Sama seperti beberapa hari sebelumnya, hari inipun berlalu tanpa kehadiran Alvian. membuatku semakin merindukan pria yang tidak pernah lagi mengirimiku kabarnya. pesan terakhir yang aku terima darinya saat hari keberangkatannya. Apa sesibuk itu pekerjaannya hingga dia sampai - sampai melupakanku yang berusaha menahan diri untuk tidak menganggunya. membuatku merasakan kehilangan yang tidak bisa kuartikan sebagai perpisahan itu.
Dert dert dertt
Bunyi ponselku membuatku menghentikan semua kegiatanku. Panggilan yang membuat mataku berbinar bahagia.
"hallo sayang, bagaimana kabarmu? apa yang sedang kau lakukan sekarang?" tanya Alvian dari seberang sana, membuatku berusaha menormalkan degub jantungku bahagia bisa kembali mendengar suaranya.
"ah akhirnya kau menghubungiku juga, aku kira kau sudah melupakan diriku yang masih berstatus kekasihmu ini" kataku dengan penuh penekanan membuatnya sedikit terkekeh di sana. Dapat kubayangkan wajahnya yang mungkin sedang tersenyum usil.
"apa yang kau kamu? Kau tidak sedang bermain - main dengan wanita lain bukan?" tanyaku berusaha mengintrogasi dirinya. Mengucapkan semua yang sangat mengangguku beberapa hari ini.
"aku baru selesai meeting sayang, mana berani aku bermain - main disini. Kau bahkan mungkin tidak akan bisa membayangkan kesibukanku yang segudang. Membuatku tersiksa saja. Apa kau sudah makan?" kata alvian membuat senyumku kembali tercipta. Ada rasa hangat dalam hatiku mendengarnya masih menanyakan diriku di akhir rengekannya.
"aku belum makan, beberapa dokumen harus segera kuperiksa. Jika tidak aku akan lembur malam ini" ucapku menyandarkan diri pada kursi kerja menatap kesal pada beberapa dokumen yang masih menumpuk di atas meja di depanku.
"Sayang, kerja itu memang tugas kamu. Tapi jangan sampai kamu harus sakit karena pekerjaan. sedangkan aku tidak bisa ada di sana untuk menjagamu" tegasnya membuatku jantungku semakin berdebar tidak karuan. Prasangkaku beberapa hari ini nyatanya bisa terkikis hanya dengan perhatian kecilnya.
"tapi aku malas makan sendiri, nggak enak" rengekku memejamkan mata menunggu tidak sabar dengan apa yang akan dia sarankan.
"Yaudah nanti aku suruh kak reno temanin kamu, Ok sayang" ucap alvian yang membuatku sedikit tidak menyukai usulannya. Ah sepertinya aku terlalu berlebihan dalam berangan.
"Iya, iya sayang aku tahu" kataku pasrah sebelum panggilan itu berakhir. benar - benar membuatku merasa jengkel saja.
Dert dert dert
bunyi ponsel setelah 5 menit aku letakkan.
"Kenapa lagi sayang?" Tanyaku mengangkat panggilan tersebut tanpa menatap layar ponsel. Karena aku mengira dia akan mengatakan 'aku mencintaimu' membuat sudut bibirku kembali terangkat.
"ini aku reno, dek" ucap reno yang membuat ku buru - buru melihat kembali layar ponsel tersebut. Menepuk pelan jidatku yang lagi - lagi terlalu berangan tinggi.
"Maaf kak, kirain tadi alvian. Kenapa kak tumben telfon" tanyaku mengubah posisi dudukku berusaha serius dengan apa yang akan pria berhidung mancung itu katakan.
"Aku sudah di depan lobby" katanya singkat, membuatku sedikit bingung dengan apa yang ingin dia katakan.
"mau ngapain kak?" Tanyaku tak mengerti berusaha menebak jika reno akan bertemu dengan atasan kami.
"Loh emang alvian nggak bilang sama kamu" ucap reno membuatku terdiam sebentar. Kemudian membulatkan bibirku seperti huruf o setelah mengerti maksudnya berada di depan kantorku.
"Oh iya kak. Maaf Aku lupa, aku akan segera keluar" kataku mengakhiri panggilan. Segera menyambar tas jinjing di atas meja dan setengah berlari keluar. Tak ingin membuat calon kakak iparku yang sudah meluangkan waktu sibuknya untuk menemaniku menunggu lebih lama.
"Hai kak, maaf yah bikin kakak harus repot - repot datang ke sini menjemputku" ucapku memasuki mobilnya, memasang seat belt.
"bukan masalah besar bagiku, kamu mau makan di mana?" Tanya kak reno menyalakan mobilnya lalu melajukannya dengan kecepatan sedang ikut bergabung dengan kendaraan lain yang sedang melaju pada jalanan ibu kota.
"di dekat - dekat sini aja kak. Soalnya lagi banyak kerjaan juga, jadi nggak bisa lama - lama di luar " ucapku meski sebenarnya aku ingin menolak tapi aku begitu sungkan menolak kebaikan reno padaku.
"kalau lagi banyak kerjaan, kok mau makan diluar? Kan bisa makan di kantin kantor" tanya reno menatapku heran, membuat kami sempat bersitatap sekilas.
Deg
ada perasaan aneh yang muncul dalam dadaku. Bola matanya sangat mirip dengan milik kekasihku.
"nggak papa kak, butuh udara segar aja" ucapku buru - buru mengalihkan pandanganku. Berusaha kembali menguasai diriku agar tidak terlalu gugup.
meski sudah sering bersama reno tapi terkadang aku masih merasa sedikit canggung. Sikapnya yang kadang dingin dan Bicara seperlunya membuatku sedikit penasaran dengan dirinya.
ingatanku kembali memutar memori saat aku terjatuh karena tersandung batu yang membuat lututku yang pertama kali mendarat terluka dan sedikit berdarah. dengan penuh kelembutan reno mengobati lututku dengan tanpa mengeluarkan satu kata pun. Bahkan dia meninggalkanku juga dalam diamnya.
"mau makan apa?" Tanya reno menatapku yang duduk berhadapan dengannya.
"Samain sama punya kakak aja" ucap ku sedikit tersenyum. Merasa bersalah sudah mengganggu waktu sibuknya
"yaudah gue pesan-in dulu" kata reno beranjak berdiri berjalan mendekat ke arah tempat pemesanan.
"pemandangannya bagus yah?" ucapku menatap danau buatan di depan kami. Membuat reno yang baru terduduk ikut menatap ke arah danau.
"kakak udah sering ke sini?" tanya ku kembali menatapnya berusaha menelisik bentuk wajahnya yang memiliki sedikit kesamaan dengan wajah Alvian.
"nggak juga, cuman ke sini kalau sedang butuh ketenangan saja" jelas reno ikut memandang ke arah danau yang dikelilingi beberapa pohon besar.
"mengapa dia masih butuh ketenangan, sedangkan sikapnya saja selalu tenang" batinku menatap intens ke arab danau. Tempat yang memang cukup ketenangan
"permisi mas ini makanannya!" ucap seorang laki - laki paruh bayah membawa 2 mangkok mie ayam serta 2 teh botol
"makasih pak" ucapku tersenyum ramah yang dibalas senyum ramah oleh pria tersebut.
"Gimana persiapan kalian?" Tanya reno menyeruput teh botol. Membuatku kembali kepikiran dengan rencana pernikahan.
"Masih belum ada kak. Mungkin setelah alvian balik baru kami bicarakan lebih serius lagi" jawabku menatap wajahnya yang masih dingin tanpa ekspresi.
Setelah selesai menikmati makan siang kami, reno mengantarku kembali ke kantor. Tanpa berbicara sepata kata pun, membuatku berusaha menebak - nebak pikirannya yang mungkin sedang membebaninya sekarang.
"Sepertinya dia masih sibuk" ucapku memandang layar ponsel yang menampilkan beberapa chat yang ku kirim pada alvin. Kuletakkan kembali ponsel tersebut ke dalam tasku. Dan kembali menyibukkan diri dengan kertas - kertas di meja kerjaku.
"Serly kamu dipanggil ke ruang bos" ucap sinta teman kerjaku, ku jawab dengan anggukan kecil. membuatku harus segera bergegas menemui atasan kami sebelum melanjutkan pekerjaanku.
Tok tok tok
"Bapak memanggil saya" ucapku pada lelaki yang hanya berbeda 3 tahun dariku. Reihan sinagar di usianya yang masih 30 tahun tapi dia sudah mampu memimpin perusahaan besar. Meski memiliki wajah yang sangat memikat namun dia selalu bersikap dingin, persis seperti Reno. Entah bagaimana bentuk senyum tulus mereka.
"Saya ingin kamu mewakili perusahaan untuk mengikuti proyek ini" katanya memberiku map berisikan beberapa kertas.
"Tapi pak. Bukannya masih banyak yang lebih bisa dalam hal mendesain seperti ini" ucapku menolak setelah membaca sekilas isi berkas tersebut. Aku berusaha menolaknya secara halus. Pekerjaanku saja masih belum beres mengapa dia kembali menambah porsi pekerjaanku.
"Saya sudah memutuskan dan itu tak terbantahkan" tegasnya yang membuat bulu kundukku berdiri. Merasa takut jika dirinya tidak akan segan memecatku saat ini juga.
"ba.. baik pak" ucapku berharap segera bisa keluar dari ruangan yang mencekam ini
"Bagus kamu boleh kembali bekerja dan persiapkan dirimu" ucapnya tersenyum menyeringai seakan merancangkan sebuah kejahatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments