Kala dan Gladis kembali bertemu setelah sebelumnya Gladis menghubungi Kala untuk menukar kendaraannya.
"Kemarin administrasinya berapa, Kak?" tanya Gladis.
"Nopek ceng," jawab Kala—jujur.
"Nih, Kak." Gladis mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah bergambarkan presiden pertama republik Indonesia. Tangannya menggantung di udara tanpa ada yang menyambut uangnya.
Kala mengacuhkan Gladis. Ia menghampiri motornya.
"Terima kasih ya, Kak!" seru Gladis.
Kala hanya menganggukkan kepalanya dan pergi bersama kendaraannya.
...***...
Sudah seminggu semenjak Kala mengembalikan kendaraan Gladis, ia tidak pernah berhubungan dengan gadis itu lagi. Nomornya masih tersimpan di ponsel Kala layaknya hanya penonton story Whats*pp saja.
Malam ini Bimo menginap di rumah Kala. Saat ini, Kala dan Bimo sedang bermain Play Station di kamar Kala.
"Tantangan, yuk!" ajak Bimo.
"Tantangan apaan?" tanya Kala.
"Yang kalah harus melaksanakan tantangan dari yang menang," ujar Bimo.
"Nggaklah, entar lo ngasih tantangan yang aneh-aneh pasti nih ...," selidik Kala.
"Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya," dalil Bimo.
"Ya udah ayo, awas aja kalau main curang!" peringat Kala.
Setelah sekian menit mereka bermain, akhirnya permainan ini dimenangkan oleh Bimo.
"Ah, curang ya, lo?" selidik Kala.
"Enak aja! Sesuai nama, gue kan sakti," jawab Bimo, "Sekarang lo tembak Gladis!" titah Bimo—sebagai tantangan.
Kala melempar bantal ke wajah Bimo. "Gila lo, ya?!" sentak Kala.
"Ingat! Lelaki itu dipegang omongannya," ujar Bimo.
"Kalau gue di tolak gimana?" tanya Kala.
"Ya nanti gue bantu deh ... gue bilang ke dia kalau ini cuma tantangan."
"Kalau gue diterima?"
Bimo melemparkan bantal tadi ke wajah Kala. "Ah, PD banget lo, Tong ... udah coba aja dulu!" titah Bimo.
"Sialan lo!" umpat Kala.
Kala mulai menggerakkan jarinya di atas keyboard ponselnya.
^^^Dis, mau nggak jadi pacar gue?^^^
"Udah tuh." Kala melemparkan ponselnya ke pangkuan Bimo.
"Cakep ...," balas Bimo.
Kala merebahkan tubuhnya di atas karpet berbulu—yang berada di depan televisi—di dalam kamarnya.
Tiba-tiba ponsel Kala bergetar.
"Lo diterima, gila!" ucap Bimo—heboh.
Kala menyerobot ponselnya dari tangan Bimo.
"Padahal kalian baru tiga kali ketemu, kayanya dia suka banget deh sama lo, buktinya lo langsung di acc." Bimo terbahak-bahak akan hal itu.
"Kok dia nggak tanya-tanya dulu ya, Bim?" tanya Kala.
"Mana gue tau, kan itu perasaan dia, Kal."
"Pokoknya tanggung jawab, lo!" titah Kala.
"Coba lo bayangin geh ... dia cantik, kulitnya putih bersih, bersurai hitam dan panjang, apa coba kurangnya? Oh, iya ... satu lagi, pola pikirnya juga bagus."
"Kalau bokap gue tau, gimana?"
"Ya ampun, Kal ... lo itu udah bukan ABG lagi kali, jadi santai aja, bokap lo juga bakalan ngerti." Kalimat yang dapat menggoyahkan iman Kala.
***
"Kakak!" sapa Jovi. Seperti biasa, gadis—berpiama hijau dengan gambar karakter Keroppi yang pas di tubuhnya—itu masuk ke dalam kamar Kala tanpa permisi.
"Hm?"
Jovi duduk di tepi ranjang. "Lagi ngapain?" tanyanya.
"Nyuci baju," jawab Kala—cuek.
"Sekarang nyuci baju pakai WiFi ya, Pak? Bukan pakai detergen lagi ... wih, hebat ...," sindir Jovi. Pasalnya ia melihat Kala sedang menatap layar laptop di atas meja belajar.
Tiba-tiba ponsel Kala—bergetar dan menyala—menampilkan notifikasi pesan dari kontak yang bernama 'Gladis'.
Kakak belum selesai nugasnya?
Dengan gerakan cepat, Kala mengambil ponselnya yang tergeletak di atas ranjang.
"Itu temen Kakak yang katanya Kakak tolongin itu? Temen kok tanyanya sampe segitunya?" tanya Jovi. Jiwa keponya meronta-ronta.
"Emang kenapa? Nggak boleh?"
"Dih, sewot. Emang kalau Kakak udah selesai nugas, apa hubungannya sama dia?"
"Aih, Bocil ... udah keluar sana! Lihat tv bareng mami sama papi," usir Kala.
"Kok Bocil? Kakak sendiri loh yang bilang 'Jovi udah gede ya sekarang', gitu ...." Jovi menirukan gaya bicara Kala saat itu.
"Terserah dah, ah ... Keluar sana!"
"Nggak, Jovi mau tidur di sini!" tegas Jovi.
"Kamu itu udah gede Jovi. Nanti kalau papi atau mami tau, kita bisa kena marah." Kala merasa frustrasi saat memberi pengertian kepada Adiknya ini.
"Enggak, enggak," sangkal Jovi.
Bukannya semakin tenang, Kala malah semakin frustrasi akan tingkah Adiknya ini, pasalnya Jovi mulai merangkak naik ke atas ranjang dan mengambil posisi di sana.
