“Kapan Abang harus mengantarmu ke sekolah?”
Maula menggelengkan kepalanya.
“Gak mau sekolah?”
Maula mengangguk.
“Pokoknya besok sekolah, ya. Main lagi sama teman-teman, biar gak sedih-sedih terus.”
Khayru membawa kembali Maula ke kamarnya untuk bersiap-siap karena pengacara akan datang untuk memberitahukan hal penting.
“Bentar lagi Pak Suryadi dan Kyai mau ke sini. Kamu mandi dulu, Abang tunggu di luar.”
Maula sama sekali tidak mengerti untuk apa pengacara datang ke rumahnya, dia pun tak ingin bertanya kenapa dia harus ikut menemuinya.
Tak lama, pengacara datang bersama Pak Kyai Abdurrahman. “Senang ketemu lagi Pak Kyai dan pengacara. Silakan duduk kita sambil nunggu Maula, dia masih di kamarnya.”
Khayru pergi ke dapur, meminta Bik Sulis membuatkan minuman dan sedikit makanan lalu duduk kembali.
Dia memandang ke lantai atas sesaat, tepat ke posisi kamar Maula berada. “Saya ada sedikit permintaan pada Pak Kyai dan pengacara. Bolehkah saya utarakan?” pinta Khayru, pelan.
“Silakan.”
“Selama itu tidak menyalahi aturan.”
“Saya ....” Seraya mengutaran secara panjang lebar apa yang ingin dia sampaikan, matanya berulang kali menatap ke lantai atas. Khawatir jika Maula akan mendengar perkataannya.
Kyai dan pengacara bertukar pandang sebelum akhirnya sepakat menyetujui permintaan Khayru.
“Terima kasih banyak. Saya permisi sebentar, mau panggil Maula dulu di kamarnya.” Khayru beranjak dari tempat duduk lalu mengetuk pintu kamar Maula. Dia buka sedikit pintu sambil melongokkan kepalanya.
“Sudah selesai belum, Dek?” Karena tak ada sahutan dari dalam, Khayru masuk dan langsung menuju kamar mandi. Dilihatnya Maula yang tengah mengenakan handuk sebatas dada, berjongkok memainkan air di dalam bathup.
“Kok, belum mandi? Tamu kita sudah nunggu di bawah.”
“Abang saja yang temui mereka. Ngapain aku ngobrol sama orang tua?” Maula masih sibuk memainkan air dengan busa sabun di atasnya.
“Loh, yang mau mereka temui kan, kamu.” Khayru membuka handuk yang melilit di tubuh Maula lalu mengangkat tubuh mungil itu ke dalam bathup. “Udah kelas empat SD, belum bisa mandi sendiri, ya?” gumam Khayru sambil menggulung lengan bajunya lalu mulai menggosok tubuh Maula, dimulai dari tangannya.
“Siapa yang minta dimandiin?” Gadis berambut sebahu dan memiliki poni yang lurus itu menoleh dan menatap wajah Khayru dengan tajam. “Aku bisa mandi sendiri. Selama satu tahun, tak ada seorang pun yang memandikan aku,” kilahnya.
Khayru membalas tatapan Maula sambil mengangkat alis, lalu memalingkan wajahnya. Kembali menggosok tubuh kecil yang nampak lebih kurus dibanding satu tahun yang lalu.
“Kurus banget,” gumamnya lagi. “Setahun ini kamu bener-bener jarang makan, ya?”
Maula mencipratkan air ke wajah Khayru untuk menghentikan ocehannya. “Berisik mulu kek lalat ijo.”
Khayru tertawa sambil memalingkan wajah dari cipratan air. Lalu mempercepat gerakannya. “Ya udah ayo selesaikan mandinya. Gak sopan bikin tamu nunggu lama.”
Beberapa menit kemudian, Khayru kembali ke ruang tamu dengan kemeja yang sedikit berantakan dan basah. Tangannya menuntun Maula yang ogah-ogahan menemui para tamu. Bahkan dia tak ingin duduk sebelum Khayru menarik tubuh yang tengah berdiri terpaku itu kepangkuannya.
“Maaf, menunggu lama. Silakan dimulai saja.”
“Silakan, Pak Kyai.” Pengacara mempersilakan karena dalam hal ini warisan akan dibagikan sesuai hukum islam dan perpindahan kepemilikan akan disahkan oleh pengacara.
