannya terlepas seiring dengan laju mobil mewah yang ditumpanginya, Shaka masih betah menoleh ke arah belakang melihat Ara yang masih mematung menatap kepergian dirinya sampai tak terlihat lagi.

"Sayang, jangan sedih. Nanti kan bakal ketemu lagi," suara Arini mengejutkan dari lamunannya, Shaka hanya menatap sekilas.

"Maafin mamah sayang, mamah gak bermaksud bikin kamu sedih dengan perpisahan ini," gumam Arini seraya meraih tubuh mungil Shaka memasuki pelukannya.

Perjalanan menuju hotel tempat Khaidar dan Arini menginap tak memakan waktu lama, di lanjutkan dengan perjalanan menuju bandara, Shaka hanya diam menatap keluar dari kaca jendela mobil.

Pandangannya kosong, tak terlihat sedikitpun rasa bahagia bertemu dengan orang tua kandungnya.

Dulu saat masih sangat kecil ia pernah bermimpi di adopsi orang keluar dari panti asuhan. Tapi pikirannya berubah saat Ara tiba-tiba hadir mengisi hidupnya. Dia tidak pernah ingin meninggalkan panti jika tidak bersama Ara.

"Sayang kita udah sampe dibandara," ucap Khai menoleh ke Arah Shaka seraya tersenyum. Lagi-lagi Shaka tak menanggapi.

Pikirannya pada gadis kecil itu. Dulu salah satu mimpinya dengan Ara akan berkeliling dunia menaiki pesawat.

"Ara, liat ada pesawat lewat. Suatu hari nanti kita akan menaiki pesawat itu, jalan-jalan ke seluruh Indonesia bahkan ke semua negara. Kita akan berkeliling dunia," ucap Shaka saat itu dengan berbaring beralaskan rumput hijau yang terhampar disana.

"Sayang, ayo turun." Kembali lamunannya buyar saat Arini menepuk pundaknya mengajak Shaka keluar.

Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya pesawat yang membawa keluarga Shaka berangkat dari Surabaya menuju kota Jakarta yang asing baginya.

"Selamat malam tuan muda, selamat datang di Jakarta," sapa supir pribadi keluarga Prayoga setengah membungkuk Shaka membalasnya dengan senyum "Terima kasih," jawabnya singkat.

Perjalan panjang yang melelahkan sampai akhirnya mereka sampai di depan rumah bernuasa putih dengan 4lantai. Rumah besar nan mewah tempat tinggal keluarga Khaidar.

"Yuk kita turun," ajak Arini setelah pintunya terbuka.

Shaka mengikuti kedua orang tuanya turun dari mobil. Saat pintu besar itu terbuka, Shaka terkejut. Dia di sambut keluarga barunya. Orang-orang yang tidak ia kenali berjejer disana, ada beberapa orang yang berseragam, ada juga wanita renta menyambutnya dengan senyuman.

"Kenalkan sayang, itu ada oma kamu," wanita renta itu menghampir Shaka membelai wajah Shaka yang mirip sekali dengan Khai kecil.

"Prayoga andai kamu masih hidup, lihatlah anak tak berdosa ini begitu mirip dengan Khai kecil," suaranya bergetar menahan tangis. oma Shaka mengingat dosanya terdahulu yang membuat Shaka tersisih kan.

"Sudah mah, itu sudah masa lalu, sekarang semuanya telah kembali. Shaka sudah bersama kita disini, dia cukup mengerti tentang keadaan kita dulu mah," ucap khaidar seraya mengelus punggung wanita renta itu.

Shaka tak terlalu mengerti, tapi ia memilih diam. ia menoleh ke arah Khaidar lalu ke arah wanita renta tersebut.

"Maafin oma sama opa sayang," wanita renta itu kembali ber'ucap.

"Insya allah, Shaka sudah ikhlas oma," jawabnya singkat di sambut senyum keluarganya.

Ia dikenalkan pada pelayan-palayan rumah Khaidar sebagai tuan muda.

"Sudahkan perkenalannya, kasian anak kita kelaparan. Mending sekarang kita bersih-bersih terus makan malam," sela Arini.

"Ya sudah, ayo sekalian papah dan mamah antar ke kamar kamu," ucap Khaidar. Shaka mengangguk.

Kamarnya terletak di lantai 2 tak jauh dari kamar orang tuanya, Khaidar membuka pintunya yang di lengkapi alat sensor. Setelah menekan sandinya pintu barulah terbuka.

