Kiss Me
.... If I stand all alone, will the shadow hide the color of my heart
Blue for the tears, black for the night's fears
The star in the sky don't mean nothing to you, they're a mirror
I don't want to talk about it, how you broke my heart
If I stay here just a little bit longer…
Alunan lagu lawas milik Rod Stewart mengalun lembut di sebuah kafe di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.
Anwa Khairani nama gadis itu, berpenampilan sederhana, berpostur tubuh dengan tinggi badan 160cm, kulit kuning langsat, memiliki rambut ikal keriting sebahu, ia duduk dengan memandang jauh keluar jendela. Kala itu hujan sedang begitu derasnya jatuh membasahi bumi. Sama dengan air matanya yang jatuh semakin deras saat mengingat kejadian enam bulan yang lalu. Semakin ia merelakan semakin sering wajah bahkan memori yang mereka habiskan bersama terpatri di hati.
Sekelabat ingatan muncul, dimana saat ia menemukan kekasih hatinya sudah terbujur dingin dan kaku di dalam kost milik lelaki itu.
Gadis itu menjerit, menolak pergi, menolak melepaskan, menolak melupakan. Dua tahun bersama melewati hari-hari bukan waktu yang singkat untuk mereka.
Serangan jantung merenggut nyawa kekasihnya, malam itu saat kekasihnya memberitahukan padanya akan berlatih basket seperti biasa dengan teman-temannya, maka ia memberikan ijin, menjelang subuh lelaki belahan hati itu melakukan video call dan mengatakan tiba-tiba dadanya sesak dan sakit serta berkeringat dingin, Anwa hanya mengatakan bahwa ia harus banyak beristirahat dan minum obat, tapi ternyata itu adalah percakapan terakhir mereka.
"Sayang, dada aku sakit, sesak,"
"Kamu udah minum obat?"
"Sudah, tapi tetap sakit."
"Besok kita ke dokter ya, kamu kayaknya kecapekan deh, pulang kerja langsung nge basket."
"Mungkin."
"Ya udah tidur lagi ya, nanti jam tujuh aku ke kos kamu, I love you."
"I love you too, Sayang."
Ungkapan hati untuk terakhir kalinya. Begitu sesak jika mengingat kembali. Takdir Tuhan tidak pernah ada yang tahu, yang hidup pun sudah pasti akan mati hanya entah kapan giliran kita kembali tak pernah kita tahu.
Air mata semakin deras, Anwa menelungkupkan wajahnya, menangis sesugukan. Enam bulan terakhir ini dia senang sekali menghabiskan waktu di kafe ini, suasana kafe ini seperti membawa kenyamanan untuk mengenang semua masa lalunya bersama sang kekasih.
Beberapa pelayan sudah sangat hafal akan kehadiran Anwa di sana, bahkan salah satu pelayan selalu memberikan tempat duduk yang sangat pas untuk Anwa melakukan aktivitas melamunnya. Duduk di sudut bersebelahan dengan kaca jendela bening menghadap ke taman samping kafe itu.
Hujan perlahan berhenti, Anwa merapihkan barang bawaannya, kembali ia masukkan ke dalam sling bag kulit berwarna coklat, ponsel juga buku kecil yang berisi coretan hatinya dan beberapa foto kenangan semasa kekasihnya hidup.
"Berapa Mas?" tanyanya pada kasir kafe itu.
"Tujuh puluh ribu Kak," ujar lelaki itu tersenyum manis pada Anwa, "aku diskon jadi empat puluh lima ribu."
"Eh, kok bisa?" Anwa seketika memandang lelaki itu saat ia akan memberikan uang lima puluh ribu dan dua puluh ribu.
"Bisa dong, spesial buat Kakak, karena pengunjung paling lama setiap bulannya."
"Eh, maksudnya?"
"Gak ada maksud kok Kak, Kakak salah satu member di kafe ini jadi kita kasih diskon, itu aja."
Mata Anwa yang terlihat sembab dengan bulu mata yang lentik itu mengerjap,
"Oh, makasih ya," ujarnya memberikan uang lima puluh ribu dan di kembalikan lagi lima ribu oleh pelayan kasir.
"Terimakasih Kak, semoga minggu depan datang kembali ya." Kasir itu menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Anwa tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke arah pintu keluar. Baru saja akan membuka pintu itu, tubuhnya tiba-tiba bertabrakan dengan seorang pria dengan yang memakai hoodie berwarna hitam, menutupi kepalanya mungkin menghindari jatuhnya air hujan.
