Calon Suami?

"Assalamualaikum pak Afif!"

Ucapan salam dari seorang pemuda yang berada di balik punggung Afif, membuatnya terperanjat seketika. Ia membalikkan badannya kemudian menyunggingkan senyum tatkala melihat ada sesosok pemuda tampan berdiri di hadapannya.

"Waalaikumsalam... Pak..."

Rama tersenyum simpul. Ia julurkan lengan tangannya bermaksud untuk menyalami Afif. Uluran tangan Rama pun mendapat balasan dari Afif.

"Rama. Rama Gilang Pradana!"

"Aaahhhhh... Pak Rama? Perkenalan, nama saya Afif, Pak."

Rama menyunggingkan senyum. Ia menarik kursi yang berada di hadapan Afif, dan mulai mendaratkan bokongnya di sana. "Maaf pak Afif, apakah bisa jika pak Afif tidak memanggil saya dengan bapak? Saya masih lajang, Pak!"

Afif terkekeh pelan. "Mashaallah, ternyata mas Rama ini belum menikah ya? Saya kira sudah berkeluarga."

Rama juga ikut tertawa renyah. "Sudah berikhtiar namun sepertinya Allah belum mengizinkan saya untuk bertemu dengan jodoh saya, Pak!"

Afif melihat dengan lekat wajah pemuda yang ada di hadapannya ini.

Aaahhh... Kalau saja El belum memiliki rencana menikah dengan Diko, aku pasti akan memperkenalkan keponakanku itu dengan pemuda tampan dan sopan yang ada di depanku ini. Tidak hanya tampan dan sopan. Lelaki ini sepertinya juga sholeh.

"Pak, pak Afif!"

Rama melambaikan tangannya di depan wajah Afif. Afif yang sebelumnya larut dalam pikirannya, seketika terkesiap dan mulai meraih kesadarannya.

"Eh, i-iya Mas... Maaf saya sedikit keheranan, melihat pemuda yang tampan, sopan, dan sukses dengan bisnis kafe dan resto seperti ini tapi belum berkeluarga."

Rama tersenyum simpul. "Mungkin Allah belum mempercayai saya untuk bisa menjadi seorang imam yang baik untuk istri dan juga anak-anak saya nanti Pak, jadi sampai saat ini saya masih melajang." Rama menghela nafas panjang kemudian perlahan ia hembuskan. "Oh iya, apa ada yang bisa saya bantu Pak?"

"Begini mas Rama. Saya dengar usaha kafe milik mas Rama yang ada di Jogja begitu berkembang pesat. Hal itu dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang datang ke kafe milik mas Rama yang banyak didominasi oleh para kaum milenial. Saya ingin belajar banyak dari mas Rama, sehingga usaha kafe yang saya geluti juga bisa sukses seperti milik mas Rama."

Rama tersenyum simpul mendengar penuturan Afif. "Pak, untuk kafe yang ada di Jogja itu semua bukanlah milik saya. Itu semua adalah milik ayah saya. Saya hanya membantu beliau untuk membuat konsep dan desain kafe yang sesuai dengan tren anak muda saat ini."

"Benarkah seperti itu? Lalu, ayah mas Rama itu siapa? Dan mengapa nama mas Rama lah yang jauh lebih terkenal sebagai pemilik kafe yang ada di Jogja bukan ayah mas Rama sendiri?"

"Ayah saya Arjuna Rahmanu Wijaya, Pak. Beliau lah yang sedari awal merintis usaha kafe yang saat ini tengah hits di kota Jogja."

"Mashaallah.. Jadi pak Arjuna itu adalah ayah mas Rama."

Rama terkekeh pelan. "Tepatnya ayah sambung, Pak. Karena ayah Juna menikah dengan bunda saya." Rama sedikit menjeda ucapannya. "Nah, karena kedua adik saya perempuan semua, maka dari itu ayah Juna memberikan amanah kepada saya untuk mengelola kafe yang ada di Jogja. Sedangkan kafe yang benar-benar milik saya baru ada satu."