"Ini kamar kamu sayang, gimana suka?" Tanya Khaidar. Shaka hanya terperanga ia tak menyangka, rumah mewah dan fasilitas yang ada di hadapannya sekarang adalah miliknya.

"Ini semua punya Shaka mah, pah?"

"Tentu, semuanya punya Shaka khaidar prayoga." Jawab Khaidar dengan bangga lalu menepuk pelan punggung Shaka.

Kamar besar yang sudah di dekor dengan pernak pernik anak laki-laki, lemari yang berjejer rapi, meja belajar, di sudut kiri terdapat pula lemari kaca yang cukup besar dengan miniatur dragon ball.

Sejenak ia melupakan kesedihan akibat meninggalkan Ara, ia terhipnotis dengan kemewahan yang di dapat dari keluarganya.

"Udah liat-liat kamarnya? Sekarang Shaka mandi, tuh kamar mandinya, ini handuknya, selesai mandi pakai bajunya, terus Shaka turun kita makan malam dulu sebelum bobo," ucap Arini. Shaka mengambil handuknya menuju pintu kamar mandi yang di tunjuk Arini tadi.

Lagi-lagi ia terperanga melihat kemewahan kamar mandinya, kamar mandi yang luasnya lebih besar dari kamar tidur di panti.

"Kalau mandi pake sower tinggal tekan ini, nanti keluar airnya, ini air hangat ini air dingin, terserah Shaka mau mandi pake yang mana, kalau Shaka mau berendem, itu ada bet-up. Tinggal tekan tombolnya nanti airnya isi sendiri," jelas Arini, dia mengerti ini kali pertama Shaka berada dalam keadaan seperti ini.

"Udah ngerti kan? Sekarang mandi, jangan lama-lama yah, mamah udah laper soalnya," sambung Arini kembali. Shaka mengangguk kemudian Arini meninggalkan Shaka sendiri.

Setelah puas melihat sekeliling kamar mandi, ia membuka bajunya satu persatu berdiri di bawah guyuran shower.

Mandinya selesai, ia membuka pintu kamar mandi mengeringkan rambutnya yang basah.

Tok tok tok. Suara pintunya di ketok

Shaka membuka pintunya. "Maaf tuan muda, sudah di tunggu tuan dan nyonya di ruang makan," ucap pelayan tanpa menatap dirinya.

"Saya segera turun, terima kasih," jawab Shaka.

Ia merapikan rambutnya, kemudian beranjak turun untuk bergabung bersama keluarga barunya. Lagi-lagi Shaka dibuat terperanga pasalnya makanan di meja makan begitu banyak, cukup untuk makan satu panti di tempatnya dulu, di tambah makanan yang belum pernah ia coba tersaji disana.

"Shaka, sini ko bengong. Ayo duduk deket mamah," Arini menepuk kursi di sebelahnya, Shaka mengangguk.

Dengan sigap Arini menyidukan makanan untuk pertama kalinya, di hatinya ia ingin menebus masa kecil Shaka yang tak pernah mendapat kasih sayang darinya, nasi lauk pauk memenuhi piring ditangan Arini. "Mah, perut Shaka gak akan bisa menghabiskan makanan sebanyak itu, gak baik mah, jatuhnya mubazir, sedikit-sedikit aja, nanti kalau Shaka mau lagi, Shaka ambil sendiri."

"Maaf sayang, mamah hanya ingin melayani kamu, kalau gak habis, mamah yang habiskan." Jawaban Arini seraya tersenyum. Khaidar dan ibunya hanya tersenyum melihat sikap Arini pada anak laki-lakinya.

"Mamah suapin yah," lagi-lagi pinta Arini.

"Shaka udah gede mah, malu. Shaka bisa sendiri. Mending mamah juga makan, mamah lapar juga kan?." Jawab Shaka. Ia mengambil piring yang ada di tangan Arini. Berdoa kemudian melahapnya.

Acara makan selesai, kini Shaka harus tidur, ia kembali ke kamar di antar Arini.

"Shaka bobo yah, mamah temenin. Besok kita akan pergi jalan-jalan ke mall, kita akan belanja keperluan Shaka." Shaka tersenyum lalu mengangguk. Arini mengelus-elus rambut Shaka yang berada di pelukannya.

"Mah, apa Shaka berdosa udah ingkar sama janji Shaka sendiri?" Tanya Shaka ia mendongak menatap wajah cantik ibunya, Arini tersenyum.

"Janji sama gadis cantik itu maksud Shaka?" Shaka mengangguk.

