Assalamualaikum Jogja Part 2

Anara POV

Aku terbangun ketika matahari sudah setengah tinggi, rasanya mataku masih begitu berat untuk dipaksa terbuka sempurna. Hari Jumat, masih ada sisa hari yang bisa kuhabiskan untuk menapaki Kota Jogja. Seharusnya aku merasa senang, tetapi sebaliknya, rasanya jarum waktu ingin kuputar cepat dan segera balik ke Malang.

Ponsel yang ku charge sewaktu sampai di kamar jam 3 tadi kini sudah berada di genggamanku. Sembari menunggu ponsel menyala sempurna, aku keluar kamar berniat membasuh wajah yang kurang tidur. Masih sepi, tak ada aktivitas sama sekali selain diriku yang menuju kamar mandi. Dugaanku salah ketika kudapati Nilam sudah berjibaku di dapur. Dua cangkir teh telah tersaji, aromanya memberi perasaan nyaman ketika menyeruak ke dalam indra pencium.

"Pagi Nilam." Kusapa dia lebih dulu karena posisinya memunggungiku. Dia menoleh dan membalas sapaanku. Aku segera membasuh wajah dan menghampiri Nilam.

"Ada tamu sepagi ini?" Tanyaku penasaran.

"Iya, tamu dari jauh. Btw, ini pukul 10.00 Anaraaa." Nilam seolah mengoreksi kata pagiku dan beranjak dari hadapanku sambil membawa baki berisi dua cangkir teh tadi.

"Oh ya, segera rapikan dirimu, An! Kalau kau mau, kita akan pergi setelah Yuda menjemput." Kalimat itu kutangkap sebagai keharusan untukku.

"Kemana?" Kutanyai Nilam dengan sedikit malas sambil menuang air putih ke dalam gelas. Tenggorokanku bagai padang pasir yang kurang siraman dua hari ini, kurang minum tebakku.

"Ke Taman Sari atau Parangtritis mungkin? Terserah kalian berdua, An. Aku ke depan dulu. Kuharap kalian berdua sudah rapi setelah Yuda datang." Nilam melangkahkan kaki lagi tanpa menunggu jawaban dariku. Tunggu, setelah Yuda datang? Berarti teh itu bukan untuk Yuda. Lalu siapa tamunya? Ahh bodo amat.

Aku segera kembali ke kamar dan membangunkan Hartik yang masih pulas bergelung selimut. Sumpah demi apapun, sebenarnya membangunkan Hartik adalah kata kerja yang paling malas kulakukan mengingat tidurnya yang mirip orang mati. Susah bener dibangunin.

Bahkan pernah ketika ia meminta dibangunkan untuk sahur kuhabiskan setengah jam untuk membangunkannya dan hasilnya nihil. Akhirnya kubiarkan ia tetap tidur dan esok harinya suara sedikit cempreng itu hampir seharian mengataiku beranggapan aku tak membangunkannya.

Hartik masih juga belum mau bangun, sambil menunggunya kulihat ponselku yang kini sudah menampilkan pesan WA, dari Candra tentu. Hatiku selalu berapi-api hanya dengan melihat namanya saja. Berlebihan!

Anaraku, gimana liburannya sayang? Kamu baik-baik saja?

Aku tidak sedang baik-baik saja.

Tak lama setelah pesanku terkirim, ada panggilan dari Candra. Kuangkat panggilan darinya dengan semangat yang masih berserakan di lantai.

"Halo" Suaraku bahkan seperti tidak terdengar.

"Kamu sakit?" Suaranya terdengar khawatir.

"Enggak." Jawabku sangat singkat.

"Lalu?" Kekhawatirannya semakin terdengar dalam kalimat singkatnya.

"Aku kangen." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku tanpa permisi. Sejenak setelahnya suara hembusan napas dalam-dalam kudengar dengan samar.

"Sama. Pulang kapan?"

"Besok. Naik kereta, darisini malem. Sampai sana mungkin Minggu pagi. Aku mau kamu yang jemput!"

"Iya sayang."

Setelah saling menutup telepon. Kutengok Hartik yang masih pulas. Kali ini kugoyangkan tubuhnya sedikit lebih keras, lama baru ia membuka mata. Kutinggalkan dia yang masih mengumpulkan nyawa. Aku harus segera bersiap!

...----------------...

Satu jam perjalanan yang kami habiskan untuk sampai ke pantai yang sangat masyhur bagi semua orang ini. Tepat pukul 14.00 kami menginjakkan kaki di Parangtritis setelah sebelumnya ribet acara saling tunggu dan makan dulu. Terik bukan main, beruntung terpaan angin menolong kami dari sengatan sang surya.

