Kenyataan Pahit

kutatap jam yang berada di atas nakas, jam itu menunjukkan jam 4 lewat. Kualihkan pandanganku pada langit - langit kamarku. Terasa ada kekosongan yang sudah lama tidak mengangguku. Segera aku bangun untuk segera membereskan tempat tidurku. Entah mengapa rasanya aku sangat lelah untuk hari ini. bahkan aku hanya sarapan dengan beberapa lembar roti, selera makanku sepertinya ikutan menghilang. kutatap layar ponsel di sana hanya ada beberapa notifikasi. namun sepertinya yang ku tunggu tidak juga muncul.

Pernikahan yang aku rencanakan dengan Alvian hanya berselang 3 bulan lagi. Tapi rasanya akan sulit menyelesaikan semua persiapan kami. Mengingat kesibukan kami yang tidak pernah ada habisnya. Membuatku menyesal saja sudah menerima projek yang di tawarkan atasanku. bahkan foto prewedding yang harus segera kami rampungkan bulan ini sering kami tunda, karena kami tidak punya waktu senggang yang sama.

Tok tok tok

suara ketukan pintu apartemenku kembali membuyarkan semua lamunanku. membuatku bertanya - tanya dengan orang yang berada di balik pintu. Kembali aku mengecek ponselku tapi tidak ada yang mengabariku untuk datang berkunjung sepagi ini. Dengan ragu aku membuka pintu berharap orang di sana bukanlah orang yang memiliki niatan jahat.

"Maaf, anda mencari siapa yah?" Tanyaku pada sosok perempuan yang rambutnya sepanjang bahu berdiri dengan gugup di depanku.

"Bisa saya berbicara denganmu sebentar saja" mohon perempuan itu. Jelas terlihat matanya yang masih lembab dan sedikit membengkak. Membuatku merasa iba saja padanya. Entah masalah apa yang akan dia bicarakan padaku.

"Baiklah silahkan masuk dulu. Biar kita ngobrol di dalam saja" ucapku membuka lebar pintu untuk mempersilahkan dia masuk.

"silahkan diminum" ucapku meletakkan segelas teh yang baru ku buat. Kembali ku pandangi wanita yang nampak ragu - ragu berbicara, dengan kedua tangannya yang bertautan di atas pangkuannya saling meremas menggambarkan keresahannya.

"Terima kasih" ucap perempuan itu tanpa senyum di bibirnya.

"Kamu ada perlu apa dengan ku?" Tanyaku setelah duduk berseberangan dengan perempuan tersebut.

"Aku manda dan aku sedang hamil" pernyataannya yang tak dapat aku mengerti maksudnya.

"Lalu apa hubungannya denganku?" Tanyaku menuntut penjelasan lebih, berusaha menelisik kebohongan ke dalam bola matanya.

"Ini anak alvian" kata manda yang membuatku terpaku dalam diam. mendengar dia menyebut nama Alvian seketika membuat kerongkonganku kering membuat udara di sekitarku terasa memanas.

"hahaha, kau pasto sedang berbohong padaku bukan" kataku berharap semua hanya kekonyolan di pagi hari ini.

"Maaf, Aku mohon bantu aku mendapat pengakuan ayahnya. Aku tidak ingin anak ini lahir tanpa identitas nantinya" kata manda dengan air matanya mulai menetes. Menyodorkan ponselnya padaku, pada layar ponsel itu tampak pesan singkatnya dengan alvian. Aku masih sangat mengingat nomor yang menyuruhnya untuk menggugurkan kandungan.

aku memberanikan diri untuk menatap pada perempuan yang terus saja menunduk di depanku. Bagaimana bisa mereka memiliki hubungan yang tidak pernah mendapat kecurigaanku. aku menggulir pesan - pesan mereka ke atas.

deg...

jantungku berdegub semakin tidak karuan mendapati pesan - pesan mereka sebelumnya.

"Lalu bagaimana pernikahanku? Bagaimana dengan perasaanku. Kalian begitu tega melakukan banyak hal di belakangku. Bahkan kalian tidak segan - segan melakukan hubungan suami istri" ucapku dengan nada bergetar, tanganku tidak lagi mampu menggulir pesan mereka. Kuletakkan ponsel dengan kasar ke atas meja.

"Maafkan aku, tapi aku juga nggak bisa menggugurkan anak ini sesuai dengan yang dia katakan" ucapnya yang membuat otakku terasa mengeras untuk berfikir lebih jernih. Bagaimanapun mereka sama - sama egois dengan perbuatan mereka.

