Aku Wanita Terhormat
Meisani Ayunda, gadis yang berusia 22 tahun, hidup dalam keluarga sederhana dan bekerja sebagai customer service di salah satu bank.
Ia sebagai anak pertama dan sebagai tulang punggung keluarga, di mana ayahnya yang sudah lumpuh berusia lima puluh delapan tahun, namanya Pak Fajar.
Ibunya hanya sebagai cleaning servis di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang penjualan roti. Namanya Ibu Nirmala.
Pada suatu pagi saat Meisa memasuki kantor untuk memulai pekerjaan tiba-tiba ia mendengar desas-desus tentang dirinya.
"Eh lihat tuh, itu kan wanita simpanan Pak Bimo. Gayanya saja penampilan sederhana tapi sebenarnya dompetnya tebal atau mungkin kartu kreditnya ada beberapa dari pemberian Pak Bimo."
"Iya wajahnya polos tapi ternyata punya nyali yang besar menerima ajakan menjadi wanita simpanan."
Meisa tampak kaget mendengar perkataan yang di lontarkan padanya itu, ia sangat yakin jika mereka sedang membicarakan dirinya karena tidak ada lagi yang lewat selain dirinya saat itu.
Pak Bimo adalah seorang manajer di bank tersebut ia sudah memiliki keluarga. Jika di lihat Pak Bimo memang sangat tampan usianya masih sekitar 31 tahun namun tetap saja yang namanya sudah memiliki keluarga tidak mungkin bisa menarik perhatian seorang Meisa.
"Sepertinya mereka sudah salah paham padaku, ini sepertinya semua karena Pak Bimo yang selalu mengajakku untuk membantunya. Baiklah mulai saat ini sebaiknya aku menolak saja jika ia menawarkan tambahan untukku jika membantunya bekerja saat jam kerja sudah habis. Tapi aku juga membutuhkan uang itu yasudah kalau begitu aku mencari uang tambahan dengan pekerjaan lainnya saja." gumam Meisa.
Belum sempat Meisa melangkah pergi tiba-tiba ada seorang wanita yang menarik kasar tasnya.
Suara tamparan tiba-tiba terdengar mendarat kasar di wajah Meisa.
"Anda-" (ucapan Meisa terpotong sesaat karena ia mengenali siapa wanita itu).
"Kamu dasar wanita perebut suami orang! Apa kamu tidak malu wajahmu masih muda mengapa kamu merebut suamiku?" Teriaknya dengan lantang hingga menarik perhatian semua pekerja di kantor itu.
Tidak ada yang berani membela Meisa pagi itu karena mereka tahu bahkan salah satu dari mereka lah yang melaporkan kejadian di kantor yang beberapa kali mereka lihat saat Meisa dalam satu ruangan bersama Pak Bimo.
"Tidak Bu, itu tidak benar. Saya sama sekali tidak ada hubungan dengan suami anda, saya mohon maafkan saya Bu, biarkan saya menjelaskan semuanya." ucap Meisa dengan wajah yang sudah memerah menahan malu dan menahan sakit.
"Diam! Diam kamu! Jangan kamu berani berani berbicara denganku satu kata pun karena aku tidak sudi mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut kotor mu itu."
Kebetulan hari itu Pak Bimo sedang tidak masuk bekerja karena ia sedang ada tugas keluar Kota. Hingga Meisa hari itu menahan malu seorang diri tanpa ada yang membelanya.
"Iya Bu, usir saja dia bila perlu lempar dia dari kantor ini, dia sudah mengotori kantor kita tempat kita mencari nafkah sehari-hari." sahut salah seorang karyawan yang tampak tidak suka dengan Meisa.
"Sini kamu! sini kamu! ikut saya. Kamu katakan sudah berapa banyak uang suami saya yang sudah kamu ambil? Katakan!" teriak wanita itu dengan beberapa urat di wajahnya yang sudah tampak menegang karena ia tengah menahan emosi ingin menghabisi wanita dihadapannya saat ini.