"Janji adalah hutang, jika gak bisa menepatinya tentu berdosa, tapi Shaka gak usah khawatir tentang perjanjian itu, Ara pasti paham. Shaka kan bakal dateng tiap tahun menemui dia, setidaknya Shaka gak lupain Ara kan? Hanya saja posisinya berjauhan."

"Mamah janji kan akan antar Shaka pergi menemui Ara?"

"Tentu, mamah janji. Sekarang bobo, udah malam,"

****

Shaka memulai harinya bersama keluarga Prayoga, penampilannya di rubah dari ujung kaki sampi ujung kepala, hidupnya kini bak raja dalam dongeng, dilayani dengan baik, apapun yang ia mau langsung di dapatkannya.

Ia sudah masuk sekolah mewah di Jakarta, bertemu teman-teman baru di sekolah tak membuatnya melupakan Ara, gadis kecil itu terus menari-nari di pikirannya.

Saat khaidar mengantarnya untuk pertama kali masuk sekolah, ia meminta Shaka merahasiakan dirinya yang tinggal di panti dulu, menghindari gosip sebagai anak angkat, ia tak ingin Shaka di sisihkan. Shaka menyetujui ucapan Khaidar apapun, ia ingin mengambil hati laki-laki tampannya agar menepati janji untuk mengantarkan bertemu dengan Ara.

Kesibukan di sekolah dan beberapa les yang di usulkan Khaidar di jalaninya, Khaidar tak ingin anaknya mengingat masa di panti, Shaka adalah keturunannya, anak pewaris tunggal keluarga Prayoga.

Tapi Khaidar salah, perasaan rindu pada Ara tak terbendung, ia menghabiskan waktunya dengan berdiam diri di kamar.

"Ara! Kakak rindu," rintihnya seraya menatap jendela kamar.

****

Dua hari lagi ulang tahun Ara yang ke 7. Shaka meminta supir pribadinya mengantarkan ke mall untuk membeli hadiah untuk Ara, meskipun belum satu tahun perpisahannya tapi besar harapan untuk bertemu dengan Ara. Ia membawa pulang kotak musik sebagai hadiah untuk Ara.

Shaka menunggu kepulangan orang tuanya, berharap bisa mengantarkannya menemui Ara, mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung. Tapi Khaidar dan Arini tak kunjung datang, mereka sudah sibuk kembali dengan pekerjaannya, menemani Shaka hanya kurang dari dua minggu, setelah Shaka mulai sekolah, orang tuanya tak pernah ada di rumah, seminggu sekali bahkan sebulan sekali mereka baru pulang, Shaka menghabiskan waktunya bersama oma dan pelayan rumah disana.

"Jadi orang kaya tak slamanya enak, kasih sayang yang mamah papah janjikan jarang Shaka dapatkan, untuk apa Shaka dibawa kesini jika jadi pajangan dirumah ini," protesnya pada oma Shaka.

Wanita renta itu paham maksud cucunya. Tapi itulah yang terjadi semenjak suaminya meninggal Khaidar lah yang mengurusi perusahaannya yang sudah mempunyai banyak cabang di beberapa kota termasuk di luar negri.

"Shaka lebih senang dulu, setelah belajar Shaka habiskan waktu bersama teman-teman bermain, Shaka rindu suasana itu," lagi ucapnya. Ia bangkit lalu masuk kedalam kamarnya. Sang nenek hanya menatap kepergian cucunya.

Penantian Shaka untuk bertemu Ara sirna saat orang tuanya tiba, Khaidar menolak mengantar.

"Shaka, perjanjiannya satu tahun sekali, kamu juga belum libur sekolah, Ara pasti mengerti. Papah sama mamah sibuk, kamu harus mengerti. Kita bekerja untuk membahagiakan kamu." Ucapan Khaidar. Lantas pergi meninggalkan Shaka yang mematung dengan raut wajah kecewa. Arini tak bisa berbuat banyak.

"Sayang__" belum Arini bicara, Shaka beranjak pergi kekamarnya, mengurung diri disana.

"Maafin kakak Ra, tahun ini kakak gak bisa nemenin kamu," ia menatap kotak musiknya.

***

hari yang di tunggu tiba, liburan sekolah tengah dinikmatinya. Shaka akan meminta janji pertama Khaidar. Lagi-lagi dia sibuk, hampir sebulan ia di singapure. Telpon Shaka hanya di jawab dengan kata menyakitkan. "[Kamu ngerti papah dan mamah dong Shaka! papah sama mamah disini sibuk buat bahagiain kamu, tugas kamu belajar. Jangan mikirin anak panti itu terus.]" jawaban dari sambungan telpon lalu terputus begitu saja.

