"Semoga dengan begini aku bisa memiliki dirimu, Mei." gumam Aldi yang begitu penuh harap.
Ia sangat yakin jika Meisa benar akan menjadi istri yang sempurna untuknya. Dan keluarganya akan sangat menyukai pilihannya kali ini.
Karena Pak Aldi yang selalu di jaga baik-baik dengan keluarganya beberapa kali ingin menikah selalu tidak mendapatkan restu saat mereka tahu kehidupan wanita yang ingin ia nikahi tidak baik.
Sedangkan Meisa yang berada di ruang kerjanya merasa gelisah, ia ingin segera pulang agar bisa mendiskusikan dengan keluarganya tentang lamarannya itu.
Semoga pernikahan yang berlandaskan menghindari diri dari fitnah bisa menjadikan rumah tangga yang mereka akan bisa bahagian sesuai keinginan mereka.
Tanpa terasa hari sudah sore, akhirnya mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Meisa yang menaiki ojek menuju rumahnya begitu merasakan detakan jantung yang tidak karuan.
"Semoga apa pun keputusanku mereka akan setuju dan ini akan menjadi awal yang baik." gumam Meisa.
Tak lama setelahnya, Meisa pun tiba di rumah sederhana yang begitu terlihat bersih.
"Assalamualaikum," ucap Meisa.
"Walaikumsalam, Mei." Ibu Nirmala yang baru saja pulang dari tempat kerjanya menyambut anaknya dengan baik.
Bu Nirmala tampak kelahan karena kerjanya yang sebagai cleaning servis di sebuah pabrik roti terpaksa ia jalani demi mencukupi kebutuhan pengobatan suaminya.
"Ayah mana, Bu?" tanya Meisa.
"Ayah di kamar, dadanya sesak lagi gara-gara obatnya habis. Uang Ibu kurang untuk menebus obat Ayahmu, Mei. Apa kamu ada uang lebih untuk menambahkannya?" tanya Ibu Nirmala dengan pelannya.
"Uang ini harusnya tidak aku pakai, tapi bagaimana dengan ayah?" gumam Meisa dengan termenung merasa ragu untuk memakai uang pemberian dari Aldi.
"Apa aku pinjam saja dulu? nanti aku akan menggantinya." gumam Meisa lagi.
"Iya, ada Bu. Mana resep obatnya? Biar Meisa yang membelikan untuk Ayah." tuturnya dan Bu Nirmala menyerahkan pada putrinya catatan resep obat kemudian Meisa segera pergi ke apotik.
Sepanjang jalan ia terus berpikir apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya. Ia tidak berani berkata jujur apa alasannya untuk menerima lamaran dari Pak Aldi.
Setelah Meisa selesai menebus obat, ia segera pulang dan meminumkannya pada sang ayah.
"Ayah, Ibu, Meisa ingin bicara sesuatu bisakah ayah dan ibu memberikan Meisa waktu?" tanyanya dengan wajah ragu.
"Iya, Mei. katakan ada apa?" tanya Bu Nirmala penasaran.
"Meisa ingin menikah dengan pimpinan cabang tempat Meisa bekerja Ayah, Ibu." jawabnya dengan menundukkan kepalanya takut jika kedua orang tuanya menolak.
"Kamu ini meminta izin menikah seperti orang sedang mengakui telah mencuri saja. Mengapa wajahmu menunduk takut seperti itu?" tanya Nirmala.
"Ti-dak, Meisa hanya takut jika Ayah dan Ibu menolak permintaan izin dari Meisa." jawabnya lirih.
"Mei, kau sudah dewasa. Ayah dan Ibu tentu akan menyetujui apa pun yang menjadi keputusanmu. Kau sudah bisa menentukan mana yang baik dan mana yang tidak." terang Ibu Nirmala dan di ikuti dengan anggukan Pak Fajar.
Meisa lega karena dua orangtuanya sudah setuju, saat ini ia tinggal memberi kabar pada Aldi saja.
"Yasudah Meisa ke kamar dulu yah Ayah, Ibu." ucapnya bergegas menuju kamarnya untuk menghubungi Aldi.
"Halo, Mei." Suara pria di seberang telfon sana yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu.
"Halo Pak Aldi, mohon maaf saya mengganggu waktu Bapak. Saya hanya mau memberi tahu tentang persetujuan orangtua saya untuk pernikahan kita." terang Meisa tanpa basa basi lagi.
"Oh iya bagaimana?" tanya Aldi begitu antusiasnya.
"Mereka sudah setuju, Pak." jawab Meisa dengan wajah tidak bersemangatnya.
Aldi yang mendengarnya begitu senang, satu tahap sudah terlewati tinggal kedua orangtuanya lagi saat ini setelah itu barulah mereka memikirkan pernikahan.
"Meisa, semua biar saya yang mengurusnya. Besok malam kami akan datang ke rumahmu yah. Beritahu orangtuamu." tutur Aldi.
Meisa pun menyetujuinya dan sambungan telfon kini sudah terputus. Saat itu juga tubuh Meisa jatuh tersungkur ke lantai dan menyandarkan kepalanya di pinggir kasur miliknya.
Ia takut akan langkah yang ia putuskan saat ini, apakah semua akan berjalan dengan baik hubungan yang di mulai berdasarkan paksaan tanpa adanya cinta.
Tapi Meisa sebagai wanita lemah juga tidak ingin mendapat cibiran yang menganggap dirinya sangat rendah seperti itu.
***
Hari lamaran sudah terlewati dengan baik, kedua keluarga setuju untuk mengadakan pernikahan. Namun sesuai dengan permintaan Meisa, ia tidak menginginkan pernikahan yang mewah. Ia hanya ingin satu acara sederhana yang di adakan saat hari libur kerja saja.
Dengan begitu ia tidak perlu mengambil hari libur saat jam kerjanya.
Pernikahan berjalan dengan baik, dekorasi gedung sederhana itu tampak memukau dengan hiasan bunga-bunga segar yang bergantung di setiap sudut dan gaun yang di pakai Meisa berwarna putih tulang senada dengan pakaian yang di pakai Aldi.
Para tamu undangan turut hadir yang di hadiri para keluarga dan kerabat kedua keluarga mereka saja.
Wajah kedua keluarga yang terlihat sangat bahagia membuat beban Meisa sedikit terobati.
Wajah tampan Aldi terlihat semakin terpancar jelas saat pernikahan berlangsung. Namun berbeda dengan Meisa, ia hanya berwajah datar sesekali senyuman tampak ia paksa hadir di wajahnya.
Meski matanya begitu bekerja keras menahan air mata yang ingin jatuh.
"Dia sudah menjadi milikku. Akhirnya... aku sungguh tidak menyangka bisa mendapatkannya dengan cara seperti ini." gumam Aldi tersenyum lega menatap Meisa dari samping.
"Pah, sudah siap?" tanya Bu Diana yang baru saja selesai make up untuk menghadiri pernikahan Meisa.
Ia ingin memastikan jika pernikahan itu benar-benar ada bukan hanya untuk menipu dirinya.
Bimo yang sudah selesai menggandeng istrinya menuju mobil. Meskipun rumah tangga mereka tidak begitu baik namun untuk hal acara seperti ini ia tidak mungkin untuk menampilkan pada orang lain tentang buruknya pernikahan mereka.
"Pernikahan ini adalah jasa dari Mamah. Seharusnya papa bangga memiliki istri seperti Mamah." ucap Bu Diana.
Bimo merasa heran apa maksud perkataan istrinya itu ia menatap Bu Diana dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
"Apa maksud Mamah?" tanya Bimo.
"Mamah yang membuat mereka berdua menikah, Mamah tahu selama papa dan wanita itu sudah memiliki hubungan kan?"
Mendengar tuduhan istrinya, tiba-tiba Bimo menghentikan mobilnya dengan kasar. "Mah, jangan bilang-" (ucapan tak Bimo terhenti seolah ia tahu apa yang dilakukan istrinya).