Istri dari Pak Bimo itu sudah menarik kasar rambut Meisa hingga jatuh tersungkur saat di lempar ke dasar lantai. Ia hanya bisa menangis tanpa bisa melakukan perlawanan apapun karena di tempat itu, saat itu tidak ada satu pun orang yang bisa membelanya bahkan tidak ada satu orang pun yang mempercayai jika dirinya tidak melakukan hal seburuk itu.
"Benar saja yang di katakan Pak Bimo, Bu Diana benar sangatlah kasar menjadi wanita, tapi aku selama ini selalu membelanya bahkan aku selalu memberi masukan pada Pak Bimo agar bisa mengerti tentang isi hati istrinya, namun apa yang dia lakukan padaku justru dia memperlakukanku seperti sampah." tutur Meisa dengan menangis terisak tanpa melakukan perlawanan.
"Bu Diana, saya mohon selesaikan masalah anda di luar kantor. Jangan membuat keributan di tempat bekerja kami." ucap salah seorang kepala cabang di tempat itu.
"Nah ini, kalau kamu mau mengganggu laki-laki ganggulah pria ini. Dia lebih memiliki banyak uang dan dia juga belum memiliki istri." sahut Bu Diana dengan ketusnya sembari menunjuk ke arah pria yang ada di hadapannya saat ini.
Meisa yang mendengar hanya terdiam menunduk malu ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Sementara ia tahu jika Aldi yang berposisi sebagai pimpinan kepala cabang bank tersebut memang benar memiliki rasa dengannya namun beberapa kali Meisa selalu menolaknya karena Meisa masih enggan untuk memikirkan dirinya. Ia harus fokus memikirkan keluarganya terlebih dulu.
"Ya Tuhan, apa salahku? mengapa pandangan mereka begitu hinanya padaku? Aku sama sekali tidak ada niat untuk mengangguk ketenangan rumah tangga orang."
"Bu Diana, saya mohon percaya pada saya. Saya sama sekali tidak pernah niat mengganggu Pak Bimo, Bu." tutur Meisa meneteskan air matanya karena tidak ada satu pun yang membelanya di tempat itu selain Aldi.
"Bi Diana, sebaiknya anda selesaikan dengan suami anda. Karena semua tergantung dari suami anda." ujar Aldi.
"Tidak Pak Aldi, saya tidak perduli. Yang jelas selama ini saya tahu jika wanita ini sudah mendekati suami saya." Suara lantang Bu Diana menggelegar di telinga mereka.
"Baik kalau begitu berikan saya waktu untuk berbicara dengan Meisa terlebih dulu, Bu." ucap Pak Aldi.
Bu Diana hanya terdiam dengan nafas yang terengah-engah menahan rasa emosi yang ingin meledak dari dalam dirinya.
Mata sembab Meisa kini menunduk saat melewati Bu Diana dan melangkah masuk bersama Pak Aldi.
Di dalam ruangan, "Meisa, saya tahu kamu wanita baik-baik. Tapi fitnah itu sepertinya akan membuat reputasi kerja kamu buruk." tutur Aldi.
"Pak Aldi, percaya dengan saya. Saya sama sekali tidak ada hubungan dengan Pak Bimo. Saya hanya sebatas membantu dan karena saya juga membutuhkan uang tambahan Pak." terang Meisa di ikuti isak tangis yang terus terdengar.
"Apakah kamu mau menghindari fitnah ini?" tanya Aldi dengan wajah seriusnya.
Meisa mengangguk, "Iya, Pak. Tentu saja saya mau. Saya tidak ingin nama saya buruk di tempat kerja ini." tutur Meisa dengan antusiasnya.
Beruntung saat ini tempat kerja mereka sudah tidak menerapkan sp3 yang di susul oleh phk pada karyawan yang memiliki hubungan pernikahan dengan sesama pekerja lainnya.
"Menikahlah denganku, Mei. Aku akan bertanggung jawab penuh atas dirimu."
Meisa yang mendengarnya begitu terkejut matanya membulat sempurna saat mendengar perkataan itu. Ia tampak meneguk kasar salivahnya.
