"Di mana? masih jauh?" tanya Haura setelah berjalan melewati beberapa gang. Setelah turun dari angkot tadi, Kai mengajak Haura jalan kaki.
"Udah dekat, tuh!" Kai menunjuk rumah bercat hijau.
Mata Haura langsung berbinar ketika melihat rumah bertingkat itu. Rasa pegal yang ia rasakan di betisnya tiba-tiba menghilang. Dengan semangat Haura menghampiri rumah, calon tempat tinggalnya.
Sampai di depan pagar rumah bercat hijau itu Haura berhenti, mendongak ke atas. Ia teringat rumah yang ia tinggalkan.
"Permisi!" teriak Kai memanggil pemilik rumah.
"Ayo!" ajak Kai masuk meski belum mendapatkan ijin dari sang pemilik rumah.
Haura mengekor saja di belakang Kai yang membuka pagar dan mulai masuk ke rumah itu.
"Bude!" teriak Kai di dalam rumah, mungkin memanggil yang punya rumah. "Bude Yani!" teriaknya lagi.
"Kenapa?!" sahut seorang wanita bertubuh gemuk dengan daster dan celemek yang menempel di tubuhnya. "Ada apa teriak-teriak, gue nggak tuli ya!"
"Maaf, Bude ... maaf." ucap Kai.
"Ada apa nyari, gue?"
"Kita bicara di sana saja ya, Bude." Kai merangkul wanita yang terlihat akrab dengannya itu, dan mengajaknya kembali masuk ke dapur. Meninggalkan Haura sendiri di ruang tamu.
Kai menjelaskan bagaimana tadi ia bertemu dengan Haura, dan meminta Bude Yani untuk menerima Haura tinggal di rumahnya.
"Nggak bisa! gue nggak terima kos putri. Lo tahu kan, papan yang gue pasang di depan sana 'TERIMA KOS PUTRA'. Masih bisa baca kan, lo."
"Please ... Bude, cuma dia aja. Kai nggak tahu lagi harus bantu dia seperti apa." Kai mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya, benar-benar memohon agar Haura diijinkan tinggal di rumah ini.
"Dia cewek, lo?" tanya Bude Yani menyelidik, karena tidak biasanya anak kosnya ini membawa wanita.
"Belum, tapi Kai naksir dia Bude. Please ... Bude terima ya, di kamar atas kan kosong. Dia juga bisa jadi teman buat Nayla." Bujuk Kai.
Setelah berpikir sebentar, akhirnya Bude Yani mengijinkan Haura untuk tinggal di rumahnya. "Dia tetap bayar uang kos, kan?"
"Jelas dong, Bude. Kalau perlu Kai yang bayarin," jawab Kai dengan semangat.
Kai dan Bude Yani keluar, memberi tahu Haura jika ia sudah punya tempat tinggal baru. Sejak itulah, Haura dan Kai berteman baik. Kai adalah orang yang pertama kali Haura kenal, dan dari Kai juga Haura mendapatkan pekerjaan menjadi seorang cleaning servis.
Flash Back off
"Hau ...," panggil Kai lagi. Setelah sebelumnya apa yang ia katakan tak didengar oleh Haura.
"I-iya, kenapa?" tanya Haura bingung, karena sedari tadi yang ada dalam pikiran Haura adalah kisah masa lalunya yang kabur dari rumahnya di hari pernikahannya.
"Nggak dengerin gue kan, lo?" Kai mencebik kesal.
"Sorry, emang ngomong apaan, lo?"
"Gue bilang, lo nggak usah ngerasa nggak enak hati. Karena gue bener-bener tulus bantu lo. Lo sendiri yang bilang kita teman, yang artinya nggak perlu lagi sungkan, karena kebahagiaan lo adalah kebahagiaan gue."
Bukannya terharu, Haura justru menoyor kepala Kai seraya tertawa dengan ucapan Kai barusan. "Kesambet, lo!" ucap Haura. "Udah, gue mau pulang, mau istirahat gue!" Haura berdiri dan berjalan ke tempat parkir, yang segera disusul Kai.
Sepanjang jalan Haura kembali jadi pendiam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya.
"Makasih, ya." Haura memberikan helm yang tadi ia pakai, lalu meninggalkan Kai yang masih duduk di atas motornya. Tanpa menoleh Haura melambaikan tangannya pada pria yang sudah lama menaruh hati pada Haura itu, namun tak ada keberanian untuk mengungkapkannya.