Beberapa saat kemudian, Kala telah berhasil menyelesaikan tugasnya. Ia menoleh ke arah ranjang, rupanya Adik laknatnya itu belum memejamkan mata. "Kakak tidur di kamar kamu deh, ya ...," izinnya.
"No! Pasti nanti Kakak mau pacaran, kan? Video call-an gitu ...," selidik Jovi.
"Halah—ABG—tau apa kamu?"
"Ngehina!"
"Jadi, Kakak tidur di mana iniii?!" seru Kala.
"Di sofa bisa ... di sini juga bisa," jawab Jovi—santai.
Kala keluar dari kamarnya ia berpegangan pada pagar lantai atas untuk menghadap ke lantai bawah. Ia berteriak, "Mamiii ... Kala di gangguin sama Jovi."
"Ih, ngaduan!" olok Jovi. Ia sangat kesal dengan tingkah Kakaknya.
"Jovi!" tegur Tisha.
Jovi bersandar pada headboard ranjang. "Papiii ... Jovi di fitnah, belain dong, Pi!" seru Jovi.
Erik menaiki tangga untuk mengadili permasalahan di antara anak-anaknya.
Erik berjalan menghampiri Kala yang berdiri di depan kamarnya. "Why?" tanya Erik.
"Jovi tidur di kamar Kala, Pi, tapi Kala nggak boleh tidur di kamar dia."
Erik menatap anak perempuannya. "Kamu itu udah gede, nggak malu tidur bareng Kakakmu?"
"Kenapa harus malu? Kan pakai baju, jugaan Kakak Jovi sendiri, kan? Bukan orang lain," tutur Jovi.
Erik melongok ke lantai bawah. "Ikut tidur bareng kita nggak, Mi?" tanya Erik.
"Nggak, ah ... pengap kalau rame-rame," tolak Tisha. Ia melanjutkan acara menontonnya.
Erik masuk ke dalam kamar putranya. "Ayo, sini!" titah Erik. Ia memanggil putranya untuk bergabung bersama dirinya dan Jovi di atas ranjang.
Kala hanya bisa menuruti Papinya, ia tidak bisa membantah.
Kini ketiganya sedang berbaring terlentang dengan posisi Erik yang berada di antara keduanya. Kala sedang sibuk bersama ponselnya.
"Tuh, kan ... Kakak beneran pacaran, ya?" selidik Jovi.
"Nggak," kilah Kala.
"Buktinya Kakak sibuk banget sama ponselnya, sebelumnya Kakak nggak pernah kaya gini loh, kecuali main game."
Kala buru-buru meletakkan ponselnya di atas nakas.
"Kakak kan udah gede, nggak ada setahun lagi mau lulus, wajar dong kalau dia pacaran." Erik memaklumi hal itu karena ia juga pernah muda.
"Kok Papi jadi belain anak kesayangannya mami sih?" Jovi kesal tatkala Kala mendapatkan pembelaan dari sang Papi.
"Bukan belain, Sayang ... kamu juga boleh kok pacaran tapi nanti, bukan sekarang," tutur Erik.
"Papi kan belum tau gimana pacarnya Kak Kala, masa papi main izinin gitu aja." Jovi mulai menjadi kompor.
Erik mengalihkan pandangannya kepada putranya. "Emang kamu beneran punya pacar?" tanyanya.
"Enggak," kilah Kala. Walaupun ia berbohong, tapi cara menjawabnya yang terlampau santai itu membuat Papinya percaya.
"See!" ucap Erik. Ia menunjukkan pada Jovi bahwa tuduhan gadis itu pada Kakaknya adalah salah.
Erik bangkit dari rebahannya, ia menyandarkan punggungnya pada headboard, lalu kedua tangannya mengusap kepala Jovi dan Kala. "Kala ...," lirih Erik, "usia kamu sudah dua puluh satu tahun, pacaran itu wajar, tapi ingat: jangan berani-beraninya mengklaim anak orang lain itu milik kamu kalau kamu sendiri belum punya penghasilan tetap!" peringat Erik, "mau kamu kasih makan apa—anak orang—nanti? Ingat: jangan pernah ajak anak orang lain untuk hidup sengsara karena dia dibesarkan dengan penuh cinta oleh kedua orang tuanya!"
"Iya, Pi," sahut Kala. Wejangan panjang kali lebar itu sangat berkesan baginya.
"Sebenarnya Papi juga kurang setuju sama kalimat-kalimat yang sering dilontarkan oleh orang-orang di luar sana, contohnya kaya 'kamu mau nggak hidup susah bareng aku?' kesannya kaya nggak punya semangat hidup. Di kasih hidup enak sama orang tuanya, masa ketika diambil orang lain malah dibikin sengsara," tutur Erik.
"Dengerin tuh, Kak!" timpal Jovi.
"Kamu udah enak-enak ditawarin sama opa buat ngurus perusahaan, tapi malah ditolak," ucap Erik.
"Bukan nolak, tapi aku bilang nanti aja kalau aku udah siap," sangkal Kala.
"Inget, Kak, jangan ajak anak orang lain buat hidup susah!" ulang Jovi. Peringatan yang tujuannya untuk meledek Kakaknya.
"Iya, Bawel!" balas Kala.
Bersambung ....
Jangan lupa like dan komentar untuk mendukung Author ya, kak❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Meliala Kolompoy
masalahnya klw hidup senaang itu pasti semua cewek pd mau...
klo diajak hidup susah...manaa mw...
yaahhh..bersusah2 dahululah...om erik
2021-05-10
0
Zia_sya
,mika apa kabar thor
2021-04-17
0
Lastri Gete
jangan jangan nanti si kala sama Jovi gaes kan bukan saudara kandung???
2021-03-31
3