Matahari sudah akan menenggelemkan diri seutuhnya ketika bus yang Anara tumpangi menyibak indah dan ramahnya Kota Solo. Di sisi Anara, Hartik sudah terlihat lemas tak berdaya. Beruntung dia tidak mabuk, hanya lelah karena setengah hari duduk di jok bus. Akhirnya Anara memutuskan untuk berhenti di Solo dan melanjutkan perjalanan esok hari.
"Kita berhenti di sini dulu gimana, Tik?" Anara menawarkan opsi kepada Hartik yang tentunya disambut angguk olehnya.
"Aku coba hubungi teman SMA-ku yang kebetulan kuliah di sini. Besok baru kita lanjut ke Jogja, mungkin tinggal dua jam perjalanan untuk sampai ke Jogja." Jelas Anara pada teman satu kosnya itu sambil mencoba melakukan panggilan pada Lena, teman SMA-nya.
"Kita tidur dimana, An?"
"Semoga kita bisa nginep di temenku, tapi ini belum diangkat." Karena mereka berdua pergi dengan niat backpacker-an, tentu akan mencari opsi paling hemat.
"Iya, iya, semoga bisa." Hartik sudah pasrah pada apa kata Anara. Toh memang dia sendiri juga merasa tak kuat jika harus melanjutkan perjalanan. Jika dipaksa bisa-bisa ia mabuk dan perjalanan ini akan jadi cerita tragis.
Pada panggilan kedua baru terdengar sahutan dari ponsel Anara. Tak banyak basa-basi Anara menjelaskan maksudnya untuk bermalam di Solo karena hari sudah gelap dan kondisi keduanya yang sangat lelah. Dewi Fortuna sedang berpihak padanya, Lena menyetujui permintaan Anara.
Anara sedikit lega, netranya kembali lurus ke depan dan mencoba menikmati Kota Solo yang semakin terlihat ramah dengan terang lampu yang mulai menyala. Sesaat kemudian, pandangannya bergulir pada layar ponsel ditangannya dan terpampang nama Candra. Ponsel itu kini sudah menempel di telinganya.
...----------------...
Anara dan Hartik sudah turun dari bus ketika matahari benar-benar terbenam. Langit Kota Solo yang cerah tanpa mendung seakan menyambut keduanya. Mereka berdua sedang menanti Lena yang akan menghampiri. Baik Anara maupun Hartik, keduanya sama-sama berantakan, hasil dari bergelut dengan padatnya penumpang bus antarkota hari ini.
Sekitar 10 menit kemudian di depan mereka berhenti dua motor matic yang dikendarai Lena dan temannya. Setelah berbasa-basi saling berkenalan, keempatnya sudah menuju kos Lena yang lokasinya hanya sekitar 300m. Tanpa menunggu hari lebih petang, Anara dan Hartik bergantian menyiram tubuh mereka yang terasa lengket sesampainya di kos Lena.
Seusai keduanya segar kembali, Lena menawarkan diri menjadi pramuwisata yang akan mengajak dua tamunya melihat sedikit dari banyak keluhuran Kota Solo. Dengan senang hati Anara menyambut tawaran Lena, tetapi melihat Hartik yang seolah hidup segan mati pun tak mau. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk sekedar mencari angkringan dan menikmati indahnya malam di Kapalan ISI Surakarta sambil menyuap nasi kucing.
"Anara! Hartik!" Yang dipanggil segera menoleh pada si empunya suara.
"Besok aku ajak ke Keraton sama Klewer ya!" Lena membuka percakapan di tengah tegukannya pada ronde.
"Wah boleh tuh. Kita pagi di sini aja dulu! Siangnya baru ke Jogja." Hartik sudah menyahut lebih dulu dengan antusias.
"Kalau siangan cuaca panas, Tik." Anara sebenarnya sudah tidak sabar untuk melihat kota impiannya.
"Kapan lagi kita bisa main-main kesini, An? sekali dayung dua tiga pulau terlampaui."
Hartik masih kokoh meyakinkan Anara untuk berangkat ke Jogja siang hari. Baginya kesempatan ini tidak boleh dilewatkan. Kenapa harus terburu-buru ke Jogja? libur pekan sunyi kan masih sampai hari Minggu. Begitu pikirnya. Anara terdiam, menimbang kalimat-kalimat persuasif yang dilancarkan oleh Hartik.
