"Assalamu'alaikum..." Taka dan Nata mengucap salam bersamaan. Mereka mulai menjejakan kaki untuk masuk kedalam rumah.
"Walaikum salam, kalian sudah pulang? tumben jam segini sudah sampai rumah." bunda Sensa menyambut kedua anak kembarnya. Menyodorkan tangan untuk dicium oleh Taka dan Nata.
"Iya Bun, kami tidak jadi kumpul di base camp, 'kan baby Saf-Saf sedang sakit." Jawab Nata.
"Heum, dari tadi nangis terus. Ini baru aja diem, setelah minum obat baby Saf-Saf baru bisa tidur."
Taka mengusap keringat yang bercucuran seperti air mancur, rambutnya yang lurus semakin lepek karna basah.
Bunda Sensa memperhatikan mereka.
"Uluh-uluh, anak bunda pulang dari sekolah apa pulang dari sawah. Lihat keringat kalian kayak orang kerja cangkul sawah." kata bunda Sensa, memperhatikannya putra putrinya.
"Kak Taka Bun, naik onthel ngebut-ngebut. Kesel aku, 'kan kakiku capek ngikutin dia." sungut Nata kesal.
"Kesal ya kesal, tapi air ludahmu nggak usah muncrat-muncrat." jawab Taka yang di balas lirikan maut dari Nata. Taka hanya cengengesan.
"Hust.. kalian ini, lihat baju yang kalian pakai itu ada lambanya SMA." kata bunda Sensa, menunjuk bagian lengan Nata dan Taka yang ada tulisan nama sekolahan mereka.
"Memang kenapa Bun kalau ada tulisan SMA nya?" tanya Nata.
"Ya itu artinya kalian sudah dewasa, udah nggak pantes berdebat kayak anak kecil."
"Maklumi Bun, Nata itu masih kayak anak kecil. Pikirannya cetek(dangkal)." sahut Taka.
"Ye... kakak itu yang cetek. Gua mah Nata si gadis jenius." Jawab Nata dengan mencebik.
Bunda Sensa menghela nafas, menggelengkan kepala melihat kelakukan si kembar yang susah akur. Tapi dimana ada Taka disitu ada Nata. Itu yang mengherankan.
"Ya sudah, kalian bersih-bersih dulu. Badan kalian bau debu dan asap kendaraan. Setelah itu makan, nanti bunda siapin." wanita paruh baya yang masih tetap terlihat anggun itu selalu bersikap baik pada anaknya. Meskipun keduanya sering membuat ulah, tapi kasih sayang tetap tercurah.
"Siap Bun." jawab Taka dan Nata, mereka berdua menuju kekamar masing-masing untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak.
Setelah membersihkan tubuh, Taka melupakan makan siangnya. Kini terlentang diatas ranjang yang empuk, terdengar dengkuran halus. Menandakan ia benar-benar terlelap.
Satu jam terlelap dengan mimpi indah, samar-samar ia mendengar panggilan yang tidak asing. Setiap saat panggilan itu menghantui pikirannya.
"U'um..." baby Saf-Saf memanggil dengan suara serak, balita itu dari tadi menangis. Mungkin merasakan tubuhnya yang sedang demam. Hingga dari semalam terus merengek.
Sebenarnya Umi Seika sudah berkonsultasi dengan dokter khusus. Dokter menerangkan, untuk balita wajar mengalami demam, mungkin karna kondisi tubuh yang masih rentan dengan cuaca yang berubah-ubah atau dari makanan yang dikonsumsi.
Umi Seika juga sudah menebus obat yang diresepkan oleh dokter, jika dalam 2hari demam baby Saf-Saf belum turun maka terpaksa harus opname.
"Hei... bangun!" seorang lelaki paruh baya menggoyangkan pundak Taka agar terbangun.
"Opo to? (Apa sih?)" ucap Taka masih terkantuk-kantuk. Kelopak matanya enggan terbuka.
"U'um..." baby Saf-Saf mencebik, sebentar lagi tangisnya akan pecah. Melihat Om kesayangan belum bangun-bangun, akhirnya tangis itu pecah. Baby Saf-Saf menangis dengan keras membuat Taka terkejut dan segera bangun.
"Hei... baby nutrigel, kesayangan U'um kenapa menangis?hem?" Taka yang sudah terduduk segera mengambil baby Saf-Saf dari gendongan ayah Arsel.
"A'i, Um... A'i?" lapornya pada Om Taka.
