Pacar Kala (1)

Siang ini, Kala meminta Bimo untuk menemaninya makan siang di kantin bersama Gladis.

Sambil menunggu makanannya datang, mereka berbincang-bincang ringan, lebih tepatnya peran Bimo sebagai kompor.

"Kalian itu sesekali harus makan di luar atau mungkin quality time berdua kaya jalan-jalan gitu, misalnya ...," ujar Bimo.

Gladis terkekeh. "Mau makan di luar atau di kantin, toh sama-sama makan, Kak," balasnya.

"Rasional sekali pikiran lo, Dis," ucap Bimo, "lo sebagai cowok harus peka dong!" Bimo menyenggol lengan Kala dengan sikunya.

"Kapan-kapan kita pasti jalan kok," balas Kala. Ia malas sekali menanggapi perkataan Bimo yang menurutnya bisa mencuci otak sang kekasih—mungkin.

"Dengerin tuh, Dis!" tandas Bimo, "gue saksinya, awas aja kalau lo sampai bohong!" ancam Bimo. Ia menuding sahabatnya itu.

Mereka berhenti berbincang saat pesanan mereka datang. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk menyantap menu mereka masing-masing.

Kala menatap sang kekasih. "Kamu masih ada kelas?" tanya Kala. Setelah resmi berpacaran, Kala mengubah sapaannya menjadi 'aku-kamu'.

"Enggak, Kak, udah selesai," jawab Gladis.

"Mau langsung pulang?" tanya Kala.

"Mau ke perpustakaan dulu," jawab Gladis.

"Ya udah, bareng aja, gue sama Kala juga mau ke perpustakaan," sahut Bimo.

***

Mereka sudah selesai mencari buku. Bimo memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena apa yang di cari sudah ia dapatkan. Kini, tinggallah Kala dan Gladis yang baru saja keluar dari perpustakaan.

Tiba-tiba ponsel Kala bergetar. Ia tampak kesusahan saat akan mengambil ponsel di saku celananya karena buku yang berada di gendongannya lumayan banyak. "Tolong bawain dulu, ya!" pinta Kala.

Gladis pun membantu Kala untuk membawakan sebagian buku Kala.

Kala mengangkat panggilan dari kontak yang bertuliskan 'Mami'. "Assalamu'alaikum ... kenapa, Mi?" tanya Kala—to the point.

"...."

"Ini baru mau pulang."

"...."

"Di mana?"

"...."

"Oh, Dona Bakery yang di ujung Jalan Mawar?"

"...."

"Satu kotak aja?"

"...."

"Iya."

"...."

"Wa'alaikumussalam ...." Kala kembali memasukkan ponselnya di saku jeans-nya. Ia mengulurkan tangan untuk meminta bukunya yang dibawakan oleh sang kekasih.

Gladis mengembalikan buku Kala. "Kenapa, Kak?" tanya Gladis.

"Biasa ... ibu-ibu pesan brownies," tutur Kala.

Gladis memukul bahu Kala—pelan—sambil terkekeh. "Heh, ngomongnya!"

Kala terkekeh. "Kan memang ibu-ibu," ulangnya.

"Ibunya Kakak, ya?"

Kala mengangguk. "Langsung pulang?" tanya Kala.

"Enggak, barusan teman aku ngabarin kalau dia mau curhat sebentar, biasalah ... perempuan."

"Di mana?"

"Kost-an samping kampus."

Kala mengacak puncak kepala Gladis. "Pulangnya jangan sore-sore, ya! Aku pulang dulu."

Gladis memberikan senyum manisnya dan mengangguk.

***

Berulangkali suara bel rumah berbunyi.

"Jovi!" seru Tisha, "tolong buka pintunya, Sayang!" Pasalnya Tisha tengah sibuk memasak menu untuk makan malam nanti.

Jovi yang tadi sedang memberi makan ikan di halaman belakang rumahnya, kini ia berjalan menuju pintu utama. "Apa papi udah pulang? Tapi suara mobilnya kok nggak kedengaran? Biasanya juga main nyelonong aja," monolognya.

Ceklek

Sang tamu melempar senyum ramahnya kepada Jovi.

"Siapa, Sayang?!" seru sang Mami. Tisha masih berada di dapur.

"Kakak siapa?" tanya Jovi. Ia menatap gadis yang menggunakan celana bahan hitam dan blouse pink itu penuh selidik.

Tadinya Kala sedang menuruni tangga, tapi ia terhenti di tengah-tengah tangga karena terkejut saat ia melihat kehadiran pacarnya yang tak lain dan tak bukan adalah Gladis.

"Teman," jawab Kala.

"Pacar Ka—" Gladis tidak menyelesaikan kalimatnya karena ia terkejut dengan ucapan kala yang tiba-tiba datang.

Mereka berdua menjawab pertanyaan Jovi secara bersamaan.

Ketiganya terjebak dalam situasi awkward ini.

Datanglah seorang ibu rumah tangga—yang selalu mengenakan hijab simpelnya setiap hari—dari arah dapur. "Kenapa nggak diajak masuk tamunya?" tanya Tisha.

