Aku Bukan Cinderella
“I love you.”
“I love you, too.”
Pria yang mengenakan tuxedo itu menundukkan wajahnya, meraih dagu Haura. Semakin lama, semakin dekat saja wajah tampan itu dengan wajah Haura. Hidung mereka sudah saling menempel, Haura sudah memejamkan matanya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari kebiasaan, tubuhnya seolah mulai lemas saat mengingat ini adalah ciuman pertamanya. Bibir pria itu perlahan-lahan mulai menepis jarak. Bibir haura sudah sangat siap untuk menikmati ciuman pertamanya.
“Hau ... Hau ... Hauuuuuuu!!!!”
Siapa sih manggil-manggil, ganggu orang aja. Nggak tahu apa, momen langka ini udah gue tunggu bertahun-tahun.
“Hauuuuuu ...!!!”
"Berisik banget sih, udah my prince. Lanjutin aja, your princess udah nggak sabar ini, pengen dicium sama my prince." Haura menjilati bibirnya sendiri yang terasa basah.
“My prince, kok, Hau, belum ngerasaiin bibir my prince tapi bibir Hau udah basah, ya?” ucap Haura heran, maklum dia belum pernah merasakan yang namanya berciuman, jadi bingung rasanya seperti apa.
Pria yang Haura sebut sebagai 'my prince' itu, mulai menyentuh bibir Haura dengan bibirnya.
“Bibir my prince, kok, rasanya mirip seperti kopi saset yang Hau bikin tadi malam. Rasa gula aren, manis.” Haura senyum-senyum sendiri mengingat rasa bibirnya sekarang, sama dengan rasa kopi yang semalam ia minum untuk menemaninya begadang membaca novel online.
Haura kembali menjulurkan lidahnya keluar, untuk menjilat rasa manis di bibirnya.
"Haura!!!" Teriak Nayla, anak dari pemilik rumah, di mana Haura tinggal.
Dengan tergeragap, Haura membuka matanya. Tak tahan dengan suara melengking Nayla, tepat di telinganya. "Apaan sih, Nay!" Balas Haura. Kembali ia menjilat rasa manis di bibirnya. "Ganggu, aja!"
"Ganggu-ganggu .. tuh, lihat! jam berapa sekarang?" Nayla menunjuk jam dinding di kamar Haura. "Supir lo, udah jemput itu."
Haura segera turun dari ranjangnya, dan berlari ke jendela. Menatap kebawah, melihat seseorang yang tengah duduk di atas motor matic-nya sedang melambaikan tangan ke arah Haura.
"Kok, lo nggak bangunin gue, sih!" Haura segera menyambar handuknya dan berlari ke kamar mandi.
"Gue udah bangunin, lo sedari tadi. Sampai gue kasih lo minum kopi sisa semalam. Dasar, lo aja kebo. Nggak mau bangun, malah senyum-senyum tapi mata masih merem," ucap Nayla dengan berteriak, karena Haura sudah masuk ke kamar mandi.
"Jadi, rasa manis di bibir gue itu bukan rasa bibirnya my prince, tapi rasa kopi sisa semalam?" tanya Haura yang membuka sedikit pintu kamar mandinya, dan melongok di sana.
Nayla mengangguk.
"Sialan, lo!"
Nayla hanya nyengir.
Haura segera meyelesaikan ritualnya dikamar mandi.
"Cepet banget, nggak mandi, lo?" tanya Nayla, yang melihat Haura keluar dengan baju yang sama.
"Hemm," jawab Haura. Tanpa malu, Haura melepas kaosnya, yang semalam ia pakai tidur. Dan menggantinya dengan baju dinas yang berwarna biru dan melapisinya dengan sweater. Dengan cepat, ia menyisir rambutnya, dan mengikatnya asal.
Tak menghiraukan Nayla lagi, Haura menyambar tasnya, dan berlari menuruni tangga. Dia sudah terlambat.
"Jalan!" Haura menepuk bahu pria yang sedari tadi menunggunya. Tanpa bertanya apa pun, pria yang selalu jadi supir untuk Haura itu segera melajukan motornya.
Sampai di sebuah gedung pencakar langit dengan tinggi menjulang, Haura turun dari motor.
Segera memberikan helmnya, setengah melempar lalu bergegas pergi.
"Terima kasih," teriaknya sambil lari.
Pria yang setia menjadi supir Haura itu pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Setelah mengaitkan helm Haura, di bawah stang motor, dia kembali menstater motor matic miliknya.
Haura berlari ke divisinya. Kantornya berada di lantai paling bawah gedung ini. Dengan berjalan sangat berhati-hati, Haura segera menyusup masuk dalam barisan kru cleaning servis yang sedang melakukan briefing.