Afif mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lalu saat ini pak Arjuna sibuk apa Mas?"

Rama terkekeh. "Ayah Juna hanya sesekali mengecek langsung keadaan kafe. Saat ini beliau lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Kata beliau, di hari tuanya ini, beliau ingin menghabiskan sisa waktunya untuk bermesra-mesraan dengan bunda. Sehingga untuk semua urusan yang berhubungan dengan relasi bisnis, ayah Juna menyerahkan sepenuhnya kepada saya."

Afif ikut terkekeh mendengarkan ucapan pemuda di depannya ini. "Mashaallah... Ternyata pak Arjuna begitu mencintai istrinya ya Mas."

Hati Rama selalu menghangat jika mengingat semua perlakuan istimewa sang ayah yang diberikan kepada bundanya. Semua rasa cinta yang dimiliki oleh sang ayah untuk sang bunda yang menjadi pedoman hidup bagi Rama sendiri dalam memperlakukan seorang wanita. Apalagi untuk wanita yang kelak akan menjadi istrinya.

"Itu semua karena ayah Juna selalu berpegang pada prinsip bahwa di balik kesuksesan seorang suami, ada doa-doa tulus yang setiap malam dilangitkan oleh wanita bergelar istri untuk suaminya, Pak. Karena hal itulah yang membuat ayah Juna begitu mencintai bunda saya. Bahkan sampai di usia mereka saat ini, keromantisan mereka tidak luntur sedikitpun."

Afif berdecak kagum. "Mashaallah... Saya benar-benar terharu mendengar sebuah cerita cinta sepasang suami istri yang masih tetap hangat meskipun usia mereka sudah tidak lagi muda, Mas. Padahal kita sebagai laki-laki tahu, bahwa di akhir zaman seperti ini di luar sana banyak sekali keindahan-keindahan semu yang disajikan, namun semoga masih banyak lelaki bergelar suami yang tetap berpegang teguh pada kesetiaan terhadap keluarganya ya Mas. Sama seperti ayah mas Rama."

"Aamiin ya rabbal alamiin.. Semoga kita juga termasuk salah satunya ya Pak." Rama sedikit mengernyitkan dahi. "Astaghfirullah.. Mengapa kita jadi membahas percintaan ayah dan juga bunda saya ya Pak?"

Afif terkekeh. "Itu sepertinya karena kisah cinta pak Arjuna Rahmanu Wijaya dan ibu Widya Larasati bisa menjadi inspirasi, Mas. Semoga kisah cinta mas Rama dan istrinya kelak, juga bisa menjadi inspirasi untuk kita semua."

Rama terkekeh pelan. "Aamiin. Oh iya Pak, jika pak Afif benar-benar ingin meminta bantuan saya dalam membuat konsep dan desain kafe yang kekinian, inshaallah nanti akan saya bantu Pak."

Afif tersenyum lebar. Ia seperti mendapatkan sebuah peluang emas untuk bisa menggandeng pemuda ini dalam mengembangkan bisnis kafenya. "Alhamdulillah... Terimakasih banyak mas Rama."

Rama mengangguk. "Sama-sama pak Afif!"

***

Hawa dingin yang keluar dari pendingin ruangan ini, membuat mata Ellana terasa semakin berat. Meski di luar sana sang mentari begitu maksimal mentransfer energi panasnya, dan membuat hari ini begitu cerah namun itu semua tidak dapat menghilangkan rasa kantuk yang teramat mendera di rasakan oleh wanita berusia 28 tahun itu. Semalam kualitas tidurnya begitu buruk. Berkali-kali ia mencoba untuk memejamkan mata, namun tetap saja tidak bisa. Alhasil sampai pagi, matanya tidak jua terpejam. Dan pada akhirnya, matanya nampak memerah dan terdapat semburat lingkaran hitam di sekitar matanya.