"Ups, sorry maaf... silahkan." Seketika pandangan mereka beradu, lelaki itu membukakan pintu keluar lebar-lebar.
"Terimakasih," Anwa kembali menundukkan wajahnya.
Terdiam sebentar di teras kafe, karena hujan masih turun walaupun tidak deras, seperti mencari sesuatu lalu melambaikan tangannya pada salah satu bajaj yang lewat di sana, lalu berlari kecil menghampiri angkutan umum yang semakin lama semakin punah itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hai, Sayang... apa kabar?" Anwa membelai nisan bertuliskan sebuah nama "Prananda Maulidika" lalu menepuk nepuk rumput yang basah karena hujan tadi, rumput itu tertanam rapih di gundukan tanah.
"Aku kangen Ka," ujarnya lagi menghapus air mata yang kembali turun itu.
"Besok aku mulai kerja, kemarin setelah interview seminggu yang lalu aku di telpon kembali dan ternyata aku di terima di salah satu perusahaan BUMN Ka," senyum nya tipis.
"Enam bulan nganggur gak enak ternyata, uang aku semakin menipis," Anwa pun tertawa kecil.
"Kalo kamu masih ada mungkin aku gak bakal susah kayak gini ya," ujarnya lagi sambil mencabuti rumput liar yang berada di gundukan tanah itu.
Anwa memang tidak pernah akan kesusahan jika Dika sang kekasih masih ada. Dika bekerja sebagai manager store di salah satu perusahaan retail terbesar di Indonesia. Puncak karirnya melejit setelah dua tahun bekerja di sana, hubungan percintaan pun tak pernah ada kendala yang berarti, hanya saja umur yang di tetapkan oleh Yang Diatas hanya sampai di sini.
Waktu menunjukkan jam lima sore, di rasa sudah banyak bercerita dengan sang kekasih, Anwa berpamitan untuk pulang.
"Kalo misalnya, aku kesini nya gak sesering seperti biasanya gak papa ya Ka, aku harap kamu ngerti ya, karena pasti aku bakal sibuk banget, tapi aku janji setiap dua minggu sekali aku bakal kesini, maafin aku ya Sayang." mencium nisan itu lalu membelainya lembut.
"Assalamualaikum Sayang." Beranjak dari duduknya dan berjalan menjauh meninggalkan tempat peristirahatan terakhir sang kekasih.
"Bang, lanjut ke Pal Batu ya," ujarnya pada abang bajaj.
Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit dari tempat pemakaman sampai pada tempat kost Anwa kalau jalanan lengang.
Menapaki anak tangga menuju kamar kost nya, Anwa sesekali melempar senyum pada beberapa orang yang ia temui sebelum masuk ke dalam kamar.
Kamar kost itu hanya berukuran 2,5 x 3 m, tempat tidur berukuran 90 x 200 cm hanya cukup untuk satu orang, kipas angin yang tertempel di dinding, sebuah kaca panjang berada di dinding itu pula, lemari pakaian dan rak piring kecil serta rak sepatu berjejer rapih. Karpet bulu tebal berukuran 1 x 1 m berwarna merah marun menghiasi lantai keramik di sebelah tempat tidurnya, kaca jendela yang menghadap ke jalan membuat sinar matahari jika pagi menyapa masuk bebas ke dalam, serta terdapat kamar mandi kecil di dalamnya yang hanya muat untuk satu orang, dengan ember kecil, kloset duduk dan shower.
Setelah membersihkan dirinya, Anwa merebahkan dirinya lalu menatap langit-langit kamarnya, sayup terdengar kembali alunan lagu mengalun merdu di telinganya sama dengan alunan lagu yang ia dengarkan di kafe siang tadi, perlahan mata itu pun tertutup membawanya ke alam mimpi.
*haiii... Alhamdulillah ketemu lagi ya kita... aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya nanti, jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya 😘
visual ada di ig aku semoga sesuai dengan khayalan kalian 😘
by the way untuk scene part 1 ini real story ya, semoga dia damai disana... Aamiin*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Irizka RA Yusuf
ini kali ke 5 aku hadir
2024-10-31
0
ALIKA🥰🥰CHEN ZHE YUAN.LIN YI
ARKANA..ANWA😁😁😁😭
2023-12-20
1
Ulil
kak ini kisah pribadi kah,,
2023-09-06
1