"Jangan-jangan apa, Pah? papah tentu tahu apa yang sudah Mamah lakukan. Seperti wanita-wanita sebelumnya mamah melabraknya." terang Diana.
Bimo terkejut mendengar pengakuan istrinya, ia sungguh tidak habis pikir dengan kepergiannya beberapa hari saja keluar kota istrinya lagi-lagi membuat masalah dengan wanita lain.
"Mau sampai kapan Mamah selalu bersikap seperti itu? Papah sungguh tidak tahan dengan sikap Mamah seperti itu selalu saja mengusik pekerjaan yang Papah lakukan."
Mobil yang tadinya sudah ingin menuju ke acara pernikahan tiba-tiba saja berputar balik Bimo melajukan mobilnya kembali ke rumah.
"Loh Pah, kita ko pulang?" tanya Diana dengan suara bernada tingginya.
"Mamah sebaiknya di rumah saja. Mamah tidak seharusnya Papah beri kebebasan untuk keluar rumah." pekik Bimo dengan geramnya.
Sesampainya di rumah Bimo menarik kasar tangan istrinya dan melemparnya ke dalam rumah ia sudah benar-benar tidak habis pikir dengan perlakuan istrinya.
Selama ini Bimo sudah berusaha sabar menghadapi sikap Diana yang suka berlebihan mencemburui dirinya.
"Kau di rumah." teriak Bimo dan mengunci pintu rumah dari luar kemudian melajukan mobilnya ke tempat pernikahan Meisa dan Aldi.
"Mengapa bisa seperti ini? Sungguh aku tidak enak dengan Meisa. Dia pasti tidak bahagia di pernikahannya ini. Maafkan saya, Mei. Karena istri saya kau harus terpaksa menikah dengannya." ucapnya sepanjang perjalanan terus merasa bersalah.
Beberapa waktu berlalu, kini Bimo pun sampai di tempat acara itu. Ia melihat dari kejauhan wajah Meisa yang sama sekali tidak bahagia.
"Maafkan istriku, Mei." ucap Bimo sungguh merasa tidak enak hati.
Sementara Adi ia tahu jika pria itu sangat menyukai Meisa sejak dulu.
Kini para tamu undangan sudah berjalan menemui mempelai pengantin. satu persatu berjabat tangan Begitu juga dengan Bimo yang datang sendirian.
"Selamat untuk kalian berdua semoga pernikahan kalian akan bahagia." Ucap Bimo dengan tersenyum.
"Terimakasih, Pak Bimo." sahut Meisa berusaha menunjukkan senyumannya.
Setelah selesai acara, kini Aldi dan Meisa pun menuju kamar mereka. Meisa segera membersihkan diri di kamar mandi setelah itu Aldi juga ikut membersihkan diri.
Keduanya sama-sama telah tampak segar, suasana beberapa waktu begitu hening. Sampai mata pria itu menatap tubuh istrinya yang sudah terbalut dengan handuk memperlihatkan bagian-bagian yang tampak putih dan mulus.
Perlahan Pak Aldi mendekat pada sang istri dengan ragunya.
"Jangan ragu, Pak. Saya milik Bapak." ucap Meisa yang sadar akan statusnya saat ini. Meski jauh di lubuk hatinya ia sama sekali belum siap.
"Mei, jangan memanggilku seperti itu. Kita sudah menikah dan saat ini kita bukan sedang bekerja." tutur Aldi dengan suara khasnya yang sudah meraih dagu Meisa dengan tangannya agar menatapnya.
Meisa menurut dan menatap wajah suaminya saat ini. "Mas, yah aku memanggil Mas saja yah?"
Aldi menganggukkan kepalanya setuju dengan panggilan itu dengan wajah tersenyumnya. Tatapan yang semakin dalam kini mulai membuat pria itu memiringkan wajahnya hingga kedua bibir mereka sukses saling bertemu dan dengan cepatnya Aldi menerobos indera perasa milik sang istri.
Perlahan sentuhan demi sentuhan Aldi berikan untuk sang istri. Meisa pun yang merasa sudah berkewajiban melayani sang suami tampak menikmati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments