"Heh berani sekali kamu menyentuhnya!" teriak Diana yang tidak terima dengan perlakuan suaminya lalu mendorong kasar Meisa.
"Itu tempat yang cocok untukmu, di tanah." Diana menunjuk wajah Meisa dengan begitu hinanya.
Meisa tersungkur di teras rumah itu tanpa ada lagi yang menolongnya.
"Mah cukup!" hardik Bimo begitu kesalnya melihat kekasaran sang istri itu.
"Apa? Papah mau belain wanita seperti dia? bela sana jangan harap Mamah akan bantu pengobatan Ayah." ancam Bu Diana terang-terangan di depan Aldi dan Meisa.
"Jangan berani mengancam Papah seperti ini, Papah tidak pernah meminta hal itu Mamah lakukan. Mamah sendiri yang melakukannya kan?" balas Bimo dengan tegas.
Kemarahan Diana semakin mendidih mendengar perkataan suaminya itu. Ia benar-benar merasa di permalukan dengan suaminya di depan wanita saingannya itu.
"Ingat, jangan berani-berani menyentuh atau mengasihani wanita ini! Mamah bisa lakukan apa pun." Diana bergegas meninggalkan mereka semua kembali ke dalam kamar dengan nafas yang memburu.
"Dasar wanita tidak tahu malu, sudah menikah masih saja mau datang kemari. Dan apa itu kata suaminya? ah aku mengerti sepertinya pertanyaan itu menjurus pada keperawanan yah?" Diana tersenyum menyeringai.
Namun seketika senyuman itu hilang saat menyadari jika selama ini Meisa selalu bersama suaminya.
"Pak Aldi, katakan ada apa ini?" tanya Bimo dengan sopannya.
"Dia sudah bekas, aku tahu dia telah anda pakai iya, kan?" pekik Aldi menunjuk Meisa yang masih berada di lantai. Ia sungguh tidak berdaya lagi untuk berdiri.
Bimo menatap kasihan pada Meisa, namun jika suaminya sendiri bisa mengatakan itu tentu ia tidak bisa membela.
"Kasihan kamu, Meisa. Tidak sepantasnya suamimu memperlakukan ini padamu. Tapi aku juga tidak tahu mengapa bisa Meisa seperti itu?" rutuk Bimo dalam hati.
"Bagaimana anda sudah mengingat kejadian itu?" Aldi kembali melontarkan pertanyaan pada Bimo.
"Pah, apa benar kalian telah tidur berdua?" Diana yang sudah kembali keluar ikut menimpali pertanyaan pada suaminya.
"Mamah jangan sembarang bicara. Papah tidak mungkin seperti itu. Dan Papah tahu Meisa wanita seperti apa?" bantah Bimo.
"Sebaiknya Pak Aldi dan istri Bapak silahkan bicarakan baik-baik masalah kalian. Saya sama sekali tidak pernah melakukan hal di luar batas rekan kerja, Pak." terang Bimo.
"Kalian bisa saja bohongi saya, tapi ingat jangan pernah kalian merasa senang atas apa yang sudah kalian lakukan selama ini." ancam Aldi dengan marahnya.
Ia merasa sangat tersakiti karena selama ini dirinya begitu mengagumi sosok Meisa, namun apa yang ia dapatkan saat ini? sebuah pengkhianatan karena kekagumannya pada Meisa telah musnah seiring kecurigaannya pada Meisa tentang kesucian dirinya.
"Ayo cepat pulang!" bentak Aldi yang segera melangkah ke mobil meninggalkan istrinya yang masih belum saja berdiri sejak tadi.
Dengan tubuh bergemetar Meisa bangun, Bimo menatapnya sungguh kasihan nasib Meisa. Sedangkan Bu Diana tersenyum sinis meratapi kepergian Meisa dan Aldi.
Di perjalanan Aldi masih saja terus melajukan mobilnya, "Mas, aku sama sekali menjaga kehormatan ku. Tidak pernah sekali pun aku dekat dengan pria lain." terang Meisa yang berusaha menguatkan dirinya.
Ini adalah pernikahan pertama yang ingin ia pertahankan dan besarkan dengan cinta. Meski awalnya Meisa sadar pernikahan mereka hanya berdasarkan untuk menyelamatkan dirinya dari fitnah.
"Apa menurutmu aku bisa percaya begitu saja?" tanya Aldi meninggikan nada bicaranya.
Meisa benar-benar hilang akal, andai saja sebelum menikah ia memilih untuk tes keperawanan saja. Tapi siapa yang bisa menyangka jika hal seperti ini terjadi padanya.
"Aku juga tidak mengerti mengapa kepemilikan ku tidak berdarah saat melakukannya?" gumam Meisa berfikir sepanjang jalan itu.
"Kau diam? itu berarti jika kau tidak pantas untuk di percaya." ujar Aldi.
Perjalanan malam itu mereka habiskan dengan satu topik pembicaraan tanpa ada kesempatan Meisa memohon lagi.
"Aku benar-benar telah menyesal menolong mu. Aku sudah mengagumi wanita yang salah selama ini."
"Seharusnya Mas bisa menerima ku apa adanya meski sebenarnya aku masih perawan. Jika Mas menerima ku apa adanya, Mas tidak akan perlu mempermasalahkan ini semua." ucap Meisa dengan suara lemasnya.
Ia sudah sangat lelah jika harus terus membela dirinya. Suaminya benar-benar sangat emosi saat ini. Apa pun yang ia katakan tentu tidak akan ada gunanya lagi.
"Tenangkan dirimu, Meisa. Mungkin ini ujian di awal pernikahan mu, semoga semua masih bisa tetap bertahan." ucapnya dalam hati.
Malam itu Aldi yang masuk ke rumah di ikuti dengan Meisa menuju ke kamar mereka. Meisa ragu untuk tetap tidur kembali ke kasur itu.
Mata suaminya begitu tajam menatapnya, tubuh Meisa bergemetar ketakutan. "Kemari." pintah Aldi.
"Tidak, Mas. Aku tidur di sini saja." jawab Meisa dengan pelan.
"Aku bilang kemari." pekik Aldi.
Meisa yang melangkah pelan kini segera di tarik kasar oleh sang suami.
"Mas, jangan mas." Meisa berusaha meronta dari pelukan suaminya yang masih duduk di pinggir kasur.
Saat ini keadaan Meisa tengah duduk di pangkuan sang suami. Tangan pria itu dengan kasarnya kembali merobek baju yang menutupi tubuh mulus Meisa.
"Mas, aku mohon jangan seperti ini. Kau membuatku takut." Meisa terus menangis namun kedua tangannya sudah di kunci oleh sang suami hanya dengan satu genggaman saja.
Aldi melakukan kewajibannya malam ini untuk yang kedua kalinya, namun tidak lagi dengan rasa cinta. Melainkan hanya dengan napsu sekaligus kemarahan pada sang istri.
"Mas, aku mohon jangan seperti ini." tangis Meisa tak lagi ia hiraukan.
"Diamlah, Mei. Kalau kau tidak ingin aku melakukan hal yang lebih!" ancam Aldi dengan tatapan yang sudah begitu bergairahnya.
Meisa yang melihat reaksi sang suami menggelengkan kepala, ia sama sekali tidak menginginkan hal seperti ini.
"Emp...emp..." teriak Meisa yang sudah di lahap dengan rakus oleh bibir suaminya.
Aldi begitu brutal menikmati bibir Meisa hingga meninggalkan beberapa bekas gigitan di bibir merah muda itu.
Aldi memperlakukan layaknya orang yang tengah kelaparan, ia tidak perduli lagi dengan keadaan Meisa yang menangis di bawah sana. Rasa sakit di bibirnya tak lagi ia rasakan, hatinya jauh lebih sakit di perlakukan layaknya binatang oleh suami sendiri.
Air mata kini sudah meresap bergantian datang pada spray kasur itu. Suara Meisa sudah tidak terdengar lagi.
Setelah puas permainan depan, kini Aldi membalik tubuh istrinya, ia kembali melakukan serangan layaknya pria yang tengah berpuasa puluhan tahun akan sentuhan wanita.
"Mendesahlah." pintah Aldi pada Meisa.
Meisa masih terdiam enggan menurut pada sang suami.
Aldi yang kesal dengan kasarnya menghentakkan sangat dalam kepemilikannya di dalam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Nani Surya
kejam
2022-01-10
0