“Baiklah. Mohon maaf sebelumnya, karena ini berkaitan dengan isi wasiat dari Almarhum. Dan pembagian warisan harus dilakukan sesegera mungkin.”
Sebelum Tuan Zul meninggal, dia sudah menghibahkan ⅓ hartanya pada Khayru karena statusnya hanya sebagai anak angkat, dia tidak akan mendapat warisan apa pun selain hibah tersebut. Namun, tugas dan tanggung jawabnya cukup berat di kemudian hari.
Maula sebagai anak perempuan satu-satunya, dia akan mewarisi ½ dari sisa harta yang sudah dihibahkan sebelumnya. Sementara ½ bagian lagi akan diberikan kepada para Ashabah sampai mereka ditemukan.
Menurut pengakuan Tuan Zul, Orang tuanya bercerai lalu sebelum meninggal, sang ibu menikah lagi di tanah kelahirannya--Lombok. Dia memiliki seorang anak perempuan. Namun, keberadaannya belum diketahui sampai saat ini. Mereka berpisah sejak Tuan Zul ikut sang ayah ke Jakarta. Jadi untuk sementara, setengah dari harta Tuan Zul dibekukan sampai pencarian menemukan titik terang.
Kemudian pengacara membacakan sebuah wasiat. Di mana isinya adalah sebuah permintaan terhadap Maula dan Khayru yang pernah diucapkan secara lisan dan disetujui, lalu ditulis kembali oleh pengacaranya.
1. Setelah Tuan Zul meninggal, maka Khayru adalah satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab atas Maula.
2. Sebelum Maula cukup umur secara hukum, maka yang bertanggung jawab mengelola harta kekayaannya adalah Khayru.
3. Menjalin silaturahmi seperti halnya Tuan Zul yang selalu menghadiri pengajian rutin di kediaman Kyai Abdurrahman semasa hidupnya.
Selain itu, ada satu wasiat yang akan dibacakan nanti setelah Maula berusia sembilan belas tahun.
“Sampai di sini, apakah keputusan ini bisa diterima?” tanya pengacara.
Khayru menatap wajah Maula. “Gimana, Dek, kamu bisa terima wasiat papa?”
“Gak ngerti. Aku pusing.” Wajah Maula memang menunjukkan bahwa isi kepalanya sedang kosong saat ini.
“Mungkin Maula terlalu kecil untuk mengerti hal-hal seperti ini. Sedikit demi sedikit kita jelaskan kembali setelah usianya memungkinkan,” ucap pengacara seraya membereskan kembali berkas-berkas yang ada di meja. Dia juga menyerahkan akta hibah yang sudah disahkan dan memiliki kekuatan hukum yang kuat kepada Khayru.
“Kapan pun kalian bisa datang pada kami jika ada hal yang ingin ditanyakan. Tentunya kita masih akan sering bertemu di kemudian hari,” pungkas Kyai menutup pertemuan hari ini.
“Baik. Terima kasih banyak atas waktunya Pak Kyai dan pengacara untuk hari ini.”
Selepas mereka pergi, Khayru memandangi sebuah surat yang disebut dengan nama ‘akta’ pemberian dari ayahnya.
Kenapa papa memberikan harta sebanyak ini pada seorang anak adopsi sepertiku? Aku gak butuh semua ini, pa. Aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kalian.
Ada sebuah surat juga yang ditinggalkan Tuan Zul sebelum meninggal.
Khayru anak kebanggaanku ... tak banyak yang bisa papa berikan untukmu. Satu harta yang paling berharga yang papa miliki di dunia ini, papa titipkan sama kamu yaitu Maula. Tolong jaga dia. Perbaiki sikapnya.”
“Paaa ...,” lirihnya sambil mengusap mata yang mulai berair dengan telapak tangannya.
“Abang nangis?” tanya Maula.
“Abang hanya teringat saat pertama kali mama dan papa membawa Abang ke rumah ini. Abang dalam keadaan sedih karena kehilangan orang tua. Mama dan papa yang menghibur kala itu.”
Pikirannya menerawang ke masa tujuh belas tahun yang silam. Masih jelas dalam ingatan ketika sebuah bencana memporak porandakan sebuah kota. Menghancurkan bangunan-bangunan ciptaan manusia. Dengan satu tiupan saja, Allah mampu merubah segalanya.
To be continue ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-03-21
0
rasya radya oneo
usia y jauh bgt
2021-08-11
1
༺Ɠҽɳ∂ιʂ༻
jgn2 wasiat'y sruh nikahin maula
2021-05-30
1