"Apa maksudmu? Kau menyuruhku untuk membatalkan pernikahanku sendiri" Tanyaku dengan suara meninggi, membuat manda sedikit tersentak.

seketika keheningan menyelimuti ruangan tersebut. Baik manda maupun aku hanya terdiam dalam tangis kami masing - masing.

"Sudah berapa lama?" Tanyaku mulai pasrah akan kenyataan pahit ini.

"Sudah hampir tiga bulan kami bersama, aku tahu ini semua salahku. Tolong maafkan aku. Aku hanya ingin mempertahankan anak ini" ucapnya masih tersendu yang membuatku merasa iba dengan keadaannya. Kembali aku menatap perutnya yang masih rata.

"sudahlah, kamu sebaiknya pulang untuk istirahat. Aku butuh waktu memikirkan semua ini. Dan jangan beritahu alvian jika kau datang menemuiku" ucapku dengan berusaha berkata setenang mungkin.

Setelah kepergian manda, kini kembali aku sendiri yang menangis meluapkan semua rasa sesak yang membuatku sulit bernafas. Namun biar bagaimana pun aku turut bersalah dalam hal ini. bersalah karena terlalu bodoh hingga tidak pernah curiga dengan semua kejadian.

Di satu sisi aku marah dan kecewa karena mereka berselingkuh di belakangku, mereka menyembunyikannya dengan begitu rapi hingga tidak ada yang tahu. Di sisi lain aku juga tidak bisa menghiraukan anak yang tidak tahu apapun. Anak yang akan menjadi korban dari kesalahan manda dan alvian.

setelah seharian aku mengurung diri di dalam apartemen memblokir semua akses orang - orang untuk menghubungiku. Aku memberanikan diri menghubungi alvian melalui pesan singkat. Mengajaknya untuk bertemu di kafe yang biasa kami datangi bersama. berberapa kali alvian berusaha menghubungi setelah membaca pesan dariku. Tetapi aku masih enggan untuk mendengarnya berbicara melalui telepon. Akan lebih baik bila kami membicarakannya secara langsung nanti.

"udah lama nunggu yah" kataku menghampiri alvian, segera ku duduki kursi yang berhadapan dengamnya.

"Nggak kok sayang, aku juga baru sampai. tumben biasanya juga kamu yang duluan tiba" jawabnya tersenyum dan memberiku sebuket bunga mawar. Mungkin jika belum mengetahui semua aku pasti akan merasa bahagia mendapat bunga itu. Tapi kini bunga itu seperti penghinaan atas kebodohanku.

"cantik, tapi ini harusnya bukan untukku" ucapku dengan suara pelan, meletakkan kembali buket bunga pada kursi kosong di sampingku.

"Apa sayang?" Tanya alvian berusaha memperjelas pendengarannya.

"bunganya cantik. Makasih yah" kataku berusaha tersenyum, walau hatiku masih terasa menyakitkan.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya alvian tersenyum hangat padaku. senyum yang kini mulai kubenci.

"Apa kau ingin mengatakan suatu hal padaku?" Tanyaku berusaha terbuka agar dia mengatakan yang sebenarnya. betapa bodohnya diriku yang masih berharap alvian akan menjelaskan semuanya padaku.

"Kenapa? Apa ada hal yang mengganggumu?" tanya alvian dengan sikap santainya membuatku semakin menyesal dengan keputusan yang ku ambil.

"Tidak. Aku hanya ingin agar kita lebih terbuka sebelum kita menikah" jawabku berusaha mengatur nafasku agar setiap kalimat yang ku katakan terdengar dengan santai.

"Oh kukira ada yang mengganggu mu" katanya yang membuat dadaku semakin sesak.

"Sepertinya aku harus balik sekarang" kataku bergegas berdiri. Aku sudah tidak akan mampu lagi bertahan dengan kepura - puraan ini.

"Buru - buru amat sayang? baru juga sampe. nggak makan dulu?" Tanya alvian yang hanya ku jawab dengan senyum tipis disertai gelengan kepala

"baiklah, aku antar yah" ucapnya bergegas berdiri.

"Nggak usah. Aku sudah pesan taksi online. Lagipula aku harus ke tempat temanku dulu" kataku berusaha bersikap sebiasa mungkin. Padahal air mataku sudah sangat meronta untuk keluar.

"baiklah aku paham, kalau sudah sampai jangan lupa segera kabari aku" kata alvian memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

Sebelum meninggalkan tempat itu dan menghilang dari pintu masuk aku sempat menoleh. Melihat alvian yang duduk kembali di kursi dengan satu tangan memainkan ponselnya. Dan tangan yang lain menekan pelipisnya. terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa saat ini sedang ada masalah yang membebani pikirannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!