TAWAKU TERBALUT LUKA
Laki-laki dan perempuan yang menggunakan seragam putih abu-abu tengah terengah-engah, mereka berlari dari gerbang sekolah menuju ruang kelas. Jam mahal yang melingkar sudah menunjukan pukul 07.35 itu artinya mereka telat 20 menit.
"Aduh, banyak banget kita telatnya. Pasti dimarahi Pak Santoso." lelahnya berlari, mereka berhenti sejenak didepan kelas. Suara Pak Santoso, guru killer disekolah menggelegar sampai diluar kelas.
"Kakak sih bangunnya telat. Kita juga telat 'kan. Kalau kita naik mobil masih bisa kekejar, lah ini kita naik onthel." sang adik mengomel, melirik sinis kearah kakaknya. Keringat membasahi dahi dan baju yang dikenakan.
"Kamu nyalahin aku, salahin tuh si baby nutrigel semalam rewel. Aku begadang jagain dia. Tau sendiri dia kayak permen karet." sungutnya kesal.
"Ya tapi kita telat juga gara-gara kakak to! ditambah lagi aturan kakak setiap hari selasa, rabu harus naik othel jadinya gini, kita sendiri yang repot!" Nata bersemangat mengomeli sang kakak.
"Aturan itu udah disepakati bersama, jangan nyalahin aku aja dong, salahin mereka juga!" tak terima disalahkan, suara itu ia tinggikan. Mereka lupa jika berdebat didepan kelas.
"Tapi kakak yang menyetujui kesepakan itu dan kakak yang meresmikannya. Jangan lupakan itu!"
"Heh, dasar menyebalkan!"
"Kakak yang menyebalkan!"
"Kamu!"
"Kamu!"
Mereka saling adu pandang dengan sengit.
"Taka, Nata!" Pak Santoso sudah berdiri disamping mereka. Dibalik jendela sudah ada murid lain yang mengintip dan memenuhi permukaan kaca.
"Diam! tidak usah ikut campur!" Taka memarahi sosok guru yang berdiri samping mereka. Ia belum sadar jika itu adalah guru killer.
"Kalian berdua bersihkan toilet!"
"Enak saja! Nggak sudi. Sana bersihkan sendiri sama adik laknat ini!" Taka menunjuk didepan wajah Nata, sama sekali belum sadar dengan keberadaan guru killer.
"Enak aja, nyuruh-nyuruh aku! aku juga nggak sudi. Kakak itu yang lancar menyikat kloset! Tangan lentik ku bisa kasar kalau pegang alat bersih-bersih." Nata masih terlihat kesal.
"Taka, Nata. Lihat, siapa yang berdiri disamping kalian." salah satu siswa yang mengintip dari balik jendela setengah berteriak agar Taka dan Nata sadar dengan keadaan.
Mendengar itu, keduanya langsung menoleh.
"Wadidaw..."
"Omegos..."
Teriak Taka dan Nata. Keduanya terkejut melihat Pak Santoso dengan wajah merah padam menahan kekesalan. Buku cetak yang digenggam bergetar karna menahan dorongan tangan yang ingin menjewer telinga keduanya.
Dua murid yang terkenal bandel dan bar-bar.
"Ka-li-an!"
"Eh.. Bapak." Nata menyengir, Taka ikut menunjukan deretan giginya.
"Apa bapak-bapak! kalian sudah telat malah asik berdebat disini. Setiap mata pelajaran saya, selalu kalian berdua yang telat. Bosan saya ngasih hukuman." suara pak Santoso terdengar tegas. Rambut yang sudah ditumbuhi uban tapi masih punya semangat 54 untuk memarahi dan memberi hukuman pada siswa siswi yang bandel.
"Maaf Pak, dijalan tadi macet." Taka menunduk tidak berani menatap pak Santoso.
"Macet? kalian berangkat naik sepeda onthel dan terkena macet? saya yang bodoh apa kalian yang terlalu pintar?" pak Santoso mengeratkan gigi-gigi yang mungkin mulai keropos, atau mungkin gigi yang sudah kw alis gigi palsu.
Taka menyenggol lengan Nata, memberi kode agar adiknya ikut membantu memberi alasan.
"Ah, ini pak. Tadi pagi perut kita mules, jadi kelamaan dikamar mandi dan kita jadi telat." Nata ikut membuat alasan.