Shaka kecewa, ia mengurung diri menghabiskan liburan sekolahnya di kamar.

Sementara Arini marah pada suaminya, ia mulai ingkar dengan janji pada anaknya. Di singapure tak seberapa sibuk, tapi Khaidar seolah tak ingin pulang.

"Mas, jangan seperti ini pada anak kita, dulu mas janji akan membawanya ke panti setiap tahun, kasian. Dia pasti udah rindu pada keluarga lamanya terlebih pada gadis itu,"

"Sudahlah Rin, kamu harus mengerti, kehadiran Shaka lumayan menyita perhatian rekan bisnisku kemarin, jika ada yang tau keadaan kita dulu, kehadiran Shaka sebelum pernikahan, itu akan mempengaruhi perusahaan, panti itu masa lalunya, dan gak boleh ada yang tau. Sekarang biarkan dia hidup di lingkungan keluarga kita tanpa embel-embel panti lagi,"

Perdebatannya tak akan berhasil, Arini sudah sangat tau sifat suaminya yang keras hampir mirip Prayoga terdahulu.

***

Tahun demi tahun di lewati Shaka slalu meminta janjinya pada Khaidar. Tapi banyak alasan Khaidar untuk menolak pintanya. Kesabarannya mulai habis.

"Pah, ini sudah ke tiga kalinya papah ingkari janji untuk mengantar Shaka ke panti, Shaka hanya rindu dengan keluarga disana," tuntutnya pada Khaidar.

"Kamu denger Shaka. Panti asuhan itu masa lalu kamu, jangan bahas itu di depan papah, papah gak mau denger! Kamu pewaris tunggal perusahan yang papah kelola, lupakan panti itu, lupakan juga gadis itu. Stop minta papah antar kamu kesana. Papah berhak atas kamu. Hidup kamu di tangan papah, jangan membantah. papah tau yang terbaik buat kamu." Ucap Khaidar lalu beranjak meninggalkan Shaka.

Dunia seakan runtuh. Janji yang di tunggu Shaka ternyata palsu, Khaidar meng'iyakannya dulu hanya untuk menjebak Shaka supaya ikut. Kepolosan anak usia 10thun waktu itu di permainkan.

Kehidupannya tidak lebih baik, ia murung di rumah maupun di sekolah, rumahnya seperti neraka kini. Pertengkaran Arini dan Khaidar slalu terdengar. Khaidar yang keras kepala, Arini yang memintakan hak Shaka. Tak ada yang bisa membantah Khaidar.

Shaka melewati hari-harinya sendiri dengan kekecewaan yang teramat dalam pada ayahnya. Di ulang tahun Ara yang ke 9, di saat itu juga Khaidar harus kehilangan ibunya yang tiba-tiba terkena serangan jantung.

Hari itu kembali Arini dan Khaidar bertengkar hebat setelah Shaka mencoba melarikan diri dari istana yang seperti penjara. Usahanya gagal. Khaidar marah besar. Arini membela lalu menyalahkan ke egoisan suaminya. Ibu Khaidar tiba-tiba terjatuh dan dinyatakan meninggal dunia waktu itu juga.

"Lihat Shaka, ini semua gara-gara kamu, stop minta papah antar kamu kesana. Gara-gara kamu, oma kini meninggal. Kamu mengerti sedikit saja Shaka. Papah bukan mau misahin kamu dengan masa lalu, tapi kamu harus jaga nama baik keluarga papah. Jika kamu melakukan kesalahan, akibatnya akan patal. Bukan nyawa oma yang hilang lagi. Papah sama mamah juga akan hancur dan mati perlahan."

"Shaka gak minta hadir di kehidupan papah, kalau ketenangan papah akan terganggu atas hadirnya Shaka mengapa saat itu papah membawa Shaka kesini, dan mengapa papah bawa Shaka dengan janji yang begitu manis." Jawabnya lalu pergi ke kamar setelah pemakaman omanya.

Hari ulang tahun yang ke 10 untuk Ara tinggal satu bulan lagi. Shaka masih berharap keajaiban berada di pihaknya.

"Setidaknya aku ingin menepati janji walau sebentar." Gumamnya saat berada di kantin sekolah.

Banyak orang mendekati Shaka, tapi sikapnya dingin, laki-laki atau pun perempuan tak menarik perhatiannya. Dia terlalu merasa berdosa pada gadis kecil penghuni panti.