Kai tersenyum sendiri memandangi Haura yang sudah menghilang dibalik pintu. Sampai kapan ia akan menyimpan sendiri perasaannya. Kai segera menstater kembali motornya, tempat tinggalnya tak jauh dari rumah yang Haura tempati. Kai tinggal di rumah kos milik Bude Yani.
"Tumben baru pulang, Hau?" tanya Nayla saat melihat Haura masuk dan membanting dirinya di sofa ruang tamu.
"Lembur, gue." Haura mengambil gelas berisi air jeruk yang baru saja Nayla letakkan di atas meja, meminumnya sampai tandas.
"Gila, lo! minuman gue, lo embat aja!" protes Nayla.
"Sorry, otak gue lagi panas makanya bawaannya haus terus."
"Memang kenapa dengan otak lo?" tanya Nayla serius memperhatikan Haura yang seolah bermasalah.
"Gue abis dipecat."
Mata Nayla membelalak lebar mendengar apa yang Haura katakan. "Kok, bisa?!" tanya Nayla kaget.
Haura kembali menceritakan kejadian di ruangan bosnya itu, hingga ia harus dipecat. Sama seperti Kai, reaksi Nayla juga langsung tertawa, mengejek.
"Gila, lo, Hau ... bisa-bisanya lo ngintip bos, lo." Nayla masih saja tertawa.
"Gue nggak ngintip, kan gue nggak tahu kalau dia bakal masuk dan menggunakan toiletnya."
"Nggak ngintip, tapi lo lihat, kan?" Nayla menaik-turunkan alisnya, menggoda Haura.
"Tahu, ah!!!" Haura berlari ke tangga, dan masuk ke kamarnya.
Ia kembali melempar tubuhnya di kasur. Kembali mengingat apa yang ia lihat saat di kamar mandi.
"Ish ...! kok jadi mesum sih gue!" Haura mengusap kasar wajahnya, menepis apa yang terlintas di ingatannya.
"Ya Tuhan, apa yang sudah dilihat mata suci gue!" kembali Haura mengusap wajahnya, kali ini paling lama mengusap matanya. "Pak Hiro keterlaluan, bisa-bisanya dia mengkontaminasi otak dan mata gue yang masih perawan ini. Gue nggak terima, Pak Hiro harus bertanggung jawab!!!" gumam Haura.
Terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya, yang membuyarkan lamunannya. Haura berusaha meraih tas yang tadi ia lempar sebelum ia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Dikeluarkannya ponsel itu, ternyata pesan dari Kai.
[Tenang saja, gue akan usahakan biar lo bisa kerja lagi di sana.]
Begitu pesan dari Kai. Haura sedang malas untuk membalas pesan dari Kai, jadi ia biarkan saja pesan itu. Haura segera bangkit dan masuk ke kamar mandi. Menyegarkan tubuh sepertinya akan baik untuk mood-nya.
Selesai mandi, Haura yang memakai babydoll itu mengambil majalah bisnis yang dulu ia bawa dari kantor tempatnya bekerja. Dipandanginya majalah bergambar pria yang selalu hadir dalam mimpinya. Dulu, Haura sangat berharap bisa bertemu pria dalam majalah yang sekarang ia pegang. Hari ini, Tuhan mengabulkannya. Haura bertemu pria tampan itu, dan pria itu juga yang membuatnya kehilangan pekerjaan.
Air mata Haura mengalir tanpa ijin, hingga menetes pada wajah tampan Hiro yang ada di majalah. Haura semakin menangis melihat air matanya yang jatuh. Bukan menangisi Hiro yang telah memecatnya, tapi menangisi masa depannya. Bagaimana dia akan mewujudkan cita-citanya jika sekarang dia dipecat.
Haura teringat akan ayahnya, bagaimana kabarnya sekarang. Sudah enam bulan lebih Haura kabur dan tak sekali pun menghubungi ayahnya. Karena begitulah pesan ayahnya, agar Haura tak menghubungi rumah dan memintanya kembali saat nanti cita-cita Haura sudah terwujud.
Mengingat cita-cita yang dari dulu ia impikan, Haura semakin tak ingin berhenti menangis.
❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Erni Fitriana
sabar y hau...aku usahakan ketemu author buat membicakan nasib kamu hau..aku janji
2023-11-10
1
Ai Elis
kai mending lo jujur aja sama Haura tentang perasaan.tar di salip sama si bos baru nyaho lo.🤣🤣
2021-10-17
4
Yulia Novita
mungkin kai juga orang kaya...kasihan kalau nantinya patah hati...
2021-08-23
1