"Betul kata Hartik. Bisa berangkat agak siangan. Tak akan kemana Jogja dikejar. Lagian kamu cepat-cepat ingin ke Jogja mau ngapain sih?" Seolah bersekutu dengan Hartik, Lena juga ikut serta memengaruhi Anara.
"Eh, jangan-jangan kamu ke Jogja mau ketemu Janu ya?" Kali ini mata Lena menyiratkan ledekan.
Deg!!!
Hati Anara sedikit bergetar dan logikanya bertanya-tanya kenapa Lena menyebut nama itu? tidak berhenti di situ. Lena masih terus melanjutkan kalimatnya melihat Anara hanya mematung.
"Kamu tau kan kalau Janu kuliah di Jogja?" Kali ini raut muka Lena mendadak serius. Anara masih terdiam memastikan telinganya berfungsi dengan benar.
"Iya, Janu mantanmu sewaktu SMA itu, dia kan kuliah di Jogja. Masa nggak tau?" Lena seolah mampu membaca pertanyaan yang muncul di kepala temannya itu.
"Oh, jadi kamu ngotot banget ke Jogja tuh buat nemuin mantanmu toh?" Kali ini Hartik turut menyerbu Anara yang lagi lagi masih terdiam.
Tak hanya sampai di situ, Hartik masih terus melanjutkan kalimatnya. "Anara, kamu belum bisa move on ya dari percintaan putih abu-abumu?" Mimik wajahnya yang seolah meledek benar-benar ingin Anara tinju.
"Duh, ngaco banget sih mulutmu. Mana aku tau kalau dia kuliah di Jogja." Kali ini Anara buka suara sebelum kedua temannya semakin ngawur.
Merasa belum terima, Hartik masih menggodai Anara hingga akhirnya Anara membuka sedikit lembar kenangan SMA-nya bersama Janu, lelaki yang memiliki ruang di hatinya namun disaat bersamaan lelaki itu pula yang mengukir persakitan karena pergi tanpa beban. Entah karena apa hingga di hampir empat tahun perpisahan mereka, Anara tak mengetahui alasannya.
Di akhir sesi bercerita, tiba-tiba Anara teringat bahwa ia belum memberi kabar pada Candra. Raut wajahnya berubah panik, seketika ia mencari ponsel dan mengacak sling bag-nya.
Bahaya, satu kata yang terlintas ketika ia menyadari bahwa ponsel miliknya ketinggalan di tempat Lena saking semangatnya menikmati udara malam Solo. Wajahnya kemudian menoleh kepada Hartik dan seperti sudah paham, Hartik menunjukkan ponsel di tangannya yang low batt.
Karena udara semakin dingin dan jalan di depannya berangsur sepi. Mereka bertiga memutuskan kembali ke kos dan berencana menyusuri kota keesokan harinya.
...----------------...
Anara membuka ponsel dan jam sudah menunjukkan tepat pukul 11 malam. Ia membaca beberapa pesan WA dari kekasihnya. Ceroboh sekali pikirnya sampai-sampai ponsel lupa dibawa. Padahal Candra tak henti meminta padanya untuk selalu berkabar. Anara abai dan ia sesali itu.
Segera ia mengetik pesan balasan, beberapa menit ia menunggu, tidak ada balasan. Pesan kedua dan ketiga juga tidak ada respon. Akhirnya setelah 30 menit menunggu tanpa balasan, ia inisiatif meminta maaf karena memang ia salah, tak langsung memberi kabar sesampainya di tempat Lena magrib tadi.
Maaf ya. Kamu sudah tidur?
Selamat istirahat 😘
Setelah pesan keempat terkirim. Anara kembali menulis pesan, kali ini sedikit berani. Emoticon cium untuk pertama kalinya ia bubuhkan untuk Candra. Awalnya tangan Anara seakan bimbang antara kirim atau hapus. Satu menit berlalu, pesan dari Anara akhirnya terkirim pada yang jauh di sana. Berani sekali, barangkali itu adalah frase yang menggambarkan dirinya. Tapi, sisi lain hatinya mengatakan tak apa.
...----------------...
Pagi ini udara sangat segar dan langit biru Solo seakan menyambut dua tamunya dari Malang. Anara dan Hartik sudah berada di luar pagar untuk sekedar menghirup dalam-dalam udara pagi yang sejuk ini.