Teman-temannya menatap Haura sebal, dengan tingkahnya yang seenaknya masuk barisan. Saat akan ada suara menyapa dari temannya, Haura langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, tanda agar temannya diam.
"Sttt," lirihnya.
Barisan di depannya menoleh, mendengar desisan Haura. Dengan mengibaskan tangan, Haura menyuruh temannya untuk berbalik menatap leader mereka yang sedang memberikan pengarahan.
"Siap, Pak!" jawab semua kru setelah breafing selesai.
Semua langsung siap siaga, mengambil alat perangnya dan mengatur posisi masing-masing, yang sudah ditentukan oleh kepala divisi mereka.
Begitupun dengan Haura, dia akan segera bergabung dengan teman-temannya, menyiapkan alat perangnya. Namun, suara Pak Amin, sang kepala divisi menghentikannya.
"Haura!" panggil Pak Amin.
"Iya, Pak." Jawab Haura takut.
"Kamu pikir ini kantor bapakmu!" bentak Pak Amin.
Haura hanya menunduk hormat.
"Bisa-bisanya datang telat! jadi penyusup, pula!"
"Kamu itu pegawai di sini, bukan anak bos, apalagi istri bos. Jadi, jangan seenak jidat kamu, kalau berangkat kerja." Pak Amin mengeluarkan segala omelannya.
Haura masih diam menunduk, menyadari kalau dirinya memang bersalah.
"Berikan ponsel kamu!" Pak Amin, mengulurkan tangannya pada Haura.
"Untuk apa, Pak?" tanya Haura kaget.
"Kerja yang bener, jangan baca novel terus. Itu kan, yang membuat kamu selalu terlambat!" Pak Amin belum menarik tangannya yang terulur. "Berikan!"
"Kalau saya berikan, nanti Bapak buka-buka ponsel saya lagi!" Haura tak rela jika harus menyerahkan ponselnya pada atasannya ini. Takut terbongkar isi dalam ponselnya.
"Sudah berikan saja, atau saya akan menghukum kamu dengan lembur!"
"Saya pilih lembur saja, Pak. Dari pada Bapak mengambil ponsel saya, saya tidak bisa kalau harus berjauhan dengan ponsel saya," jawab Haura.
"Baiklah, setelah jam pulang kantor nanti kamu bersihkan ruangan pak Hiro, dengan ____"
"Yang benar, Pak?!" pekik Haura, memotong perintah pak Amin. "Saya mau, Pak. Hukum saja saya setiap hari, saya rela," sambung Haura.
Pak Amin, langsung mengerutkan dahinya. Bingung, kalau berurusan dengan anak buahnya yang satu ini. Haura Kaifiya, gadis berusia sembilan belas tahun ini, sudah enam bulan bergabung di divisi yang ia pimpin. Dengan menjadi seorang cleaning servis.
Hasil kerjanya cukup memuaskan, karena Haura gadis yang cepat belajar. Namun sayangnya, Haura ini suka seenaknya saja. Penyebab utamanya adalah kebiasaan dia membaca novel online. Terkadang, di saat masih jam kerja, Haura mencuri-curi waktu untuk menyempatkan diri membaca novel. Hal itu juga, yang membuat Haura bergadang hingga larut malam, dan akhirnya terlambat untuk bekerja.
Namun, pak Amin tidak enak hati jika harus memecat Haura. Selain kasian, karena Haura jauh dari orang tuanya di kampung, gadis itu juga sangat membutuhkan pekerjaan untuk bisa membantu membiayai dirinya sendiri. Dibalik semua alasan itu, pak Amin tidak enak hati dengan orang yang sudah memasukkan Haura ke kantor ini. Sebab itulah, Haura hanya sering ditegur, tapi tak sampai dipecat.
"Ok, Pak. Saya kerjakan tugas saya sekarang, dan nanti sore saya akan menjalankan hukuman saya." Haura langsung pamit, dan menyusul temannya untuk membuat kantor ini tetap bersih.
Meninggalkan pak Amin, yang hanya bisa geleng-geleng kepala, heran, dengan kelakuan Haura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Novita
gue bangeet🤭
2023-12-03
1
Erni Fitriana
Aku kira bosnya nama nya cakra benua🤭🤭🤭judul sama beda author....baca sampe habis thorrr...lanjoottttt
2023-11-09
1
Ummi Yatusholiha
liat promo di kolom koment grub NT FB lgsg cuss ksini. awal baca lgsg ngakak.. 🤣🤣🤣
2023-07-26
1