"Jadi, yang bener siapanya Kak Kala nih?" Jovi membutuhkan sebuah kejelasan.

Kala berdehem untuk membuang rasa gugupnya. "Ya, teman sekaligus pacar," jawab Kala. Kini, ia tampak tenang, tidak gugup atau apapun.

Kala membersamai langkah Maminya untuk menghampiri kedua gadis yang saling berhadapan di pintu utama.

"Kenalin, namanya Gladis, Mi," ucap Kala.

"Gladis, Tante ...." Gladis mencium punggung tangan Tisha.

Tisha menyenggol lengan putrinya menggunakan sikunya. "Ayo, kenalan!" lirih Tisha.

"Jovi," ucap Jovi. Ia menjabat tangan Gladis.

"Gladis," balas Gladis.

"Ayo, masuk dulu, Dis!" ajak Tisha.

"Nggak usah, Tante ... Gladis cuma mau balikin bukunya Kak Kala, tadi ada yang kebawa sama Gladis," terang Gladis. Gladis memberikan buku itu kepada Kala.

"Kamu nggak mau mampir dulu?" tanya Kala.

"Enggak, Kak ... udah sore, takutnya ditunggu ibu di rumah," jawab Gladis.

"Ya udah, anterin sana!" titah Tisha. Tisha menyuruh putranya untuk mengantarkan gadis yang baru saja ia kenal itu.

"Nggak usah, Tan ... Gladis bawa motor kok," sahut Gladis.

"Lihatin langitnya tuh, udah gelap gini kayanya mau mendung deh ...," ujar Tisha, "minta tolong mang Asep buat bawa motor Gladis, kamu anterin dia pakai mobil, takutnya nanti kehujanan di tengah jalan, nanti mang Asep pulangnya bareng kamu."

"Iya, Mi," balas Kala. Ia menatap sang kekasih. Ia berkata, "Kamu tunggu sebentar, ya ... aku mau ambil kunci mobil dulu."

"Eh, nggak usah, Gladis bisa pulang sendiri kok, beneran deh, Tan," tolak Gladis. Ia berusaha meyakinkan Tisha.

"Nggak ada penolakan!" tegas Kala. Pasalnya ia juga mempunyai anak gadis, tak bisa ia bayangkan bagaimana jadinya jika anak gadisnya berkeliaran di luar sana dalam keadaan akan turun hujan seperti ini.

***

"Kamu tau alamat rumahku dari mana?" tanya Kala. Pandangannya masih fokus menatap jalanan.

"Dari Kak Bimo. Tadi, aku chat Kakak juga loh, tapi Kakak nggak balas," tutur Gladis. Sebelumnya, Gladis memang telah bertukar nomor ponsel dengan Bimo.

"Iya, tadi pulang ngampus langsung tidur," jelas Kala, "kamu curhat sama temenmu baru kelar?" lanjutnya.

Gladis tertawa garing. "Gimana, ya? Perempuan kan emang gitu, Kak," tutur Gladis.

Segala topik perbincangan telah mereka keluarkan demi mengusir rasa sepi hingga mereka tiba di tempat tujuan.

Kala menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah permanen yang tidak seberapa besar itu. Gerbang setinggi dada yang memang terbuka itu memudahkan Kala untuk langsung masuk saja ke halaman rumahnya. "Oh, di sini rumah kamu?" tanya Kala.

"Iya, Kak ... kenapa? Jelek, ya?"

"Enggak, cuma memastikan aja biar kalau aku main nggak salah rumah," canda Kala.

"Kakak bisa aja ...." Gladis tersipu malu.

Kala turun dari mobilnya, ia berlari ke sisi kiri untuk membukakan pintu bagi sang kekasih.

"Terimakasih," ucap Gladis.

Keluarlah sang Ibu dari dalam rumah. "Mereka siapa, Dis?" tanyanya. Ibu itu menunjuk ke arah Kala dan Mang Asep.

Gladis menarik tangan Kala untuk mendekat ke Ibunya yang diikuti oleh Mang Asep di belakang keduanya. "Ini Kak Kala, Bu, dan itu Mang Asep," ucap Gladis. Ia memperkenalkan keduanya pada sang Ibu.

Kala dan Mang Asep menjabat tangan Ibu Gladis, lalu mereka saling berkenalan.

Bersambung ....

Jangan lupa like dan komentarnya, ya 🥰

Terpopuler

Comments

*k🎧ki€*

*k🎧ki€*

thor, jangan bilang mang Asep naksir emaknya gladis🙄😣😉🤭🤭

2021-07-17

0

Nani Evan

Nani Evan

klo gladis orang baik mending ama kala aja thor,, kaya'ny ga adil banget klo kalo kala ama jovi,masa iya di tuker gladis ama bimo,,yah walawpun kala ama jovi bukan sedarah tapi kan udah banyak cerita yang modelan kaya gitu.

2021-06-03

0

Widia Hasbi

Widia Hasbi

kok mikanya ndak ada ya thor

2021-05-30

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 73 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!