Tak lama setelahnya Lena keluar dan meminta Anara untuk membawa motor temannya, sementara Hartik bisa ditebak, dia tinggal memilih untuk diboceng siapa?
Tujuan pertama adalah Keraton Surakarta Hadiningrat. Tepat pukul 09.00 WIB wisata budaya tersebut dibuka. Beberapa jepretan sudah berhasil mengabadikan momen.
Menagih janji pada Lena, selanjutnya Hartik meminta Lena mengarahkan motornya menuju Klewer. Belanjaaa, itu yang ada dibenaknya. Pasar Klewer terkenal dengan harganya yang merakyat. Berbagai ragam sandang banyak ditawarkan di pasar kebanggaan warga Solo ini.
Belum puas sampai di sana. Akhirnya Lena mengajak keduanya untuk mampir ke Masjid Agung Surakarta yang lokasinya berada tepat di depan Pasar Klewer.
Pada saat itulah, Anara menyadari bahwa pesan yang ia kirim ke Candra belum ada balasan. Seketika ia merasa menyesal sekaligus merutuki diri sendiri karena telah mengirim emoticon semalam.
Ia melakukan panggilan kepada Candra. Sekali tidak diangkat, kedua kali masih sama.
"Kemana ini laki? baru sehari ditinggal udah mendadak ilang." Anara menggerutu lirih yang hanya bisa didengar olehnya sendiri. Sekali lagi ia mencoba menghubungi Candra. Masih tanpa respon dari kekasihnya. Sungguh dirinya hilang kesabaran dan mengirim pesan WA.
Kemana kamu?
Telepon nggak diangkat, WA dari semalem juga nggak dibales.
Sengaja ya?
Tiga chat langsung dia berondongkan pada kekasihnya itu. Setelahnya ponsel miliknya sudah masuk ke dalam sling bag. Ia berusaha acuh tak acuh pada pesan yang ia kirim, akan mendapat respon atau tidak dari Candra. Bodo amat!
...----------------...
Hari sudah siang sewaktu Anara dan kedua temannya sampai di sebuah kedai yang lokasinya tak jauh dari Stasiun Balapan. Mereka dengan sabar menunggu menu pesanan datang. Niatnya sarapan tetapi lebih pas disebut makan siang karena matahari sudah tinggi dan cuaca sedang terik. Tak lama ada mas-mas yang menuju ke arah mereka dengan nampan berukuran sedang tengah disangga kedua tangannya.
"Ini namanya selat solo." Lena menjelaskan setelah menu terhidang di meja dan Anara memandangi jenis makanan yang baru pertama kali dilihatnya itu. Ia memerhatikan dengan teliti pada piring yang berisi ragam sayuran, acar, kentang goreng, telur bacem, dan potongan daging sapi itu.
"Seperti steak tapi kenapa ada kuah di sini?" Tanyanya pada Lena.
"Iya ini perpaduan budaya Eropa dan budaya lokal, karena orang seperti kita nggak terbiasa makan daging sebagai makanan pokok. Jadi dipadukan dengan kentang dan sayur."
"Begitu ya?" Hartik mengangguk pelan memahami penjelasan Lena.
"Iya, terus kuah cokelat ini seperti kaldu sapi sama hmm kecap mungkin. Soalnya gurih manis ada segernya, enak deh pokoknya. Udah yuk silahkan dimakan! pasti suka."
Ketiganya lahap menyantap selat solo yang diakui Anara dan Hartik bahwa hidangan tersebut memang segar, enak, dan tentu mengenyangkan. Hanya saja tempatnya sangat ramai sehingga harus sabar antre.
...----------------...
Anara dan Hartik sudah rapi dan siap kembali melanjutkan perjalanan. Persinggahan di Solo membawa pengalaman dan cerita baru tak ternilai. Di sela menunggu armada bus arah ke Jogja, Anara sibuk berbincang melalui sambungan teleponnya. Tentu dengan Candra, siapa lagi?
Ternyata pacarnya yang ketua BEM itu tengah sibuk mengurus persiapan acara Pemilwa dan baru sempat menghubungi. Meski diakui Candra, memang di malam Anara mengirim emoticon kiss itu sebenarnya ia sudah membacanya, tapi niat jahilnya lupa belum ia akhiri dan keburu sibuk dengan urusan baru.
"Nggak apa-apa kok, kukira kamu mati karena kutinggal." Anara tertawa menggatakannya.