Hanya satu sahabat baiknya dari Sekolah dasar sampai kini di sekolah menengah pertama. Aditya. Bahkan dia juga mengetahui kehidupan masa lalu Shaka.

Minuman yang di pesan di kantin sekolah hanya di aduk-aduk, pandangannya kosong, sang penjaga kantin sudah sering melihat Shaka duduk melamun sendirian.

Kali ini ia memberanikan diri mendekati. "Ibu lihat kamu sering melamun, ada apa toh? Cerita sama ibu. Tenang saja rahasia aman." Ucap sang penjaga kantin dengan logat jawanya. Shaka menoleh sekejap. lalu menunduk.

"Gak mau cerita yah. yo wis, ibu ndak mau maksa, tapi kalau kamu butuh temen curhat atau bantuan ibu, ibu bisa bantu." Ibu kantin berdiri hendak meninggalkan Shaka.

"Bu Lastri kan orang Surabaya juga, pasti dia tau arah jalan ke Surabaya." Gumam Shaka.

"Bu, sebentar.!" Ibu kantin menoleh kemudian duduk kembali.

"Berubah pikiran, mau cerita sama ibu?" Shaka mengangguk pelan.

"Tapi ini rahasia bu, Shaka butuh tempat yang aman."

"Mmm, yo wis. Nanti pulang sekolah kamu datang ke mes ibu dan pak karyo, tau kan? Disana pasti aman."

Sesuai perjanjian sepulang sekolah Shaka menemui penjaga kantin menceritakan semua yang terjadi, beberapa kali Shaka menitikan air mata, ada luka yang terbersit kala menceritakan kehidupan di istananya juga di panti asuhan dulu. Nada bicaranya bergetar. Mencoba menahan air mata, tapi slalu gagal. Shaka kini menjadi anak yang rapuh.

Ia menceritakan niat untuk pulang ke Surabaya bermodalkan alamat Sekolahnya yang dulu di sana, ia mendapatkannya di meja kerja sang ayah. Bu Lastri memahami kesedihan Shaka, lalu bersedia membantu. Ia memberikan petunjuk untuk pergi ke Surabaya menggunakan bis travel.

Sebelum rencana kaburnya, ia membawa beberapa baju dan hadiah-hadiah ulang tahun untuk Ara di tas, lalu menitipkannya di mes ibu kantin. Usahanya belum bisa ia realisasikan, keberadaan Khaidar dan Arini di rumah membuatnya kesusahan. Selain Arini suka menjemput Shaka, ia pun datang lebih awal. Kesempatan kabur lebih susah.

Siang itu Arini menjemput Shaka, mereka berjalan-jalan ke sebuah mall, menghabiskan waktu bersama, kesibukan dirinya membuat hubungannya jauh , ditambah keadaan yang slalu memanas antara dua lelaki yang di cintainya.

"Sayang, kamu mau beli apa?" Tiba-tiba tanya Arini. Shaka menggeleng pelan.

"Yakin?" Shaka mengangguk.

"Kalau gitu temenin mamah ke toko perhiasan bentar yah, mamah mau cari-cari perhiasan." Pinta Arini. Shaka tak menjawab ia mengikuti kemanapun Arini melangkah.

Shaka duduk persis di dekat cincin anak kecil. Ia mengingat tentang janjinya pada Ara.

"Aku kan mau ke panti, sebentar lagi Ara ulang tahun, belum ada kado lagi, mmm apa aku beliin cincin aja yah, tapi uangnya di rumah, terus nanti mamah__" gumamannya terhenti kalau Arini menggoyangkan bahu Shaka.

"Sayang, kenapa ngelamun? Ada apa nak?" Tanya Arini penasaran.

"Mmm, enggak mah, Shaka gak kenapa-napa," jawabnya gelagapan.

"Shaka, mamah ini mamah kamu, mamah tau kamu lagi mikirin sesuatu, bilang aja sama mamah, kan mamah slalu dukung kamu. Ya, meskipun mamah slalu gagal, setidaknya mamah akan terus berusaha,"

"Mmm, mah Shaka mau beliin Ara cincin boleh? Tapi__"

"Tapi kenapa?"

"Uang Shaka ada di rumah, mmm Shaka pinjem dulu sama mamah, nanti Shaka ganti." Arini tersenyum.

"Gak usah di ganti, mamah beliin."

"Gak mah, Shaka udah janji kalau Shaka udah punya uang Shaka akan beliin cincin,"

"Kenapa kasih cincin?" Tanya Arini.

