Sore itu hujan lagi-lagi jatuh membasahi bumi, langit begitu gelap. Pikiran Anwa sudah jauh kemana-mana, bagaimana dia pulang, naik apa? sedangkan jika hujan seperti ini kata "banjir" akan memenuhi benaknya.
"Wa, kamu gak pulang? ini sudah setengah enam," Ibu Ema yang adalah senior secretary sekaligus atasannya sudah bersiap untuk pulang.
"Masih hujan deras di luar Bu, tapi sebentar lagi saya turun,"
"Kita gak searah sih ya, kalo searah aku anter kamu pulang,"
"Gak papa Bu, saya tunggu sampai hujan reda saja," jawabnya lalu membereskan meja kerjanya, memasukkan ponsel, dan beberapa alat tulis serta notebook ke dalam tas nya.
"Saya duluan ya Wa, ketemu Senin nanti," pamit Ibu Ema melambaikan tangannya pada Anwa.
Setelah membereskan semuanya dan di kira cukup tidak ada satupun yang tertinggal, gadis itu berjalan menuju lift, turun ke lobby dan di lobby sudah banyak orang-orang yang masih menunggu hujan reda.
Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh malam hampir satu jam Anwa menunggu di sana, setelah di pikirnya gak bakal pulang kalo nunggu hujan reda, akhirnya Anwa memutuskan berlari keluar gedung dan berhenti di bawah jembatan penyeberangan tepat di depan kantornya, berharap ketika dia berdiri di sana metromini yang membawanya pulang akan berhenti.
Setengah bajunya sudah basah, flatshoes nya pun sudah kemasukan air, Anwa mendekap tasnya di depan dada, rambut keritingnya sudah tak karuan, setengah basah. Satu tangannya lagi menenteng satu plastik berwarna putih berisi masakan Jepang, entah darimana makanan itu selalu datang di setiap waktu makan siang, jika tak habis sisanya selalu dibawa pulang oleh Anwa untuk makan malam lumayan pikirnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arkana yang secara kebetulan melintas di depan kantor Papa Fajar, secara tidak sengaja matanya tertumpu pada sosok seorang gadis berambut ikal keriting mendekap tas di dada dengan satu tangan lagi menenteng plastik putih. Merasa dia mengenal gadis itu, Arkana pun menghentikan laju mobilnya, tepat berada di depan gadis itu.
Klakson mobil dia bunyikan beberapa kali, lalu membuka kaca jendela, berharap gadis yang dia panggil mendengar, tetapi kenyataannya adalah Anwa masih menunduk mengamati sepatunya yang sudah basah.
"Anwa... Anwa..." dua kali Arkana memanggilnya tetapi tidak ada sedikitpun respon dari Anwa.
Klakson mobil kembali di bunyikan panjang oleh Arkana, barulah Anwa tersentak kaget.
"Anwa,"
"Eh, iya,"
"Naik," ujarnya dengan suara yang agak kencang agar terdengar oleh lawan bicaranya.
"Apa?"
"Naik... gue anter pulang, ujannya deres lagi nih,"
"Gak usah Pak, saya nunggu metromini aja,"
"Udah buruan, macet nih," Arkana memberikan kode pada tangannya agar Anwa segera masuk, "cepetan,"
Mau tidak mau suka tidak suka Anwa memutuskan naik ke mobil anak Bos nya.
"Lo mau sampe rumah jam berapa nunggu angkot ujan-ujan gini,"
Anwa masih mendekap tasnya, udara dingin dari AC di mobil itu semakin membuat dia merasa kedinginan belum lagi baju yang dia pakai sudah setengah basah.
"Dingin ya," Arkana menaikkan suhu ruangan di mobil, "dimana lo tinggal?"
"Pal Batu Pak, lampu merah ini lurus terus,"
"Macet kan, coba lo masih disana tadi gak bakal balik lo, sampe rumah jam 12 malem, mau?"
Anwa hanya tersenyum, mobil berhenti di lampu merah. Arkana mengamati tubuh gadis itu yang mulai menggigil kedinginan.
"Pake ini," lelaki itu melepaskan jaket jeans berwarna coklat muda memberikannya pada Anwa.
"Gak usah Pak, gak papa kok,"
"Pake, lo kedinginan gitu," menyodorkan jaket itu pada Anwa.
Anwa memakainya walau dengan terpaksa, keadaan AC mobil itu walaupun dinaikkan suhunya tetap saja dingin.
