"Bos kita jadi kejalan Kremang nggak?" tanya Mujirin.
"Jadi nggak ya? keponakanku sakit, aku harus jagain dia. Kalian tau sendiri baby nutrigel lengket banget sama aku. Aku nggak tega terlalu lama ninggalin dia." Taka menjawab dengan tidak bersemangat. Sebenarnya hari ini satu geng itu akan mengadakan acara rutinitas kegiatan mereka. Tapi, Om yang sangat menyayangi keponakannya tidak tega jika meninggalkan baby Saf-Saf terlalu lama, karna keponakannya itu sedang demam.
"Besok aja loh kak kita pergi ke Kremengnya, kasihan baby Saf-Saf nanti nyariin kakak kalau pulang sore." sahut Nata, ia juga ingin menemani baby Saf-Saf.
"Gimana, kalian setuju nggak kalau kita perginya besok aja. Lagian besok masih naik onthel, besok hari rabu." meski Taka adalah ketua geng, tapi setiap mengambil keputusan ia selalu berdiskusi dengannya yang lain. Satu geng yang berjumlah 6orang itu sangat senang dengan sikap Taka yang ceplas-ceplos tapi tetap menghargai keberadaan mereka.
Bahkan anak horang kaya ke 3 itu tidak pernah memilah-milah teman. Semua dianggap sama. Hanya saja ia tidak suka dengan orang sombong.
Dudung, Mujiren, Mujirah dan terakhir Ali Baba mengangguk antusias, apapun keputusan sang Bos mereka menyetujui.
Hari ini tidak ada jam tambahan belajar, hingga jam 2.15 menit mereka sudah mulai meninggalkan kelas.
"Rek, jangan lupa, besok naik onthel lagi. Kalau nggak naik onthel, siap-siap didenda. Mengerti?" Taka melihat satu persatu temannya. Sebagai kepala geng, ia wajib mengingatkan aturan geng yang sudah disepakati.
Beberapa bulan lalu, ayah Dudung yang tinggal di Jawa tengah sakit. Motor Hindi Beot satu-satunya terpaksa dijual demi pengobatan sang ayah. Sekembalinya dari Jawa tengah, ia dibawakan sepeda onthel peninggalan kakeknya. Hanya itu satu-satunya kendaraan yang dia punya, daripada berangkat dengan berjalan kaki.
Pertama kali membawa sepeda onthel ke sekolah banyak teman-teman lain yang mengolok-olok dan menghinanya, karna disekolah elit itu hanya dia sendiri yang membawa onthel.
Taka dan anggota yang lain berdiskusi untuk menyelamatkan harga diri Dudung, agar teman-teman lain tidak menghina lagi. Akhirnya Taka mencari situs pencarian di guling membeli sepeda onthel seperti milik Dudung.
Solidaritas mereka memang tinggi dalam satu geng itu, jika salah satu ada masalah, maka yang lain akan membantu.
Mereka memberi kejutan dengan berangkat menaiki sepeda onthel tanpa memberitahu dulu sebelumnya. Dudung sampai menangis karna terharu dengan usaha kawan-kawan yang begitu perduli padanya.
Kesulitan ekonomi yang dialami, bersyukur mempunyai teman-teman yang baik. Mendukung dan menolong, tidak seperti pertamanan pada umumnya, yang mungkin akan meninggalkan dirinya jika tau ia miskin.
Teman satu geng Taka bukanlah dari kalangan berada, mereka hanya orang-orang biasa. Untuk setiap kali kesulitan uang Taka dan Nata sering membantu, bahkan uang untuk membeli sepeda onthel juga hasil dari iuran. Disitu Taka dan Nata yang mengambil peran banyak.
"Siap Bos," 4orang memberi gerakan seperti hormat. Mereka selalu patuh dengan perintah ketua geng.
"Rek, numpak pit',e Ojo banter-banter yo. (Teman, naik sepedanya jangan kencang-kencang ya.)" ucap Dudung.
"La emang ngopo, Dung?( La, emang kenapa, Dung?)" tanya Mujirah.
"Rem pit ku belum tak ganti. Los dol." jawabnya.
"Soke...." Jawab yang lain bersamaan.
Sampai diparkiran sekolah paling elit, begitu banyak mobil sport dan juga moge (motor gede) paling ujung sendiri ada 6sepeda onthel milik mereka.
"Haha... kalangan kaum onthel dateng, mau ngambil sepeda butut. Hadeh, kismin-kismin, kasihan amat!"
