Malam itu Meisa hanya bisa pasrah dengan perlakuan Aldi padanya. Pria itu tampak kelelahan setelah menghabiskan seluruh tenaganya.
Meisa bangun dari tidurnya dan mengambil pakaian untuk menutupi tubuhnya, ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Wajah sembab dan terlihat beberapa luka di tubuhnya.
"Badanku." gumam Meisa seraya meneteskan air matanya karena sakit yang sangat luar biasa.
Shower ia nyalakan lalu berdiri tepat di bawah siraman air itu.
"Mengapa jadi seperti ini pernikahan ku? aku sungguh tidak menyangka jika jadi seperti ini." tangis Meisa pecah tanpa suara di dalam kamar mandi dengan duduk di lantai memeluk erat tubuhnya sendiri.
Sedangkan Aldi, sudah terlelap tanpa mau memperdulikan istrinya di kamar mandi.
"Aku harus segera mengurus perceraian ini." ucap Meisa.
Bagaimana pun, ia tentu tidak akan rela jika Aldi memperlakukan dirinya seperti itu.
Cukup lama Meisa berada di bawah guyuran shower sampai ia tidak tahan lagi dengan dinginnya air malam itu, akhirnya Meisa memutuskan untuk menyudahi mandi itu.
Selesai Meisa mengeringkan tubuhnya ia memakai baju biasa, bukan piyama.
"Besok pagi sebaiknya aku segera pergi dari rumah ini. Aku ingin pulang saja." ucapnya dalam hati.
Meisa merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar itu tanpa mau lagi tidur dengan Aldi.
"Ayah, Ibu, maafkan Meisa mengecewakan kalian kali ini."
Ia terus memejamkan matanya dengan air mata yang masih menetes tanpa henti. Tubuhnya begitu sangat sakit. Apa lagi artinya wanita yang sudah di pandang rendah dengan suami sendiri.
Sungguh hal yang paling hina ketika suami sendiri meragukan kesucian istrinya. Apakah tidak cukup kenikmatan yang benar-benar ia rasakan itu untuk membuktikan jika Meisa masih suci.
Kecemburuan Aldi benar-benar membutakan akal dan pikirannya.
***
Malam mencekam kini telah berlalu, masih sangat pagi sekali Meisa sudah bersiap untuk keluar dari rumah suaminya itu.
Aldi masih tampak nyenyak dalam balutan selimut tebalnya.
Tanpa ia sadari jika istrinya sudah tidak ada lagi di rumahnya.
Meisa berjalan cukup jauh untuk mencari kendaraan apa pun itu. Taksi masih tidak juga terlihat, akhirnya ia meraih ponsel dan memesan ojek online.
"Ya Tuhan semoga aku bisa cepat pulang dengan selamat. Tuhan tolong aku selamatkan aku dari pria itu."
Meisa terus menoleh ke arah rumah suaminya, ia sangat ketakutan jika sampai Aldi mencarinya
"Syukurlah ojeknya datang."
Meisa naik ke motor, lalu motor itu melaju ke arah tempat yang sudah Meisa letakkan titiknya.
"Pak, tolong laju sedikit yah Pak." pintah Meisa.
"Baik, Non." jawab Bapak tua itu.
Meisa merasa lega saat ini ia sudah lumayan jauh dari rumah Aldi. Beberapa menit berlalu, kini ia sampai juga di rumah orangtuanya.
"Ayah, Ibu." panggil Meisa dengan mengetuk pintu rumah yang masih tampak sunyi beberapa kali.
"Bu, siapa sih ribut pagi-pagi begini?" tanya Pak Fajar.
"Ibu juga tidak tahu, Ayah. Sebentar Ibu buka dulu yah." ucap Bu Nirmala segera bergegas keluar kamarnya.
Bu Nirmala bergegas keluar dan membuka pintu rumah itu. Matanya terkejut melihat kehadiran Meisa yang sudah memeluk tubuhnya sendiri dengan air mata yang terus berjatuhan.
"Mei." ucap lirih Bu Nirmala.
"Ibu." Meisa menangis dan memeluk tubuh Ibunya.
Wajah Bu Nirmala begitu terkejut melihat keadaan tangan putrinya yang menampilkan beberapa bagian goresan merah.
"Apa yang terjadi?" tanya Bu Nirmala.
"Ayah di mana, Bu?" tanya Meisa.
"Ayahmu masih di kamar, ayo kita masuk." ajak Bu Nirmala.
Meisa tampak menahan langkah Ibunya. "Ada apa?" tanya Bu Nirmala yang melihat penolakan Meisa yang enggan masuk ke rumah.