"Kalau aku mati. Entar kamu bunuh diri lagi." Suara dari seberang ikut menimpal.
"Ha ha ha, sudah sudah. Aku mau on the way ke Jogja. Nggak sabar."
"Hati-hati ya! Satu lagi Anara, jangan lupa ber-ka-bar!" Candra menjeda persuku kata yang ia ucap untuk mempertegas permintaannya itu.
Anara hanya mengangguk dan secepatnya menyadari kalau Candra tak akan tau itu, "Iya, maaf kemarin ponselku ketinggalan."
"Ya sudah, mana kiss-nya?" Anara sontak melihat pada Hartik dan Lena. Malu jika mereka ikut mendengar, padahal bisa dipastikan kalimat Candra tak terdengar kedua temannya karena bisingnya jalan.
"Apaan sih? Malu, di sini ada Hartik juga." Kali ini Anara hanya berbisik.
"Kalau nggak ada Hartik berarti mau? kita praktikkan nanti kalau ketemu ya!" Ada gelenyar aneh menjalari tubuh Anara ketika Candra mengatakan itu. Segera ia say see you again dan memutus sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban.
Tak lama moda transportasi yang akan membawanya ke Jogja sudah berhenti beberapa jangkah darinya. Setelah melepas peluk pada Lena, ia dan Hartik sudah berada dalam bus dan matanya sibuk mencari kursi kosong. Lumayan senggang, mereka berdua memutuskan duduk tepat di belakang supir.
Posisi ini menguntungkan karena jalanan terlihat jelas dan tentu karena fokus pandangan mengikuti jalanan, risiko mabuk akan berkurang. Semoga Hartik tidak mabuk! begitu batin Anara.
...----------------...
Sekitar dua jam perjalanan yang mereka butuhkan untuk tiba di Jogja. Di sisi kanan, megahnya Prambanan menyambut kedatangan mereka. Anara sedikit histeris ketika roda bus semakin dalam masuk daerah istimewa ini. Bahkan, sekarang terlihat siapa yang lebih mirip anak TK? Tentu Anara orangnya.
Sesuai instruksi dari Lena, mereka berdua disarankan turun di Janti daripada Terminal Giwangan, akan lebih jauh jika sampai terminal. Minta turun di swalayan Janti, begitu kalimat Lena yang terus Anara ingat.
Tepat di bawah flyover, mereka turun di depan swalayan yang telah menjamuri hampir seluruh negeri ini. Anara dan Hartik setia menunggu jemputan di sana. Adalah Nilam yang akan menjemput mereka. Nilam ini juga teman SMA Anara yang tengah mencecap pendidikan di Kota Pelajar.
"Katanya sih nanti Nilam jemput kita di sini." Jelas Anara pada Hartik yang tengah menyeruput kopi dalam botol sekeluarnya dari swalayan. Hartik mengisyaratkan jempolnya ke pemilik suara di depannya.
Pikiran Anara kembali pada perkataan Lena di Kapalan semalam. Janu, satu nama itu berhasil menghantui Anara setelahnya, bagaimana Lena bisa tau kalau laki-laki pecundang itu ada di Jogja? Bukankah kita semua lost contact dengannya ketika ia memutuskan keluar dari sekolah entah kemana?
Anara semakin hanyut pada pikirannya sampai sebuah Accord Prestige berhenti di depan mereka. Kaca mobil perlahan terbuka, di sana muncul wajah perempuan yang setengah berteriak memanggil Anara. Hartik menyenggol Anara yang pandangannya masih kosong. Tak menampakkan reaksi, ia memanggil teman di sampingnya dengan suara sedikit keras.
"Anara!!!" Suara Hartik seketika menyadarkan Anara dari lamunan.
"Apa?" Anara terlihat bingung kemudian mengikuti arah mata Hartik yang berhenti pada sosok di dalam mobil tadi.
"Nilam". Anara sumringah mendapati teman SMA-nya itu, tetapi senyumnya perlahan hilang ketika samar terlihat sosok lelaki di samping Nilam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sweetie
Rutenya...lengkap d detail...👍
2021-07-18
0
abellovi
selat solo, pasar Klewer, apalagi Dora eh anara ayo eksplor Jogja bisa jd referensi nanti klo k Jogja.. semangat backpacker 😎
2021-06-08
1
Chida
sweet sih mereka....aku sukaaak..
ke Jogja mampir dooong 😂
2021-03-26
0