Ombak berderu menyambut dan surut, beberapa delman saling menyapa ketika berpapasan membawa penumpangnya. Kulangkah kaki mendekati belaian ombak yang semakin mengikis pasir di bawah kaki, kunikmati setiap perciknya yang terkadang dinginnya sampai pada rona wajah.

Kami sibuk dengan masing-masing diri kecuali Nilam dan Yuda. Tak usah ditanya! Mereka tentu memadu kisah kasih dimanapun berada. Hartik sibuk dengan kamera ponselnya, sementara aku? Seperti yang kujelaskan, aku sibuk menikmati.

Lama kami saling berkutat pada diri sendiri. Barangkali pantai adalah satu dari sekian ribu tempat untuk mengadu pada Tuhan tentang hati, tentang jati diri, tentang kerinduan dan ketidakpastian dari diri yang lemah. Luas dan tanpa batasnya seolah menjadi pelipur lara dari hiruk kota.

...----------------...

Matahari semakin condong ke barat, tangan peraduan membuka lebar menyambut sinarnya. Langkah Hartik menuju padaku, tak lama ia menjajarkan duduknya di sampingku yang masih enggan beranjak.

"Kamu suka pantai, An?" Jarang kudengar Hartik bersuara dengan nada serius seperti kalimatnya barusan. Terakhir kulihat mimik seriusnya ketika ia menceritakan kenangan bersama ayahnya yang telah tiada.

"Iya, Tik. Semua beban seperti lepas." Aku menoleh padanya yang ternyata kosong menatap lurus ke depan.

"Sewaktu aku kecil, abahku sering mengajakku ke pantai. Melihat perahu kecil yang terapung-apung menuju laut, tujuannya tentu diatur oleh si pembawa perahu." Aku paham maksud ucapan Hartik. Mirip manusia yang hidup sendiri di dunia dan semua kuasa ada di tangan Pencipta.

"Lama aku tak bersua dengan pantai setelah hari kepergian abahku. Aku hanya tak ingin menyesali kepergian abah ketika kenanganku dengan beliau muncul kembali ketika penglihatanku bertemu pantai." Ada semburat duka kehilangan di sana. Aku tak banyak merespon karena aku tak tau rasanya kehilangan sebegitu besar, kupegang lengannya yang sedikit bergetar itu. Semoga bisa sedikit menguatkan. Hanya itu yang kuharapkan.

"Oh ya, An. Perihal Janu..." Hartik menjeda kalimatnya sampai aku menoleh padanya.

"Kenapa tak coba kau temui dia? selesaikan masalah kalian!" Bagaimana mungkin Hartik yang sangat pro dengan Candra ini menyuruhku untuk menemui laki-laki itu.

"Aku nemuin dia, Tik? Kamu nggak salah ngomong? Dia yang seenaknya pergi. Lalu, sekarang kamu suruh aku nemuin dia?"

"Dia nanyain kabar kamu, An. Tandanya mungkin dia masih peduli sama kamu. Kamu inget kan yang dibilang Nilam?"

Aku masih berdiam, ada benarnya saran dari Hartik. Jika semua jelas barangkali aku tak terus terkungkung dalam pusaran kenangan kelam setiap mendengar namanya. Akan memudahkan langkahku ke depan, dan yang terpenting, aku bisa berdamai dengan masa lalu. Tapi, sisi lain dariku pun tak ingin kalah. Kenapa harus aku yang menemui dan minta penjelasan? Bukankah dia yang memilih pergi.

"Kamu nggak ingin kan di saat hubunganmu dengan Candra nanti lebih serius dan sosok dari masa lalumu masih gentayangan?" Hartik masih tak gentar memengaruhi pikiranku.

"Semua akan lebih baik jika diselesaikan dengan baik pula, An. Bukankah begitu?" Aku menghela napas panjang dan menghembusnya keras-keras.

"Sudahlah, Tik. Jangan bahas dia lagi!" Aku bergegas bangkit dari duduk diikuti Hartik. Kami menjauh dari bibir pantai yang kini telah berganti warna temaram. Senja mulai menari di ufuk barat, memesona hati yang merindui kekasihnya. Tapi aku masih tetap sama, belum tertarik pada pesona warna jingga. Bagiku hujan lebih romantis.

...----------------...

Malam ini aku dan Hartik memutuskan untuk pergi berdua saja, meminjam matic milik Nilam dan berpedoman pada aplikasi maps, kami nekat menyusuri jalan-jalan Kota Jogja.

Setelah tadi sedikit beradu argumen dengan Nilam, akhirnya ia kalah. Ya masa kita terus-terusan harus berempat perginya? sambil jadi nyamuk pula. Aku dan Hartik berhasil meyakinkan Nilam untuk mempercayai kami, ia dan pacarnya tak harus capek-capek menjadi tour guide kami malam ini. Kami juga tidak begitu nestapa menyaksikan mereka berhaha hihi seperti dunia milik berdua.

Nilam menyetujuinya dengan wanti-wanti kalau ada apa-apa kabari! Sudah persis Candra dia. Ahh atau sosok Candra benar-benar merasuki Nilam hari ini? Hush cepat-cepat kuusir pikiran konyol ini. Aku segera mengiyakan saja sebelum ia berubah pikiran.

...----------------...

Disinilah kami, menuruti rasa penasaran pada sate kere. Setelah mencari informasi di mesin penjelajah, kuputuskan untuk mencoba kuliner yang legendaris di Jogja ini. Sate yang terdiri dari gajih dan beberapa potongan daging ini memang luar biasa memanjakan lidahku ketika bergumul dengan kupat dan kuah dari sayur tempe yang gurih.

Hartik yang kurang menyukai makanan berkuah ini terlihat lahap dengan sate dan kupat dipiringnya. Kami berdua hanyut dalam indra pengecap masing-masing.

Setelah perut terisi dan terasa sedikit nyaman, kulajukan kembali motor menaati instruksi dari Hartik yang memelototi maps, tujuan selanjutnya adalah mencari oleh-oleh kudapan khas Jogja. Jika aku sampai kelupaan membawa kudapan satu ini, barangkali Candra tak akan percaya kalau aku baru bertandang ke Jogja. Hatiku geli sendiri membayangkannya.

Masih belum menyerah, ketika malam menunjuk pukul 21.00 kami baru menginjakkan kaki di pusat keramaian Kota Jogja, Malioboro. Kuakui tempat ini sangat padat pengunjung tetapi di saat bersamaan pula magnetnya menarikku untuk kembali.

"Besok malam kita balik Malang, Tik. Nggak kerasa ya kita plesiran udah tiga hari."

"Iya, An. Masih kayak mimpi akhirnya aku bisa pergi jauh kayak gini." Ekspresi bahagia dari wajah Hartik sangat kentara, aku pun serupa dengan Hartik. Ada perasaan bahagia sekaligus bangga, satu dari banyak mimpiku bisa kucoret.

"Suatu hari aku pengen kesini lagi, Tik."

"Hah, kamu serius ingin menemui Janu?"

Deg.. Kenapa arah pembicaraannya ke lelaki sialan itu lagi sih? Kutatap dirinya dengan raut wajah kecewaku.

"Kalau bukan untuk itu, untuk apa?"

"Ya untuk cuci mata dari jenuhnya kuliah dooong." Kujawab sekenanya sambil nyelonong pergi.

"Lagian kayak nggak pengen ke tempat lain aja. Masih banyak lo tempat indah selain Jogja, ada Bandung, Lombok, Bali, Papua bahkan kalau perlu. Sekalian biar jauh." Hartik yang berjalan di belakangku makin nglantur. Bicaranya sudah mirip emak-emak yang ngomelin anaknya karena beda pendapat.

...----------------...

Cahaya lampu dari dalam sedikit redup, aku menengok jam di tangan. Pantas, sudah hampir jam 11 malam. Mungkin Nilam sudah tertidur, untung kami membawa kunci rumah, tak perlu berisik membangunkannya. Motor kuparkir ke dalam rumah setelah pintu terbuka sempurna.

Kulangkahkan kaki pelan menuju kamar takut Nilam terbangun. Langkahku tertahan ketika kulihat ruang di sebelah setengah terbuka, tanganku memegang gagang pintu kayu itu, kubuka sedikit lagi. Pandanganku menyapu seluruh ruang berukuran 3x3 itu, tak ada penghuninya. Nilam tak ada di kamar. Kemana dia?

"Ada apa, An?" Hartik ikut melongok ke dalam kamar Nilam mengikuti gerakanku.

"Nggak, Tik. Kupikir Nilam tidur, ternyata kosong. Tadi pintunya kebuka."

"Yaudah, ayo ke kamar! Dia keluar sama Yuda kali." Kutinggalkan kamar Nilam tanpa menutup pintunya.

Aku dan Hartik sudah berada di ruang yang mungkin terakhir kami tiduri karena besok kami akan menikmati sensasi tidur di gerbong kereta. Ponselku berdering bersamaan ketika tubuhku mendarat di kasur.

"Halooo. Anara di sini." Suara tawa terdengar dari seberang sana. Suara yang seperti candu bagiku.

Episodes
1 Puspa Indah
2 Anara Reswari
3 Satu Fakta di Solo
4 Assalamualaikum Jogja Part 1
5 Assalamualaikum Jogja Part 2
6 Dasar Bodoh
7 Meet You Again
8 Kota Malang: Menanti Penjelasan
9 Kejadian di Rumah Candra
10 Masihkah Sama?
11 Siapa?
12 Menyakiti Hatinya
13 Janji
14 Hujan dan Ciuman
15 Happy New Year
16 Kalumpe
17 Tersedak
18 Perfect 'Bryan' Playboy
19 Cemburu
20 Gorden
21 Dia Berbeda
22 Keluarga Abah Kayaat
23 Pagi Ini
24 Gara-Gara Dress
25 Nomor Tak Dikenal
26 Perjalanan Pulang
27 Baikan
28 Melepas Rindu
29 Makan Siang
30 Ingin Jujur
31 Rencana Berlima
32 Sebuah Kebohongan
33 Bertemu Mantan Anara
34 Pantas Saja
35 Pahitnya Kejujuran
36 Swara
37 Kebiasaan Tetangga
38 Berpisah Sementara
39 Menabung Rindu
40 Bekas Lipstik
41 Mellow
42 Sudah Tau?
43 Beda Keyakinan
44 Jalan Masing-Masing
45 Buat Apa?
46 Asal Bisa Masak
47 Mi Instan
48 Terdampar Berdua
49 Nafkah Batin
50 Hampir Saja
51 Sebuah Foto
52 Menyesal
53 Nyanyian dari Dapur
54 Dasar Kadal
55 Bisa Gila
56 Kembang Cinta
57 Menolak tapi Menerima
58 Dilema Candra
59 Curhat
60 Menerka-nerka
61 Amplop Putih
62 Rahasia Hati
63 Nama Aron
64 Surat Balasan
65 Hilang Mahkota
66 Salah Niatan
67 Minta Putus
68 Seminggu Lagi
69 Menuju Tunangan
70 Kejujuran Anara
71 Kebaya Maroon
72 Ikat Rambut
73 Dia Pemenangnya
74 Malam Pertunangan
75 Malam Minggu
76 Menikmati LDR
77 Bryan dan Caroline
78 Dua Bulan
79 Ada Apa?
80 Petuah Hartik
81 Aku Ikhlas
82 Kehilangan
83 Kedatangan Bryan
84 Dalam Dekapan Bryan
85 Undangan Pernikahan
86 Penguatan Dari Bryan
87 Bantu Aku Lupakan Candra! (Ending)
88 Info sekuel karya
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Puspa Indah
2
Anara Reswari
3
Satu Fakta di Solo
4
Assalamualaikum Jogja Part 1
5
Assalamualaikum Jogja Part 2
6
Dasar Bodoh
7
Meet You Again
8
Kota Malang: Menanti Penjelasan
9
Kejadian di Rumah Candra
10
Masihkah Sama?
11
Siapa?
12
Menyakiti Hatinya
13
Janji
14
Hujan dan Ciuman
15
Happy New Year
16
Kalumpe
17
Tersedak
18
Perfect 'Bryan' Playboy
19
Cemburu
20
Gorden
21
Dia Berbeda
22
Keluarga Abah Kayaat
23
Pagi Ini
24
Gara-Gara Dress
25
Nomor Tak Dikenal
26
Perjalanan Pulang
27
Baikan
28
Melepas Rindu
29
Makan Siang
30
Ingin Jujur
31
Rencana Berlima
32
Sebuah Kebohongan
33
Bertemu Mantan Anara
34
Pantas Saja
35
Pahitnya Kejujuran
36
Swara
37
Kebiasaan Tetangga
38
Berpisah Sementara
39
Menabung Rindu
40
Bekas Lipstik
41
Mellow
42
Sudah Tau?
43
Beda Keyakinan
44
Jalan Masing-Masing
45
Buat Apa?
46
Asal Bisa Masak
47
Mi Instan
48
Terdampar Berdua
49
Nafkah Batin
50
Hampir Saja
51
Sebuah Foto
52
Menyesal
53
Nyanyian dari Dapur
54
Dasar Kadal
55
Bisa Gila
56
Kembang Cinta
57
Menolak tapi Menerima
58
Dilema Candra
59
Curhat
60
Menerka-nerka
61
Amplop Putih
62
Rahasia Hati
63
Nama Aron
64
Surat Balasan
65
Hilang Mahkota
66
Salah Niatan
67
Minta Putus
68
Seminggu Lagi
69
Menuju Tunangan
70
Kejujuran Anara
71
Kebaya Maroon
72
Ikat Rambut
73
Dia Pemenangnya
74
Malam Pertunangan
75
Malam Minggu
76
Menikmati LDR
77
Bryan dan Caroline
78
Dua Bulan
79
Ada Apa?
80
Petuah Hartik
81
Aku Ikhlas
82
Kehilangan
83
Kedatangan Bryan
84
Dalam Dekapan Bryan
85
Undangan Pernikahan
86
Penguatan Dari Bryan
87
Bantu Aku Lupakan Candra! (Ending)
88
Info sekuel karya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!