Jemari Ellana terlihat menari-nari di atas keyboard laptop yang berada di hadapannya. Ia terlihat tengah fokus dengan beberapa e-mail mengenai tawaran yang masuk untuk menggunakan jasa properti yang dijalankannya.

Mengikuti jejak sang papa, Ellana juga menggeluti pekerjaan yang tidak jauh dari bidang properti. Di tempat ia kerja saat ini merupakan perusahaan yang didirikan oleh ayah Diko. Di tempat inilah, sejak tiga tahun yang lalu Ellana mengasah kemampuannya agar bisa sukses seperti kesuksesan sang papa.

Ujung secarik kertas dari dalam notebook, membuat perhatian Ellana terusik. Ia tarik ujung kertas itu dan terlihat sebuah tulisan yang kemarin diberikan oleh putra pemilik resto yang kemarin ia temui. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Meskipun ia tidak pernah paham akan jalan takdir hidup manusia, namun tulisan di secarik kertas itu membuatnya sedikit lebih tenang.

"Eh, kalian tahu tidak kalau si Mia muntah-muntah di toilet? Satu minggu terakhir ini, aku sering melihat dia muntah-muntah di pagi hari seperti ini."

"Hmmmm kira-kira dia kenapa ya? Jangan-jangan dia hamil?"

"Masa hamil? Kalau memang benar hamil, lalu siapa ya yang menghamilinya?"

"Aaahhh.. Aku juga tidak tahu. Sudah lah, jangan sering ikut campur urusan orang lain!"

Kasak-kusuk yang terdengar di telinga Ellana, membuat wanita berusia 28 tahun itu menghentikan aktivitas jemarinya. Dahinya sedikit mengerut mencoba mencerna ucapan dari beberapa rekan kerjanya ini. Apa memang benar yang mereka ucapkan? Bahwa saat ini Mia tengah hamil? Jika memang sampai itu yang terjadi, itu artinya Mia dan Diko sudah lama bermain serong di belakangnya.

Mia terlihat melintasi depan ruangan Ellana. Sekilas, wajah Mia memang terlihat pucat dan tubuhnya juga terlihat begitu lemas. Ia memasuki ruangannya dan tak selang lama disusul oleh Diko.

El menghela nafas dalam kemudian ia hembuskan perlahan. "Sepertinya aku tidak bisa lagi bekerja di sini. Bekerja satu tempat dengan sahabat dan kekasih yang berkhianat membuat dadaku terasa semakin sesak saja. Ya, aku harus kembali ke Jogja."

El kembali fokus di layar laptopnya. Iseng, ia membuka galeri foto yang tersimpan di dalam laptopnya. Foto dirinya dan kedua sahabatnya, Nana dan Mia masih tersimpan rapi di sana. Terlebih saat-saat masa SMA mereka. Senyum kecut pun terbit di bibir ranum Ellana. "Ternyata, cinta bisa menghancurkan semuanya, ya. Tidak aku kira, jika saat ini hanya tinggal Nana yang menjadi teman terbaikku."

***

Sore hari ini, Rama terlihat melangkahkan kakinya keluar dari salah satu pusat perbelanjaan di kota ini. Di kedua tangannya telah tertenteng beberapa eco bag berwarna hijau.

Pemuda tampan itu sengaja memakai eco bag tentunya untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang memiliki dampak kurang baik terhadap lingkungan. Kantong plastik yang tidak masuk ke tempat pembuangan sampah atau pabrik daur ulang berisiko mengalami degradasi foto (paparan cahaya yang melepaskan partikel polimer beracun), tertelan makhluk hidup (100.000 mamalia tiap tahun), atau polusi (10 persen dari semua garis pantai). Sehingga dengan memakai eco bag seperti ini dapat mengurangi jumlah kantong plastik yang masuk ke lingkungan.

Di dalam eco bag itu telah tersimpan beberapa kebutuhan sehari-hari. Seperti minyak, gula, beras, makanan kaleng, dan mie instan. Sudah menjadi kebiasaannya di akhir bulan seperti in, ia membeli barang-barang kebutuhan pokok. Yang pasti akan ia gunakan sebagai bonus bulanan untuk para karyawan di resto.

