Vivian sangat menikmati liburan nya bersama Ayahnya dan tentu saja Max juga ikut serta. Ia bahkan tidak menyangka Ayahnya mau diajak bermain berbagai macam permainan. Bahkan terlihat Ayahnya lebih menikmati setiap permainan dibandingkan dirinya. Bagaimana dengan Max? Tentu saja ia hanya mengikuti kemana nona muda dan Tuannya mengajaknya. Sesekali ia ikut bermain namun lebih banyak ia menolak.
Drrtt..drrrtt
Terdengar bunyi ponsel dari saku Jordan. Ia lalu mengeluarkan ponselnya lalu melihat bahwa yang menelpon nya adalah salah satu bawahannya.
"Hallo." Begitu Jordan mengangkat panggilan itu dan berjalan menjauh dari Vivian dan Max.
...............
"Baiklah, aku segera kesana." Ucap Jordan lalu menutup panggilan itu setelah mendengar apa yang disampaikan bawahannya.
"Vi, maafkan ayah. Mendadak ada pekerjaan yang harus ayah selesaikan." Ucap Jordan dengan nada menyesal karena tidak bisa menemani putrinya bermain lebih lama.
"Baiklah ayah, kita pulang sekarang." Usul Vivian dengan wajah datar.
"Tidak tidak, biarkan Max menemani mu, ayah akan pulang bersama supir. Sebentar lagi ia akan datang." Ujar Jordan menahan putrinya untuk melangkah.
"Max kau temani dan jaga putri ku." Ucap Jordan memberi perintah.
"Baik Tuan." Max mengiyakan perintah dari tuan nya.
Jordan pun beranjak dari tempat itu menuju pintu keluar setelah memberi kecupan sekilas di kening putrinya.
"Apa dia bisa diajak bersenang-senang?" batin Vivian dalam hati ketika ayahnya sudah pergi dan tinggal ia dan Max disana.
"Apa kau ragu dengan ku nona? apa kau takut aku tidak bisa menemani mu bersenang-senang?" tanya Max bertubi-tubi pada nona mudanya seolah ia tahu isi pikirannya sambil memasang ekspresi yang sengaja dibuat genit. Vivian hanya diam menatap kesal bawahan ayahnya itu, pasalnya sedari tadi Vivian tahu Max hanya diam dan mengikuti saja kemana pun mereka pergi. Max yang melihat nona muda nya itu masih diam dan memandanginya dengan tatapan kesal pun melanjutkan aksinya untuk mengerjai Vivian. Kapan lagi bisa mengerjainya.
"Bahkan jika kau mau aku bisa membuatmu berteriak meminta lebih atau memohon ampun." Ucap Max kembali tetap dengan ekspresi genitnya sambil meraih tangan Vivian dan mendekatkan wajahnya pada wajah Vivian.
"Ayah." Teriak Vivian melepaskan tangannya dari genggaman Max dan lari dari hadapan Max. Max yang melihat itu hanya tertawa kecil dan jujur saja saat wajahnya mendekati wajah Vivian tadi ia tersadar kalau Vivian ternyata benar-benar cantik dan hal itu membuat jantungnya berdetak cepat dan tidak karuan. Max tidak ingin ketinggalan kesempatan ia pun lalu mengejar nona muda nya sambil sengaja berteriak mengucapkan kalimat-kalimat yang aneh untuk mengerjai nona muda nya seperti kalimat "Kau mau besenang-senang disini atau ditempat lain" atau "Ayolah nona jangan lari terus nanti kau lelah duluan sebelum memulainya".
Vivian sebenarnya tahu bahwa Max tidak mungkin berani melakukan hal semacam itu padanya tapi tetap saja ia adalah gadis remaja beranjak dewasa yang mengerti setiap kalimat yang Max ucapkan dan tentunya merasa malu mendengarnya.
"Hentikan paman kata-kata mu sangat menjijikan." Ucap Vivian ketika ia menghentikan larinya karena merasa sudah sangat lelah.
Max yang melihat hal itu pun tidak ingin kehilangan kesempatan. Ia lalu menghampiri dan memeluk Vivian erat membuat yang dipeluk terkejut, ingin meronta lepas tapi tidak bisa karena tubuh Max yang kekar memeluknya dengan erat. Satu kata yang mewakili perasaan Max yaitu "Nyaman".
"Paman lepaskan aku." Ucap Vivian berusaha untuk melepaskan pelukan Max.