"Sakit?" Taka mengulang dengan kata yang jelas. Baby Saf-Saf mengangguk, kedua pipinya basah dengan airmata.
"Oh, kesayangan Om sakit. Sudah minum obat?" tanya Taka dengan lembut, ia tau keponakanya sedang tidak enak badan. Ia harus bisa membuatnya tenang. Bocah perempuan itu menggeleng dan menunduk. Sedangkan tangannya melingkar dileher Omnya.
"Kamu mau mainan sama Om?"
Baby Saf-Saf menggeleng.
"Eum, mau denger lagu dangdut? Om ada lagu baru, judulnya Harusnya aku. Mau denger?" Taka menawari. Tapi lagi-lagi baby Saf-Saf menggeleng.
"Terus kamu mau apa?" tanyanya lagi.
"Bu...bu." jawabnya. Kepala yang disandarkan dibahu Taka. Taka mengelus rambut baby Saf-Saf dan menimang-nimang.
Melihat keponakan yang biasa aktif dan kini terlihat tidak bersemangat membuat Taka kasihan.
"Taka, sepertinya kamu sudah pantas menjadi ayah." kata ayah Arsel. Ia duduk ditepian ranjang.
"Bukannya ayah yang selalu melarangku untuk menikah?" jawab Taka.
"Kalau ayah menyuruhmu menikah apa kamu akan menikah sama si siapa? eum... Sartinem?"
"Sarinem, yah. Mungkin, tapi aku juga masih ragu. Aku pengen cari yang ke bule-bulean gitu." mata Taka memandang jauh, seperti sedang menerawang masa depan.
"Yeelah, ngomong aja pakai bahasa Jawa, gitu mau nikah sama bule? terus, bagaimana kalian mau komunikasi?"
"Sekarang sudah canggih yah, tinggal tanya sama guling translate. Beres." jawab Taka.
Terdengar suara tawa dari ayah Arsel. "Kalau kamu mau ihik-ihik, juga tanya sama guling translate?" dibibir tuanya masih tersisa senyum mengejek.
Taka mendengus sebal. "Taka akan gunakan bahasa isyarat yah, tenang saja. Taka sudah pakar."
"Yah.." Taka memanggil ayah Arsel, setelah tadi mereka terdiam.
"Tabungan Taka abis, isiin lagi dong." pintanya penuh harap.
"Apa? habis? bener-bener kamu, Taka. Segitu banyaknya ayah menambah isi ATM-mu sudah habis lagi?" ayah Arsel menggelengkan kepala. Heran dengan putra keduanya yang terlalu boros, ketika sudah ditransfer tak lama sudah habis.
Ayah Arsel tak pernah memeriksa pengeluaran Taka.
"Plis, yah. Taka butuh banget, besok ada kumpul sama temen-temen, masak anak horang kaya nggak punya uang. Bukan aku saja loh yang malu, tapi ayah juga kena imbasnya." bujuk Taka.
Ayah Arsel melirik sinis. "Apa-apaan? ayah udah nggak kurang-kurang ngasih jatah sama kamu, tapi kamu saja yang selalu boros."
Taka terdiam, ia seperti kebingungan harus merayu sang pemimpin keluarga itu.
"Baiklah, kalau begitu Taka hutang deh. Ntar kalau jatah uang bulanan turun Taka bayar."
"Itu sama aja Taka...." ucap ayah Arsel dengan gelengan kepala.
"Taka bener-bener butuh uang, yah." ucapnya memelas. Tangan kanannya tak henti mengelus rambut baby Saf-Saf yang kini sudah memejamkan mata.
"Kamu butuh berapa Taka? nanti kakak yang transfer." Saka sudah berdiri didepan pintu. Ia berjalan masuk untuk mengecek kondisi putrinya, apakah masih demam.
"Beneran kak?" Taka terlihat gembira.
Saka mengangguk.
Ayah Arsel tersenyum, ia bangga dengan sikap Saka yang perduli dengan adiknya. Ia sengaja membiarkan Saka melakukan itu. Paling tidak, itu menunjukan kasih sayang kepada saudara.
Saka selalu mengingat kebaikan Taka yang rela meluangkan waktu untuk menjaga baby Saf-Saf. Menyayangi dengan sepenuh hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Եɾí
Oalaah thor trnyata nata itu cewek
2021-08-02
0
Sweet Girl
sayah mau jadi ponakan Um Taka, biar diiyus Iyus lambutnya.
2021-07-16
0
Diana Marwah
Keluarga yg Saling, Mmbantu,,,, Super Baik Saka nya, jg..
2021-05-22
0