"Selain sebentar lagi ulang tahun Ara, Shaka dulu pernah berjanji setelah Ara jadi pengantin kecil Shaka, Shaka harus pasangin cincin di jari manisnya. Tapi dulu Shaka hanya bisa buatin cincin dari rumput liar yang Shaka bentuk bulat." Arini tertawa geli membayangkan kelakuan anaknya.

"Oke, kalau gitu kamu beliin cincin, mamah juga mau kasih kado buat Ara, kalung. boleh kan? Semoga nanti papah bisa ijinin mamah antar kamu kesana." Shaka tersenyum lalu memeluk Arini.

Usaha Arini kembali gagal, Shaka pasrah. Pagi tadi Arini dan Khaidar pergi ke jepang, Shaka sudah bertekad dengan keputusannya.

Ia pergi sekolah sekaligus akan pergi ke surabaya, anak yang kini berusia 14tahun itu memberanikan diri pergi.

Jam pulang sekolah tiba, supir pribadi serta ajudannya sudah menunggu sejak tadi, Shaka keluar dengan barang-barang yang sudah di ambil dari mess bu Lastri, ia menumpang di mobil Aditya. Aditya pun sudah mengetahui rencana Shaka, sebagai sahabat yang baik, ia mendukungnya.

Di tengah perjalanan Shaka turun, ia tidak mau melibatkan sahabatnya lebih jauh, khawatir tentang amarah ayahnya yang slalu meledak-ledak pada siapa pun.

Perjalanan panjang menuju Surabaya di lalui. Cincin kalung dan hadiah lainnya ia simpan baik-baik untuk anak gadis yang amat ia rindukan. Dua hari barulah ia sampai di terminal, menaiki angkutan umum lalu di sambung oleh ojek. Hampir tiba Shaka mampir kesebuah toko kue, membeli kue ulang tahun dengan tulisan "selamat ulang tahun pengantin kecilku"

Ia tersenyum lalu kembali menaiki ojek menuju panti.

Jantungnya berdebar hebat saat pagar panti asuhan sudah terlihat. Ia turun lalu perlahan masuk, wajahnya berbinar kala melihat sahabat lamanya tengah bermain, senyum kecil Shaka mengiringi perjalanan menuju ruangan ibu Asih.

"Assalamualaikum" ucapnya dari luar pintu.

"Waalaikum salam," suara bu Asih membuat wajahnya sendu, betapa rindunya begitu besar.

Bu Asih terkejut saat pintunya dibuka, Shaka khaidar prayoga berdiri di hadapannya sendiri.

"Shaka, ini kamu nak?" Shaka mengangguk lalu meraih tangan bu Asih menciumnya beberapa kali.

"Shaka rindu ibu," air matanya tumpah.

Bu asih mengusap kepala Shaka perlahan seraya tersenyum. "Mana orang tua kamu nak?" Shaka menunduk. Tak dapat jawaban. Bu asih menatap dalam, ada sesuatu yang terjadi pada anak laki-laki yang mulai dewasa ini.

"Bu, Ara mana? Shaka mau bertemu dia, apa Ara baik-baik aja? Apa Ara benci sama Shaka?" Berondongan pertanyaan pada bu Asih.

"Dia baik, kamu pasti tau dimana dia,"

"Shaka ijin bertemu Ara bu, setelah itu Shaka akan menjelaskan semuanya." Ia menyimpan tasnya. Menyalakan lilin ulang tahun lalu beranjak ke rumah pohon.

Ia tersenyum kala melihat Ara dari kejauhan walaupun hanya dari belakang, rambut ikal yang biarkan terurai tentu saja Shaka mengenalinya.

"Ara!" Shaka berteriak. Ara menoleh dengan anak bayi di sebelahnya. Wajah Ara nampak bingung. Shaka mendekat. Dia tersenyum, namun lagi-lagi Ara masih terpaku, kemudian ia menatap kue ulang tahun yang dibawa Shaka. Wajahnya tiba-tiba berubah. Ia meraih anak bayi tersebut lalu menggendongnya.

"Ara gak pernah berharap kedatangan kakak lagi, Ara bahagia dengan Shaki." Ara pergi meninggalkan Shaka yang mematung menatap kepergiannya. Lilinnya mati tertiup angin bersama itu pula air matanya tumpah.

****

Ara dan Shaka.

👍👍❤❤🇮🇩🇮🇩

🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Rista Baha

Rista Baha

wah ara ngambek nih😂

2021-07-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!