Setiap hari Minggu adalah hari dimana Anwa menghabiskan waktunya membersihkan kamarnya, dari membersihkan kamar mandi, menyapu, mengepel, mencuci baju hingga menyetrika sisa baju yang hanya ia lipat jika tak sempat di setrika.
"Wa... lo mau nitip makan gak nih? gue mo turun ke bawah," teriakan Aneth teman satu kostnya membuatnya harus berdiri dari posisi menyetrika di lantai lalu membuka pintu kamarnya.
"Mau dong,"
"Apaan?"
"Ayam goreng cabe merah, sayurnya kangkung sama satu gorengan ya," lalu dia masuk kembali meraih dompet dan memberikan selembar uang dua puluh ribu, "es teh manis jangan lupa sama kerupuk," dia tersenyum dengan deretan gigi putihnya.
Kembali mengerjakan sisa setrikaan nya tak berapa lama pintu pun kembali di ketuk. Lagi-lagi dia harus berdiri dari posisi menyetrikanya. Hanya menggunakan tanktop berwarna hitam dan celana jeans yang dipotong se paha sehingga menyerupai hotpants dengan rumbai-rumbai benang tak beraturan, Anwa pun membuka kembali pintu itu.
"Apalagi Neth?" membuka pintu yang ternyata di dapatinya laki-laki yang mengantarkannya pulang dua hari lalu, "kamu lagi?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arkana sedari kemarin berpikir untuk kembali mengunjungi Anwa, entah mengapa setelah pertemuan dengan gadis itu di kantor sang ayah, serta seringnya ia mengirimkan orderan makan siang dikarenakan ia merasa iba ketika melihat satu kantung plastik gorengan sebagai makan malam gadis itu. Ada ketertarikan tersendiri yang dirasakan oleh Arkana.
Maka di putuskanlah siang ini dia akan mengunjungi kembali kost an dua lantai itu. Meraih kunci mobil di atas nakas dan berlari kecil menuruni tangga. Melihat kedua orangtuanya sedang berbincang santai, Arkana pun berpamitan.
Mobil melaju membelah jalan raya siang itu menuju sebuah bangunan kost di dalam sebuah gang kecil.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hai," mengangkat satu tangannya lalu tersenyum, tetapi yang didapatinya gadis yang hanya memakai pakaian seadanya itu terkejut.
"Kamu lagi?" lalu menutup kembali pintu kamar itu, karena sadar pakaian yang Anwa pakai tak layak di lihat oleh orang yang baru saja di kenalnya beberapa hari lalu.
Setelah mengganti pakaiannya dengan kaos oblong dan celana kulot 7/8, Anwa kembali membuka pintu kamarnya.
"Boleh masuk?" tanyanya dengan kepala yang sedikit condong melihat ke dalam.
"Hah?"
"Gue boleh masuk gak?"
Belum juga diberikan jawaban Arkana dengan santainya masuk ke dalam kamar kecil yang di lantainya masih teronggok beberapa pakaian dan setrika yang masih menyala.
Melihat sekeliling ruangan itu, akhirnya dia menjatuhkan bokongnya pada spring bed berukuran 90x200 yang berada di lantai.
"Gak papa kan?" tanyanya saat duduk di ujung kasur itu.
"Hah?"
"Lo terusin aja kalo mau nyetrika,"
"Oh, ini... udah selesai kok," Anwa membereskan sisa pakaian yang harusnya dia selesaikan.
"Gue kesini ganggu ya?"
Udah tau nanya...
"Kenapa kesini?" Anwa berjalan ke arah lemari dan menyusun baju-bajunya.
"Iseng aja pengen kesini," ujarnya menekuk lututnya.
Ketukan pada pintu yang terbuka membuat mereka menoleh pada siapa yang datang.
"Eh, ada tamu... ini Wa makanan lo, kembaliannya di dalem ya,"
"Makasih ya Neth,"
"Siapa?" tanya Aneth.
"Temen,"
"Ok deh," Aneth tersenyum tipis dan berlalu dari hadapan mereka.
"Sudah makan?"
"Belom,"
"Mau makan bareng?" Anwa mengambil satu piring dua sendok dan dua gelas air.
"Boleh?"
"Kalo mau makan berdua, gak masalah,"
Arkana tersenyum lalu menunggu Anwa membuka nasi bungkusnya. Melihat isi dari nasi bungkus itu memang menggugah selera, apalagi makan bersama yang menurut dia lucu, dengan rambut keriting di ikat tinggi. Arkana memperhatikan setiap gerak gerik yang dilakukan oleh Anwa.