Rama membuka bagasi. Perlahan, ia letakkan satu persatu eco bag berisi kebutuhan pokok itu ke dalam bagasi mobil. Setelah semua tersimpan rapi di dalam bagasi, ia bermaksud kembali ke resto tentunya untuk ia bagikan kepada karyawan di sana sekaligus memberikan hak para karyawan di setiap bulan.

Dug... dug... dug...

"Aaawwwwww....."

"Rasakan kamu El! Ini balasan atas apa yang sudah kamu perbuat terhadapku. Kemarin kamu telah mempermalukan aku di depan pengunjung resto itu. Kini saatnya aku membalas semuanya!"

Dahi Rama sedikit mengernyit tatkala mendengar suara gaduh dari arah depan mobilnya. Gegas, ia menutup bagasi mobil dan kemudian berjalan menuju ke arah kegaduhan itu. Rama membelalakkan matanya tatkala melihat tubuh wanita yang tak lain adalah El sudah berada di atas front bumper mobil miliknya. Di sana, rambut wanita itu dijambak-jambak oleh lawan bicaranya.

"Dasar wanita murahan. Menyesal aku menjadikanmu sahabatku, Mi!" El kemudian melirik ke arah lelaki yang berdiri di samping Mia. "Dan kamu juga Ko. Kamu tidak jauh berbeda dengan para pecund*ng yang berada di luar sana. Semua perbuatanmu itu sungguh menjijikkan sekali!"

"Tutup mulutmu El! Tidak sepantasnya kamu menyalahkan aku atas apa yang aku lakukan. Ini semua juga karena kesalahanmu yang tidak bisa menyenangkan aku!"

"Cih, kamu benar-benar lelaki brengs*k Ko! Bisa-bisanya kamu berselingkuh dengan sahabatku sendiri sampai dia hamil se...."

"Cukup El. Atau kamu mau aku tampar, hah!"

Ellana tersenyum sinis. "Tampar aku Ko! Tampar!"

Lelaki bernama Diko itu mengayunkan tangannya ke atas. Rahangnya mengeras seolah menahan amarah yang memuncak. Ia berancang-ancang untuk menampar wanita yang sudah terlihat sangat kacau di hadapannya itu.

Ketika tangan Diko hampir mengayun ke bawah untuk mengenai pipi Ellana yang sudah memerah karena sebelumnya ia juga mendapatkan tamparan dari Mia, tiba-tiba...

Hap....

Ketiga orang yang sedang berseteru itu sama-sama tertegun tatkala melihat ada sebuah tangan yang kokoh mencekal tangan Diko.

"Tidak sepantasnya Anda berbuat kasar terhadap seorang wanita. Wanita ini bukan lawan Anda. Jika sampai Anda memukul wanita ini, sama saja Anda adalah seorang banci, yang hanya berani memukul makhluk lemah bernama wanita!"

Diko terperangah. "Siapa kamu? Punya hak apa kamu mencampuri urusanku, hah!"

Mata El terbelalak. Ia sedikit terkejut karena kembali dipertemukan lagi dengan Rama. Namun entah apa yang terjadi, kehadiran pemuda inilah yang membuatnya sedikit lebih tenang.

Rama tersenyum miring sembari berdecih. "Anda ingin tahu siapa saya? Perkenalkan, saya Rama. Calon suami Ellana!"

.

.

. bersambung....

Hai-hai para pembaca tersayang... Terimakasih banyak sudah berkenan singgah ke cerita Bingkai Surga ini ya kak.. jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like juga komentar di setiap episodenya ya. dan bagi yang punya kelebihan poin bolehlah kalau mau disumbangin ke author dengan klik bunga atau yang lainnya. jika punya tiket vote boleh juga jika ingin disumbangin ke author, hihiihii. dan jika menurut kakak-kakak cerita ini menginspirasi, boleh juga jika di share kepada teman-teman kakak semua..🤗🤗

Happy reading kakak..

Salam love, love, love❤️❤️❤️

🌹Tetaplah yakin setiap cerita yang ditulis sepenuh hati, akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca🌹

Terpopuler

Comments

Dede Ruri Purdiawati

Dede Ruri Purdiawati

seru thor, aq ksh bunga deh

2022-07-10

0

Satriawanty Meitridwi Irwansyah

Satriawanty Meitridwi Irwansyah

💋💋💌💘💝💖💗💓💞💕💟❣❤🧡💛💚💙💜🤎🤍

2021-12-14

0

Uswatun Khasanah

Uswatun Khasanah

gila baru sakit hati d hinatiin. d selingkuhan .d lamar langsung wihhhh kerennn km ram.

2021-08-13

0

lihat semua
Episodes
1 Awal Pertemuan
2 Ganti Rugi
3 Cinta pada Pandangan Pertama?
4 Calon Suami?
5 Duduk Berdua di Taman
6 Lebih Dekat
7 Mengantar Pulang
8 Rencana
9 Tak Terduga #1
10 Tak Terduga #2
11 Mabuk Darat
12 Hutang Budi?
13 Pulang ke Kota Kita
14 Dikira Calon Kakak Ipar
15 Bermalam
16 Di Sepertiga Malam
17 Pagi yang Hangat
18 Pulang
19 Lamaran Dadakan?
20 Beri Aku Sedikit Waktu
21 Sahabat
22 Lelaki yang Sama
23 Harus Bagaimana?
24 Haruskah Mengalah?
25 Titik Terang
26 Hati yang Patah
27 Menanti Sebuah Jawaban
28 Menepi di Warung Bakmi
29 Ragu?
30 Luruh Sudah Keraguan Itu
31 Hati yang Ikhlas
32 Besok Malam
33 Kepiting Rebus
34 Persiapan
35 Tim Hore Lamaran (Spesial Part)
36 Pagi Hari di Kediaman RamaEl
37 Berkunjung ke Kafe
38 Nyore di Rooftop Kafe
39 Di Depan bukan di Samping
40 H-3
41 Akad Nikah
42 Kondangan Lagi.... (Spesial Part #1)
43 Kondangan Lagi... (Spesial Part #2)
44 Bukan Perpisahan
45 Membelah Buah Peach
46 Panas di Hawa Dingin
47 Balada Sambal Tomat dan Ayam Goreng
48 Masih Hangat
49 Rencana Bulan Madu
50 Mas... Aku Ingin
51 Pinus Pengger
52 Sebuah Janji
53 Cilok
54 Undangan Sang Mantan
55 Hari Lahir
56 Kondangan Mantan
57 Manja
58 Angkringan, Nasi Kucing dan Sate Usus
59 Sudut Jogja dan Surabaya
60 Penyempurna Kehidupan
61 Kehormatan yang Tercabik
62 Segores Ujian
63 Mencari Petunjuk
64 Balasan
65 Alam yang Berbeda
66 Membuka Mata
67 Hangat
68 Kamu Tidak Sendiri
69 Kembali ke Rumah Kita
70 Obrolan Pagi
71 Tetangga Istimewa
72 Poligami
73 Satu Mangkuk Bakso
74 Kembalinya Nana
75 Menikah
76 Di Mana Kamu Mas?
77 Malam Pengantin
78 Masih Tentang Pengantin Baru
79 Terbelenggu Rindu
80 Memecah Celengan Rindu
81 Isi Hati
82 Kejutan (Alan & Nana)
83 Bahagia
84 Bumbu Cinta
85 Bianglala
86 Waktunya Berbuka
87 Berjalan Kembali
88 Papa Muda
89 Perihal Madu
90 Pintu Maaf
91 Pintu Maaf #2
92 Bertemu Relasi
93 Wanita Itu....
94 Balada Martabak Manis
95 Menyusul
96 Garis Merah
97 Tiga Telur
98 Tentang Suami yang Tengah Ngidam
99 Kembalinya Nikmat Itu
100 Kalah Telak
101 Melahirkan
102 Ikut Melahirkan Juga
103 Lima Malaikat Kecil
104 Es Krim
105 Kuda
106 Telur Bebek
107 Bingkai Surga untuk Ellana (End)
108 Ucapan Terimakasih
109 Cahaya Cinta untuk Seroja
Episodes

Updated 109 Episodes

1
Awal Pertemuan
2
Ganti Rugi
3
Cinta pada Pandangan Pertama?
4
Calon Suami?
5
Duduk Berdua di Taman
6
Lebih Dekat
7
Mengantar Pulang
8
Rencana
9
Tak Terduga #1
10
Tak Terduga #2
11
Mabuk Darat
12
Hutang Budi?
13
Pulang ke Kota Kita
14
Dikira Calon Kakak Ipar
15
Bermalam
16
Di Sepertiga Malam
17
Pagi yang Hangat
18
Pulang
19
Lamaran Dadakan?
20
Beri Aku Sedikit Waktu
21
Sahabat
22
Lelaki yang Sama
23
Harus Bagaimana?
24
Haruskah Mengalah?
25
Titik Terang
26
Hati yang Patah
27
Menanti Sebuah Jawaban
28
Menepi di Warung Bakmi
29
Ragu?
30
Luruh Sudah Keraguan Itu
31
Hati yang Ikhlas
32
Besok Malam
33
Kepiting Rebus
34
Persiapan
35
Tim Hore Lamaran (Spesial Part)
36
Pagi Hari di Kediaman RamaEl
37
Berkunjung ke Kafe
38
Nyore di Rooftop Kafe
39
Di Depan bukan di Samping
40
H-3
41
Akad Nikah
42
Kondangan Lagi.... (Spesial Part #1)
43
Kondangan Lagi... (Spesial Part #2)
44
Bukan Perpisahan
45
Membelah Buah Peach
46
Panas di Hawa Dingin
47
Balada Sambal Tomat dan Ayam Goreng
48
Masih Hangat
49
Rencana Bulan Madu
50
Mas... Aku Ingin
51
Pinus Pengger
52
Sebuah Janji
53
Cilok
54
Undangan Sang Mantan
55
Hari Lahir
56
Kondangan Mantan
57
Manja
58
Angkringan, Nasi Kucing dan Sate Usus
59
Sudut Jogja dan Surabaya
60
Penyempurna Kehidupan
61
Kehormatan yang Tercabik
62
Segores Ujian
63
Mencari Petunjuk
64
Balasan
65
Alam yang Berbeda
66
Membuka Mata
67
Hangat
68
Kamu Tidak Sendiri
69
Kembali ke Rumah Kita
70
Obrolan Pagi
71
Tetangga Istimewa
72
Poligami
73
Satu Mangkuk Bakso
74
Kembalinya Nana
75
Menikah
76
Di Mana Kamu Mas?
77
Malam Pengantin
78
Masih Tentang Pengantin Baru
79
Terbelenggu Rindu
80
Memecah Celengan Rindu
81
Isi Hati
82
Kejutan (Alan & Nana)
83
Bahagia
84
Bumbu Cinta
85
Bianglala
86
Waktunya Berbuka
87
Berjalan Kembali
88
Papa Muda
89
Perihal Madu
90
Pintu Maaf
91
Pintu Maaf #2
92
Bertemu Relasi
93
Wanita Itu....
94
Balada Martabak Manis
95
Menyusul
96
Garis Merah
97
Tiga Telur
98
Tentang Suami yang Tengah Ngidam
99
Kembalinya Nikmat Itu
100
Kalah Telak
101
Melahirkan
102
Ikut Melahirkan Juga
103
Lima Malaikat Kecil
104
Es Krim
105
Kuda
106
Telur Bebek
107
Bingkai Surga untuk Ellana (End)
108
Ucapan Terimakasih
109
Cahaya Cinta untuk Seroja

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!