"Diem Lo, Joe? mulut macam comberan kotor dan bau." ejek Taka.
"Taka! beraninya Lo ngatain mulut ningrat gue comberan! gue telponin bokap gue mampus Lo." Joe menatap tajam. Taka tak mau kalah, ia juga menatap tajam.
"Heleh, ora wedi! (Halah, tidak takut!)" sinisnya.
"Dasar rombongan gila! kalian selalu ngomong pakai bahasa orang miskin. Nggak level sama gue!"
"O... koe kui seng gendeng!( O... kamu itu yang gila!)" Taka sudah mengepalkan tinjunya, tapi teman-teman yang lain mencegah.
"Wes, Bos. Ayo kita pulang, nggak ada guna meladeni Joe-glongan(galian tanah)" Mujiren memegangi tangan Taka.
Disana Nata tak banyak bergerak, ia hanya curi-curi pandang kearah kekasih hati yang menjadi anggota geng Joe. Dua geng yang seperti musuh. Tapi tidak akan berkelahi jika diantara mereka tidak ada yang membuat ulah.
"Aja ngurus bocah gemblung, bos. Dewe melu-melu gemblung, priwek?(Jangan mengurus anak gila, bos. Kita ikut-ikut gila, gimana?" Ali baba menyahut.
"Ngomong opo to, Ba. Hes, mingkem wae. (Ngomong apa sih, Ba. Udah, tutup mulut aja.)" Taka menampol mulut Ali Baba pelan. Ali Baba hanya mendengus sebal, ia ingin melerai tapi malah tak mendapat respon.
Taka masih belum paham dengan bahasa yang digunakan Ali Baba, dengan campuran bahasa Jawa dan bahasa Ngapak(bahasa dari Tegal, Banyumasan.)
"Sudah Joe, ayo kita pulang." lelaki yang bak malaikat bagi Nata terdengar bersuara, mendengar suara itu jantung Nata sudah berirama dengan cepat. Baginya, itu suara paling merdu diantara lainnya. Ya, Martin Sagara Alberto. Kekasih hati, pujaan-nya. Mereka bersepakat jika sedang bersama anggota geng masing-masing tidak akan saling menyapa, tapi ketika bertemu empat mata mereka seperti orang berpacaran pada umumnya.
Adu sengit tadi tidak berlanjut, dengan gaya angkuh dan sombong Joe dan 3orang lainnya masuk kedalam mobil mereka. Mulai meninggalkan parkiran dengan sengaja memainkan gas mobil didepan mereka.
"Arep tuku cendol cawet ora?(Mau beli cendol celana da**m nggak?)" Tanya Mujiren dengan cengengesan.
"Lambemu Ren-Ren... njalok disolatip! (Mulutmu Ren-Ren... minta diikat plastik!)" sahut Taka. Mereka mulai mengeluarkan sepeda onthel kebanggan masing-masing.
"Selamat siang menjelang sore Bu, Hany." mereka menyapa seorang guru sedan berjalan mendekat yang juga akan mengambil motor diparkiran itu.
"Selamat siang menjelang sore. Kalian naik onthel?" tanya Bu Hany ramah, selain cantik guru Biologi itu sangat ramah.
"Iya Bu. Naik onthel juga bisa berolahraga, Bu. Badan kita jadi sehat." jawab Taka, ia sangat pandai menjawab.
"Iya, betul. Tapi, apa kalian nggak capek? rumah kalian jauh 'kan?" tanya Bu Hany lagi.
"Enggak Bu, kalau kita bareng-bareng nggak akan capek. Malah asik bisa menikmati polusi udara sama sengatan matahari. Yang penting jangan terkena sengat listrik, auto is dead Bu." jawab Taka cengengesan, diikuti dengan yang lainnya.
"Kamu ini Taka, selalu ada aja yang buat bahan lelucon. Ya udah, Ibu duluan. Kalian hati-hati jangan terlalu mengambil jalur ditengah ya." pesan Bu Hany. Bibir yang terdapat lipstik berwarna orange itu mengembangkan senyum. Yang juga dibalas senyum oleh mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nama rakyat banget,Gak ada nama yg nikin lidah ku keseleo menyebutnya..👏👏👍👍Mantap thor aku suka..👍👍
2024-12-25
0
Kenzi Kenzi
jadi inget sama pilem si dudung
2023-03-09
0
Kenzi Kenzi
bahkan,nama aja kembaran....hahhahaa....kek nya bakalan ada nama2.kembar lainnya nih...mujiren mujirah...mujiran...
2023-03-09
0