"Ayo, di makan," dengan santainya Anwa menyuapkan nasi ke mulutnya, rasa lapar sudah mengalahkan rasa malu jika di depannya adalah anak dari seorang bos besar.
"Enak," Arkana ikut mengunyah makanan yang sudah beberapa kali ia suapkan ke mulutnya.
"Gak pernah ya makan di warteg?"
"Pernah lah,"
"Kalo pernah gak mungkin kamu makan lebih banyak dari yang aku makan," ujar Anwa yang hanya makan lima suap sedangkan makanan yang ada disana tinggal satu suapan lagi.
Arkana pun tertawa, dia baru sadar ternyata memang bagian yang harusnya di bagi adil tadi tidak semuanya dia yang makan, sedangkan di piring tinggal satu suapan lagi.
"Ini, aa... "
"Gak usah kamu aja yang habisin,"
"Buka mulutnya..."
"Gak usah," Anwa tetap menolak.
"Mo buka mulutnya apa gue yang bukain nih?"
"Eh," Anwa akhirnya menerima satu suapan lagi dari Arkana.
"Gitu dong," lalu tertawa melihat wajah kesal Anwa.
"Mau ini?" menyodorkan es teh yang masih berada di dalam plastik.
"Gak, buat lo aja,"
Setelah menyelesaikan makan siang mereka, Anwa membereskan segala sesuatunya agar terlihat bersih kembali.
"Jadi, boleh aku tau, apa tujuan kamu Dateng kesini?"
"Udah gue bilang gue iseng doang,"
Mata Arkana kembali menyusuri ruangan kecil itu, lalu berhenti di sebuah meja, mengamati satu bingkai poto. Arkana beranjak dari duduknya lalu mengambil bingkai itu.
"Pacar kamu?"
Anwa hanya tersenyum, lalu mata Arkana tertumpu kembali pada cermin berukuran panjang yang di hiasi dengan tali rami untuk memajang hasil jepretan foto box.
Anwa dan lelaki itu, kebersamaan mereka sepertinya dekat, siapa? pacar Anwa? seputaran pertanyaan tentang lelaki itu berputar di benak Arkana.
"Almarhum..." ujar Anwa menatap nanar poto mereka berdua, Anwa berdiri di samping Arkana.
"Almarhum?"
"Pacar aku meninggal enam bulan yang lalu,"
"Oh... maaf,"
Mata Anwa selalu berkaca kaca jika harus membahasa tentang Dika.
"Sakit?"
"Gak,"
"Kecelakaan,"
"Gak,"
"Terus,"
"Mendadak, serangan jantung,"
Bibir Arkana hanya membentuk huruf O. Pantas saja terlihat dingin, pantas saja setiap ke kafe pandangan itu selalu nyalang, pantas saja seakan-akan kehilangan semangat hidup, pantas saja.... ternyata ini jawabannya.
"Sudah lama?"
"Apa?"
"Pacaran sama almarhum,"
"Dua tahun,"
Arkana mengangguk angguk, lalu menoleh melihat wajah cantik itu, rambut keritingnya sedikit menghalangi. Tampak sekali wajah kehilangan yang luar biasa, mengetahui orang yang kita sayang, yang setiap hari bersama kita lalu pergi tanpa kembali, sudah pasti rasanya hampa.
Hujan deras di luar sana mengurungkan niat Arkana untuk pulang. Sambil mengibaskan tangannya, Arkana merasakan kegerahan padahal hujan di luar cukup deras.
"Panas ya,"
"Udah ada kipas angin juga masih panas?" Anwa menambah kecepatan kipas angin ruangan itu.
"Besok pasang AC ya, gue gak mau kalo kesini kamar lo masih panas kayak gini" ujarnya berdiri di bawah kipas angin yang memutar kesana kemari.
"Hah? gimana?"
Arkana mengacuhkan pertanyaan Anwa, dia tau apa yang akan Anwa katakan.
pake AC? kamar ini? makan aja aku masih Senin Kamis, gaya banget ini kamar di pakein AC.
"Nanti listriknya gue yang bayarin,"
***sekalian Bang... bayarin listrik aku yaaaah
like
komen
share
ay lop yuuuuh 😘***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
MaLovA
aku juga dooong😘
2024-06-02
0
MaLovA
wess langsung suap aja
2024-06-02
0
Uya Memang Surya
listrik aq jg bayarin bang😂
2023-09-01
0