"Ayah jangan sampai tahu apa yang terjadi dengan Meisa, Bu." ucap Meisa lirih.
Bu Nirmala menganggukkan kepalanya, mereka berdua pun masuk ke rumah.
"Ada apa? ceritakan pada Ibu." tutur Bu Nirmala.
"Mei ingin cerai, Bu. Dia pria yang kasar."
Kata-kata itu seakan mengunci bibir Bu Nirmala. Bagaimana bisa pernikahan yang baru satu malam sudah meminta cerai.
"Apa yang dia lakukan padamu?" Kembali Bu Nirmala bertanya dengan sesekali memeriksa keadaan Meisa.
"Meisa tidak ingin mengingatnya lagi, Bu." ucapnya dengan menundukkan wajahnya.
"Mei, pernikahan tidak semudah itu dalam membuat keputusan. Cobalah kalian pikirkan selama beberapa hari duli barulah kau bisa mengambil keputusan " tutur Bu Nirmala.
"Tidak, Bu. Meisa tidak akan mau kembali atau mempertahankan rumah tangga Mei." ucapnya.
"Baiklah, semua keputusan ada di kamu Mei. Ibu percayakan padamu." tutur Bu Nirmala.
"Sekarang kamu bersiaplah untuk kerja." pintah Bu Nirmala.
Meisa mengangguk lalu pergi ke kamarnya, ia mengobati beberapa luka di tangannya dengan salep yang di berikan Bu Nirmala.
Beberapa kali ia meringis karena kesakitan. Beruntung wajahnya tidak begitu terlihat buruk, setidaknya dengan polesan make up, Meisa sudah mampu kembali terlihat segar lagi.
"Semoga dia tidak berani mendekat padaku di kantor nanti." ucap Meisa.
Mengingat tempat kerja yang seolah mengutuk hidupnya, Mei terdiam seketika di depan cermin yang berukuran tidak begitu besar.
"Sebaiknya aku berhenti dari tempat terkutuk itu."
Meisa menganggukan kepalanya lalu ia membuka kembali baju seragam kerjanya. Beruntung saat ini masa kontraknya sudah selesai.
Hari itu Meisa memutuskan untuk mengajukan surat resign. Pagi-pagi sekali ia masuk ke kantor itu sebelum semua pekerja berdatangan.
Meisa masuk ke kantor, hanya ada para cleaning servis yang melihatnya masuk.
"Semua beres."
Meisa beranjak keluar dari ruangan suaminya tanpa sengaja ia bertemu dengan Bimo.
"Mei." ucap Bimo.
"Pak Bimo, saya permisi tadi saya hanya meletakkan surat pengunduran diri saya." tutur Meisa.
Bimo terkejut mendengar pengakuan dari Meisa.
"Kamu mengundurkan diri? mengapa Mei?" tanya Bimo dengan kagetnya.
"Saya ada kerja di tempat lain, Pak." ucap Meisa berbohong.
Ia pamit pergi dari hadapan Pak Bimo tanpa mengatakan apa pun. Kekecewaan Meisa benar-benar membuat dirinya ingin tidak mengenal lagi semua rekan kerjanya di tempat itu.
***
"Meisa...Meisa." Aldi terus berteriak mencari keberadaan istrinya di kamar itu.
Ia berencana pagi itu untuk kembali melanjutkan aksinya, namun sayang Meisa sudah lebih dulu pergi.
"Dimana dia?"
Pria itu segera turun dari tempat tidur dan melihat kedua orangtuanya yang sudah berlari menghampiri kamarnya.
"Ada apa?" tanya Pak Reno penasaran.
"Pak, dimana Meisa?" tanya Aldi dengan mata yang sudah membulat kesal.
"Bukannya tidur bersamamu di dalam?" tanya Bu Sila.
"Tidak ada." sahut Aldi.
"Aldi, apa kau melakukan sesuatu dengan Meisa?" tanya Bu Sila dengan tatapan dalamnya pada putranya.
Aldi menggelengkan kepalanya seakan mengelak dengan pertanyaan Ibunya yang mengarah pada dirinya.
"Tidak, tidak ada Bu. Sudahlah Aldi mau siap-siap ke kantor." ucapnya segera masuk kembali ke kamarnya.
"Sialan, beraninya dia pergi dariku. Lihat saja nanti di kantor akan ku habisi kau." pekik Aldi dengan mata memerahnya menahan emosi pada istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Woelandary
kasihan meisa... pergi pergilah yg jauh mei....
2021-06-06
2
Sugiati
ragu tapi candu,pengen nabok aldi thor.
2021-03-20
1
ajiu jiu
lanjut...
2021-03-05
1