"Perut mules bisa bersamaan?" Pak Santoso meninggikan sebelah alis, tentu tidak mungkin percaya begitu saja.
"Iya pak, bunda kami lupa mau masukin garam malah masukin obat pencuci perut jadi kita sakit perut berjamaah. Ini saja perut kita masih sakit pak, badan kita lemes." akhirnya Nata menemukan ide. Badan yang pura-pura lemas dan bersandar ditembok, Taka ikut berakting dengan memegangi perut.
"Oh... kalau begitu kalian ke UKS saja istirahat, tidak perlu masuk kelas. Dan, jangan lupa minta obat diare."
"Tapi pak, nanti absen kita kosong." sahut Nata.
"Tidak, nanti ditulis izin."
"Eum, kita masih kuat kok ngikutin pelajaran bapak. Boleh ya kita masuk,"
"Kalau sakit nggak usah dipaksain. Kalian istirahat saja." suara pak Santoso sudah tidak terdengar tegas.
"Kami sudah minum obat diare, pak. Kita masih bisa ngikutin pelajaran bapak. Apalagi sebentar lagi mau ulangan, nanti ketinggalan pelajaran."
"Ya sudah, kalian boleh masuk."
Kalimat singkat dari pak Santoso bagai angin segar, hari ini mereka lolos dari hukuman. Bahkan guru killer yang terkenal tegas dan mengerikan bisa dikibuli dengan duo kembar super.
Mengikuti langkah pak Santoso untuk masuk kedalam kelas, Nata dan Taka kegirangan. Mengayunkan gerakan tangan keudara "Yes," keduanya cengengesan.
Gubrak...
Salah satu murid yang mengintip lewat jendela terjungkal.
"Huuuuu...." murid-murid satu kelas menyoraki siswa yang terjatuh tadi. Ali baba muncul dari bawah meja, dengan wajah kesakitan. Satu kelas tak henti bersorak dan tertawa keras.
Tok...tok...
"Diam....!" suara pak Santoso menghentikan kegaduhan yang terjadi. Ajaib, teriakan yang hanya satu kali itu bisa terdengar sampai keruang kepala sekolah. Membuat kelas IPA 3 serentak menghentikan tawa mereka. Bukan hanya teriakannya saja yang menakutkan, tapi guru killer itu sering melempar benda diatas meja kearah muridnya.
"Kamu tu ngapain Ba, salto dari atas meja?" Taka tersenyum meledek Ali Baba yang duduk disampingnya.
"Sial! ini gara-gara ngintip kamu tadi, pantatku jadi sakit." keluhnya.
"Hei kalian diamlah, kalian mau ngerasain lemparan spidol!" Mujirah memperingati Taka dan Ali Baba yang berisik. Keduanya langsung menutup mulut dan mulai memperhatikan kearah depan. Mencoba fokus mendengar penjelasan dari pak Santoso yang menjelaskan tentang Trigonometri.
Setelah 45 menit, akhirnya pelajaran itu telah selesai. Murid satu kelas itu bisa bernafas lega, guru killer sudah meninggalkan kelas dengan segala kengeriannya. Kini mereka sedikit bisa bersantai sebelum guru selanjutnya datang.
"Bos, beh...beh... kalian mantap banget kalau suruh bohong. Guru killer juga bisa percaya sama aktingmu." Mujirin memuji Taka dan Nata. Satu geng itu tengah duduk bergerombol.
"Aku dilawan." Taka menepuk dadanya pelan, mencebik dan bangga akan dirinya yang sudah berhasil membohongi guru killer.
"Sopo dino iki seng ora numpak onthel? bayar dendo! (Siapa hari ini yang tidak naik onthel? bayar denda)" ucap Taka. Ia mengamati wajah-wajah satu gengnya.
"Dewe nggowo kabeh. (Kita bawa semua.)" jawab Dudung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
ini pangkal karya2mu selanjutnyankan thor....,gw mampir....
2023-03-09
0
Rinna Nuraeni
ya ampun aku baru tau loh ada lanjutan nya kisah anak arsel dan sensa,,,,asik..,0asti seru nie...lanjut
2021-08-14
0
Sweet Girl
emang arek sableng, gurun3 diapusi
2021-07-15
0