"Sebentar lagi Vi." Ucap Max yang malah semakin mengeratkan pelukannya. Ia tidak tahu mengapa ia bisa senyaman ini padahal selama ini baginya Vivian hanya gadis kecil yang selalu ia jaga dan ia lindungi. Tapi hari ini ia menyadari ada perasaan lebih dari itu.
"Vi, berhentilah memanggilku paman atau panggil aku paman hanya ketika kita didepan ayahmu." Max meminta kepada Vivian masih dalam keadaan memeluknya.
Vivian hanya mengangguk dengan jantungnya yang berpacu cepat. Dan dengan refleks ia mengusap-usap punggung kekar Max dan membalas pelukan Max, membuat Max semakin nyaman.
Tanpa mereka ketahui ada sepasang mata yang menatap tajam kearah mereka. Bukan Jordan melainkan Raymond. Yah, Raymond memutuskan untuk datang ke taman bermain tempat Vivian dan ayahnya beserta Max berada setelah mengetahui dari Jiro. Ketika baru sampai ia melihat Jordan yang pergi meninggalkan taman bermain itu dengan menaiki mobil. Ia pun memutuskan untuk masuk dan mencoba mencari keberadaan Vivian, ia berniat untuk menghampiri nya jika sudah menemukannya. Namun yang ia dapat malah kenyataan pahit ia melihat Vivian sedang berkejaran dengan Max yang berujung dengan adegan pelukan.
Tangan nya mengepal kuat seakan Max sudah menyentuh miliknya. Matanya memerah karena amarah, membuat beberapa orang yang melihatnya ketakutan dan menghindarinya. Ia melangkah dengan pasti mendekati Vivian dan Max yang masih nyaman berpelukan. Namun langkah nya terhenti saat merasa tangannya dicekal oleh seseorang. Ia berbalik dan ternyata yang melakukan itu adalah Jiro.
"Tuan, jangan. Paling tidak jangan sekarang. Kau harus bersabar dan berusaha jika ingin mendapatkan nona Vivian." Ucap Jiro berusaha menenangkan Tuan nya.
"KAU TAHU APA HAH?" teriak Raymond kepada Jiro seolah sedang meluapkan amarahnya.
"Aku mungkin tidak tahu apa-apa tuan, tapi yang aku tahu jika Tuan mendekati nona Vivian dengan cara seperti ini dan menyerang laki-laki yang sedang bersamanya maka itu akan meninggalkan kesan buruk untuk nona Vivian." Ucap Jiro dengan nada setenang mungkin. Dan..
"BUKKK" Jiro mendapat tinju dari Raymond disalah satu pipinya membuatnya mengerang kesakitan. Namun ia tetap bersabar. Ia sudah tahu seperti apa Tuannya itu tidak ada yang bisa menghentikan apapun niat dan kemauan tuannya. Namun Jiro juga tidak ingin melihat imej Tuannya rusak didepan gadis pujaannya. Apalagi ini untuk pertama kalinya Tuannya tertarik pada seorang gadis. Setelah meninju Jiro, Raymond pergi begitu saja meninggalkan Jiro yang masih kesakitan dan masuk kemobil.
Jiro yang melihat itu segera menyusul Tuannya walau masih merasa sakit di pipinya. Ia lalu masuk kebagian kemudi dan tanpa bertanya ia pun melajukan mobilnya dan pergi dari tempat itu.
"Pergilah kerumah sakit dan obati memar mu itu." Ujar Raymond memberi perintah pada Jiro. Walau sedang dalam mode marah tapi tetap saja Raymond masih punya rasa kemanusiaan apalagi terhadap Jiro orang yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
"Baik tuan." Jawab Jiro, ia lebih baik tidak banyak bicara atau membantah dulu karena ia tahu betul sifat Tuannya ketika sedang marah. Sedang tidak marah saja tidak suka dibantah apalagi ketika sedang marah. Bukan takut hanya baginya lebih baik tidak mencari masalah dengan Tuannya.
"Kau akan menjadi milikku gadis kecil." Gumam Raymond menekan setiap katanya lalu menampilkan seringai tipis khasnya. Apa yang ia inginkan harus ia dapatkan baik dengan cara halus ataupun kasar.
^^^~Sekian dulu yah.^^^
^^^Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar dan juga like nya~^^^
...*Terima Kasih*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Emak Femes
Hai Vivian
mamak hadir disini 👋👋
2021-06-29
1
Sukhet 'Alaz
Fix keren banget...
2021-06-10
1
Sinho
nyicil dulu bacanya Thor...like mendarta buatmu...
2021-05-17
1