"Pak Aldi, itu ti-dak mungkin, Pak." ucap Meisa yang merasa tidak masuk akal.
Ada apa sampai harus menikah? Bukankah dirinya hanya ingin menghindari tuduhan seperti itu dari Bu Diana.
"Meisa, Bu Diana bukanlah wanita sembarangan. Dan jika kau tidak membuat dirinya yakin jika tidak memiliki hubungan dengan suaminya, semua hal yang tidak masuk akal pasti akan di lakukan. Setidaknya dengan kita menikah, fitnah tentangmu akan segera berakhir." tutur Aldi.
"Saya sama sekali tidak mencintai Bapak." terang Meisa.
"Soal cinta apa salahnya jika kita biarkan dia tumbuh sendirinya nanti. Yang terpenting kau adalah wanita baik-baik dan aku sangat yakin rumah tangga kita pasti bahagia." Mendengar ucapan Aldi, Meisa merasa tersentuh hatinya dengan ketulusan pria di hadapannya itu.
"Pak, bolehkah Meisa memikirkannya terlebih dulu?" tanyanya meminta persetujuan.
Aldi tersenyum mengangguk, kini keduanya pun segera keluar menemui Bu Diana. "Bu Diana, saya mohon untuk Ibu meninggalkan tempat kerja kami karena saya dan Meisa sedang mendiskusikan tentang pernikahan kami." ucap Aldi mengejutkan semua para pekerja termasuk Meisa.
Bu Diana yang mendengarnya tersenyum puas. "Bagus, pastikan istri Bapak tidak mengganggu suami saya lagi nanti. Dan satu lagi, ini tanggal gajian kalian, kan?" tanya Bu Diana.
"Iya, Bu." ucap Aldi.
Dengan cepat tangan Bu Diana menarik kasar tas di tangan Meisa.
"Bu, tas saya mau di apakan?"
"Lepaskan tas kamu! Saya akan mengambil apa yang seharusnya menjadi hak saya." pekik Bu Diana.
Ia meraih ponsel Meisa dan mengetik nomor rekeningnya kemudian meminta Meisa menyebut sandi mbangking di ponselnya.
"Bu, saya mohon itu gaji saya untuk biaya keluarga saya." tutur Meisa dengan wajah sedihnya.
"Kamu selama ini sudah banyak memakai uang suami saya, sekarang saya meminta ganti!" hardik Bu Diana.
Mau tidak mau Meisa pun mentransfer seluruh gajinya bulan itu juga pada rekening Bu Diana.
Setelah puas, wanita itu pergi meninggalkan semuanya yang masih berdiri menatap kepergiannya dengan sebuah mobil sport mewahnya.
Meisa yang menangis hanya melangkah dengan lemas ke tempat kerjanya tanpa bicara apa pun.
Aldi yang tidak tega, segera menyusul Meisa ke tempat kerjanya. Sebelum itu, ia membubarkan terlebih dulu para pekerja yang berdiri dengan asyiknya bergosip.
"Apa yang kalian lihat? Cepat kerja!" Suara Aldi begitu tegasnya.
"Mei, jangan khawatir kamu akan saya berikan pengganti uang tadi." ucap Aldi.
Meisa menggelengkan kepalanya, "Tidak Pak Aldi, tidak perlu saya bisa mencari uang tambahan di luar setelah pulang kerja." ucap Meisa menolak.
Dengan cepat Aldi menyodorkan amplop yang berisi uang dan segera pergi meninggalkan Meisa ke tempat kerjanya.
"Apa yang harus ku lakukan? Apa aku menerima pernikahan itu demi pekerjaanku dan demi fitnah yang Bu Diana tuduhkan padaku? Aku juga tidak ingin di pandang buruk seperti itu." gumam Meisa meneteskan air matanya ia sama sekali tidak bisa fokus bekerja saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Adriani Laeke
bank apa tuh... benar2 lucu. di luar logika.
2021-07-10
0
Sugiati
sedih thor, aq paling tau rasanya seperti apa jadi seperti meisa.
2021-03-19
1