"Makasih Pak,"
"Jangan panggil gue Bapak, gue bukan atasan lo... lagian kesannya tua banget gue," Arkana menyunggingkan senyum melirik gadis itu yang juga tersenyum.
"Kenalin nama gue Arkana," katanya lagi menjulurkan tangannya pada Anwa, "Arkana Putra Fajar,"
Anwa mengangguk, menyambut uluran tangan lelaki itu. Suasana di dalam mobil yang terkesan canggung dan hanya di temani dengan alunan lagu milik Marron five, kedua manusia di dalamnya asik dengan pikiran masing-masing.
"Patung Pancoran terus aja Pak eh Bang eh..." Anwa serba salah memanggil nama anak atasannya itu.
"Panggil Ar aja, gue biasa di panggil Ar sama orang-orang terdekat gue,"
Eh terdekat? tapi kan kita belum dekat, ketemu juga baru dua kali, Anwa bergumam dalam hati dengan sedikit senyum di sudut bibirnya.
"Maksud gue, biar enak aja gak canggung,"
"Baiklah," jawab Anwa menoleh membalas dengan senyum.
"Itu kantung apa?" melirik plastik yang berada di pangkuan Anwa.
"Oh, makanan... sudah seminggu ini ada orang baik yang kirim makanan buat aku,"
Arkana mengangguk angguk, kembali fokus pada jalanan yang hectic di depan sana.
"Setelah Hotel Sahid ke kiri, Ar," Anwa mengingatkan.
"Ok,"
Mobil berbelok ke kiri memasuki per kampungan padat penduduk.
"Lo kost? apa rumah sendiri?"
"Kebetulan aku kost,"
"Bukan asli Jakarta dong?"
"Bukan,"
"Oh... gak kejauhan kost di sini kerja di daerah Pasar Minggu,"
"Gak,"
"Gak ada niat cari tempat lain,"
"Gak... berhenti di kanan Ar," tunjuknya pada sebuah gang.
"Masih hujan,"
"Gak papa, aku bisa lari kok, gak jauh... itu bangunan kost dua lantai itu, kost aku,"
"Gue parkir dulu, gue anter lo,"
"Gak usah Ar, gak papa kok,"
"Udah setengah sembilan ini Wa, lo jalan masuk ke dalam gang itu hujan-hujanan,"
Arkana menepikan mobilnya di sebuah ruko kosong, agak menjorok ke dalam. Memutar tubuhnya mencari sesuatu di bawah jok belakang.
"Tunggu, ntar gue bukain pintunya," Arkana membuka pintu dan payung yang dia ambil di bawah jok tadi.
"Ayo," ujarnya saat membukakan pintu Anwa, "sini," merapatkan tubuhnya pada Anwa berusaha melindungi tubuh yang terkesan mungil jika bersanding dengan tubuhnya yang tinggi menjulang.
Beriringan di bawah payung dan hujan deras yang turun, mereka menyusuri gang kecil yang hanya muat di lalui untuk tiga orang itu.
"Disini aja Ar," mereka berhenti di depan pintu pagar bangunan itu.
"Oke,"
"Makasih ya," ujar Anwa memberikan kembali senyum manisnya.
"Santai aja,"
"Oh ya jaketnya?"
"Pake aja dulu," Anwa mengangguk.
"Makasih ya,"
"Tadi kan udah bilang,"
"Oh iya," mereka pun sama-sama tersenyum.
"Ya udah, masuk sana," Arkana seperti memberikan titah kepada orang yang seakan-akan sudah sering menghabiskan waktu dengannya.
Memandangi punggung gadis itu, menaiki tangga dan berhenti di sebuah kamar. Anwa membalikkan tubuhnya dan melambaikan tangan.
Arkana kembali menyusuri gang kecil itu, lalu tersenyum lagi, mengingat wajah Anwa sepertinya akan sering membuatnya tersenyum.
Lucu juga, rambutnya rasa pengen gue usel-usel katanya dalam hati lalu tersenyum lebar.
***haiii... udah liat belom visualnya Arkana dan Anwa di ig aku? cucooook gak? visualnya sesuai apa yang aku bayangin yaaah.. tapi kalo menurut kalian belom okeh... skip aja yess 😘
buat yang belom liat, main-main ke ig aku yah @chida0511
like
komen
share
vote
ditunggu looooh 😘***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
MaLovA
aku suka aku sukaaa😍
2024-06-02
1
Erni Fitriana
aku suka gaya penulisan chida...sangat santai n terkesan live
2023-03-01
1
EndRu
barun2 x ketemu Lo Ar udah mau usel usel aja
2023-02-18
1